Bab 13a

305 35 3
                                    

Tak sulit menemukan apartemen Ross di bilangan Salemba pagi itu. Dia mendapatkan alamat direktur LBH Optimus dari Ambar. Sebenarnya bisa saja menunggu pria bule itu di Optimus, tapi Ross yang super sibuk mengalahkan artis, tidak setiap hari datang ke sana. Di Jakarta, dia memiliki banyak kantor. Hampir setiap hari dia diminta mengajar di universitas yang berbeda-beda. Jadi Elena ambil risiko mendatanginya di apartemen. Gadis itu memutuskan hal besar dalam semalam. Randu menyatakan perasaan padanya. Sekarang saatnya ditinggalkan. Tak ada utang apa pun.

Dia sudah mendiskusikan dengan Katya. Elena tidak mau lagi melanjutkan permainan ini. Dia tidak siap terluka, juga tak mau melukai. Bagi Katya tak masalah. Memang begitu perjanjian mereka dari awal. Cari laki-laki brengsek, buat jatuh cinta, lalu tinggalkan. Agar laki-laki brengsek tahu bagaimana rasanya dicampakkan. Channel Youtube Katya pun sudah cukup meraih keuntungan dari kisah cinta palsu ini. Palsu kah?
Elena tidak peduli lagi apakah perasaannya ini palsu atau asli.

Elena mengetuk pintu nomor 23 yang terletak di lantai 5. Seorang perempuan berusia sekitar 40 tahun, berkulit coklat, berambut keriting dengan piyama keperakan membukakan pintu. “Cari siapa?” tanyanya.

Tersenyum kikuk, Elena membalas, “Selamat pagi, maaf Jeremiah Ross ada?”

Dengan mimik keheranan karena belum pernah ada perempuan muda mencari Ross ke apartemen, perempuan itu balas bertanya, “Ada. Mbak siapa?”

“Saya Elena, magang di LBH Optimus. Boleh bicara sebentar dengan Ross?”

Perempuan tadi, lawan bicara Elena melebarkan pintu. “Boleh, silakan,” katanya tanpa menyembunyikan raut heran.

Ross sedang menghadap laptop di meja makan. Di depannya bertumpuk jurnal dalam Bahasa Inggris, Bahasa Prancis, dan Bahasa Indonesia. Apartemen Ross dihiasi berbagai macam foto dan guntingan artikel koran yang tersimpan dalam pigura. Ross tampak sangat lihai menggesek biola di tengah kerumunan pemusik orkestra. Namun, bukan foto itu yang paling menarik perhatiannya. Salah satu foto Randu sedang bersidang mengenakan toga pengacara terpampang di salah satu sisi dinding. Elena membelai kaca pigura yang menutupi foto Randu. Perasaan apa ini di hatinya? Jantungnya seperti dicabut paksa dari rongga dada.
Pria macam Randu menganggap perempuan hanya untuk bersenang-senang. Dia lebih parah dari Rimba. Pernah tidak naik kelas, 'pakai' narkoba, tawuran.  Kalau Rimba yang anak manis saja bisa selingkuh, apalagi Randu yang....

“Pagi, Elena. Oh ya kenalkan dulu ini istri saya, Amba Ratri,” Ross menyela lamunan Elena dengan memperkenalkan perempuan yang tadi membukakan pintu. Mereka bersalaman sambil senyum basa-basi. Tak lama kemudian Amba Ratri masuk ke ruangan lain dan menutup pintu.

Ross berjalan ke sofa. Televisi layar datar berada di hadapan mereka, sementara dinding di ruangan televisi digantungi perca berbagai motof  batik dalam pigura besar memberikan nuansa Indonesia. Biarpun Ross bule, namun dia berkewarganegaraan Indonesia dan sangat mencintai budayanya. Keadaan apartemen Ross yang lebih Indonesia dari rumah Elena sendiri membuatnya cepat merasa nyaman.

“Duduk.” Ross mengenyakkan diri di sofa.

Mengikuti Ross, Elena ikut duduk sejengkal di samping lelaki itu. This is it, Elena menguatkan hati. Kenapa dia gelisah seperti orang kena sembelit begini? Kini dia bisa mendengar setan dalam dirinya tertawa memberi semangat untuk segera menyelesaikan urusan mengundurkan diri.

“Maaf Ross, ini.” Elena menyerahkan sebuah amplop putih dari tas.

Ross mengambil kacamata di meja, memakainya, lalu membaca. Dia berjengit terkejut. “Resignation letter, huh, Elena?”

Melipat tangan dengan sopan di pangkuan, Elena mengatur intonasi agar tak terdengar canggung. “Ya. Maaf, mendadak. Tapi setelah ini saya akan ke Optimus, menyelesaikan tugas saya dan memberitahukan pada Bang Randu dan Firman. Sekaligus berpamitan.”

Menatap Elena dari balik kaca mata, Ross tak begitu saja menerima pengunduran diri gadis itu. “Kenapa?” tanyanya.

Elena sudah mempersiapkan alasan. Bahkan berlatih di depan cermin agar urusan ini dipermudah.
“Usaha kue saya semakin sibuk. Sulit membagi waktu.” Elena tidak berbohong.

“Really? That's it?” tanya Ross seakan tidak percaya alasan kecil Elena.

“Ya, Ross.” Nah ini baru bohong.

“El, jangan sembunyikan apapun dari saya.” Setelah mengucapkannya, Ross diam berpikir. Pasti Randu ada hati pada Elena, kalau tidak buat apa pengacara yang terkenal keras itu menghadapnya minta agar Elena diangkat sebagai staf LBH Optimus? Ross sudah kenyang jungkir balik di dunia percintaan. Dia pun lelaki normal yang rela melakukan apa saja demi perempuan yang ditaksirnya.
Sejurus kemudian Ross melanjutkan, “Sebetulnya Randu sudah minta saya untuk mengangkatmu jadi staf tetap di LBH Optimus. Gajinya tidak besar. Tapi tentu ada penghargaan untuk kerja kerasmu. Kamu tidak punya latar belakang hukum tapi pekerjaanmu selama ini baik sekali.”

Setiap kali nama Randu disebut hati Elena selalu hangat. Namun, dia harus menyelesaikan ini. “Terima kasih banyak, Ross. Saya harus mulai membangun bisnis sendiri,” jawab Elena sesopan mungkin.

Ross mengamati Elena dari balik kaca mata. “Baiklah kalau itu keputusanmu. Good luck in the future.” Pria itu menyalami Elena. “Terima kasih kamu sudah membantu LBH Optimus.”

***

Woah, Elena milih resign daripada mengakui perasaannya. Gimana kelanjutannya?Stay tuned di sini atau bisa baca lebih cepat di Karyakarsa Belladonnatossici.


DEVILS INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang