Bab 18a

145 24 1
                                    

Another hot scene. 21+ only

***

Randu telentang, kepalanya ditopang lengan kanan sementara lengannya yang satu lagi dijadikan bantal oleh Elena. Napas mereka bercampur detik jam dinding terdengar di kamar itu. Keduanya terdiam sama-sama tanpa selembar kain, menempel rapat di ranjang sempit Randu. Jari kasar lelaki itu membelai-belai punggung telanjang Elena, sementara jemari Elena bermain di dada Randu melukis pola-pola abstrak di kulitnya. Dirasakan Randu, Elena mengecup dadanya. Lama dan lembut. Lagi dan lagi.

Pengacara itu memindahkan lengannya yang ditiduri Elena lalu menghadapkan wajahnya pada wajah perempuan itu. Mata mereka bertemu. Retina beradu retina. Bibir Elena membentuk senyuman. Wajahnya memantulkan kebahagiaan. Jadi begini rasanya melakukan dosa. Kalau memang dosa kenapa dirinya tak menyesal? Elena tak keberatan harus masuk neraka, menyerahkan jiwanya pada Lucifer, asal bersama Randu. Buat apa masuk surga tanpa lelaki yang dia cinta?

Dua hari sebelumnya ketika otak Elena masih lurus, dirinya masih takut pada iblis. Dia tak mau berbuat dosa lalu masuk neraka. Namun kali ini dia yakin, sekalipun mereka masuk neraka, Randu akan mengalahkan raja iblis mana pun.

Betapa kuat kepercayaannya pada Randu. Sepanjang sejarah hidupnya, Elena tidak sekalipun memercayai manusia sekuat ini, seolah mereka berdua sudah seharusnya menyatu.

Raut garang Randu melembut ketika mereka bertatapan. "Lo nggak menyesal?" tanya Randu, masih menatap wajah bahagia Elena.

Elena menggeleng. Senyumnya masih tersungging. "Apa yang harus saya sesali?" Dia balik bertanya. Kali ini jemarinya mengembara di wajah Randu. Merasakan berewok yang menyemak di dagu pria itu menusuk kulit, rasanya menyenangkan. Segala perasaan menyiksa yang mendera Elena, lenyap.

"Satu jam yang lalu lo masih perawan. Sekarang lo...." Kata-kata Randu menggantung di udara.

"Satu jam yang lalu saya perawan. Sekarang saya tertawan," lanjut Elena hingga Randu tersenyum.

Lelaki itu masih merasa sedang bermimpi. Elena Mazaya Tjipta yang sempat disangkanya perempuan jalang ternyata begitu suci. Yang lebih membuatnya tak percaya, perempuan itu datang di saat dia mulai menabahkan hati. Kesabarannya berbuah manis.

"Siapa yang menawan lo?" Suara bariton Randu terdengar lebih lembut.

"Hmmm.... Siapa ya? Hmmm.... Orang yang bikin saya basah siapa?" Elena bertanya balik.

Tawa Randu meledak. Ucapan Elena persis perempuan penggoda sekarang, sungguh tak disangka.

"Kayaknya tadi lo kesakitan banget." Tangan Randu mendarat di pipi Elena berusaha meredakan kepedihan yang mungkin dirasakan perempuan itu.

"Memang sakit," Elena mengangguk, "nggak nyangka barang sebesar itu bisa masuk."

Randu meringis seolah bisa merasakannya. Liang kenikmatan Elena memang sangat sempit dan rapat. Bagaikan memijat kejantanannya. Liang paling nikmat yang pernah dia rasakan. Liang paling indah yang pernah dia lihat.

"Lo nggak menyesal gue buat sakit?" Tanya Randu.

Elena tersenyum. Dia tak mengingkari, pusat tubuhnya terasa bagai dikoyak. Ngilu, pedih, semuanya berbaur jadi satu. Tapi Elena merasa sesuatu yang menakjubkan memercik di hatinya setelah penyatuan tubuh mereka. "Sakitnya sebentar kok. Setelah itu nggak."

Dada Randu bergejolak bangga. Ternyata dia masih laki-laki. "Oh begitu. Memang setelah itu rasanya gimana?"

Elena tidak menjawab. Didorongnya dada Randu hingga pria itu telentang lagi. Perlahan Elena merayap naik ke dadanya. Dipagutnya bibir Randu malu-malu. Rambut ikalnya menjuntai mengenai hidung lelaki di bawahnya. Harum shampo vanilla menggoda indra penciuman Randu.

Kedua tangan pria itu membungkus tubuh ramping perempuan di atasnya. "Coba balik posisi kepala lo ke bawah."

Saat dilihatnya Elena bergeming, randu memberikan petunjuk, "Puasin gue pakai lidah lo. Gue juga akan muasin lo pakai lidah gue."

Elena waswas sejenak. Namun, kepercayaan pada Randu membuatnya menurut. Dia membalik posisi tubuhnya hingga berhadapan langsung dengan pedang yang telah menaklukkan lembah rahasianya. Meski canggung karena baru pertama kali, kejantanan itu pun menghilang di balik lipatan bibirnya.

***

DEVILS INSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang