46 - Sakitnya barengan

24.1K 2.3K 64
                                    

Sudah dua minggu setelah terakhir kali Elvio ke rumah Reyvan. Dia jadi uring-uringan, dia ngga tau dimana Reyvan melakukan pekerjaan itu. Havin bilang hanya sebentar, tapi ini sudah dua minggu.

Dua minggu bukan waktu yang sebentar, dan Reyvan sama sekali tidak mengabari apapun padanya.

Elvio bingung.

Dia takut.

Khawatir.

Kangeeennn banget sama Reyvan.

Elvio menghela nafasnya kasar untuk kesekian kalinya. Membuat Gian yang duduk di sebelahnya sambil nonton tv itu menjadi jengah.

Gian mengajak Elvio menonton film agar anak itu tidak berdiam diri di dalam kamar memikirkan Reyvan. Tapi sia-sia, di sini hanya ada tubuhnya saja. Otak dan hatinya melayang ke Reyvan.

" El, udah dong jan ngelamun gitu. Jangan terlalu di pikirin, ntar lo malah jadi sakit "

Elvio menoleh ke arah Gian sebentar lalu memalingkan wajahnya menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong.

" Kangen Rey, Gian ". Ucap Elvio dengan nada lemasnya.

Gian menjadi panik, ia melihat wajah Elvio berubah pucat dan bulir-bulir keringat mulai muncul di keningnya. Gian menyentuh kening Elvio dengan punggung tangannya.

" Tuh kan apa gue bilang. Badan lo agak panas, liat, muka lo aja pucet El. Kan udah gue bilangin jangan suka mikirin yang ngga-ngga sampe lupain makan dan segalanya. Kebanyakan pikiran, lo jadi sakit gini ". Omel Gian panjang lebar.

Dia marah karena sangat mengkhawatirkan Elvio. Setelah pulang dari rumah Reyvan dua minggu lalu, Elvio jadi sering murung begini. Seperti tidak ada semangat hidup. Dia lihat, badannya Elvio juga sedikit kurus karena tidak memperhatikan pola makannya.

" Gian berisik. Gue gapapa kok, gue cuma kecapean aja ". Ucap Elvio lemas.

Gian menghela nafasnya. Elvio ini jadi sulit di bilangin.

" Ya udah gue beli bubur dulu sama obatnya. Lo ke kamar aja istirahat, apa lo mau gue anter ke kamar? ". Elvio menggeleng pelan menolak tawaran Gian.

" Gue cuma kecapean dikit ngga lumpuh. Gue bisa sendiri ". Elvio mulai beranjak dari sofa, ia berjalan pelan menuju ke kamarnya yang berada di lantai 2.

Gian menatap khawatir Elvio, ia mengawasi anak itu sampai masuk ke dalam kamar. Ia lalu keluar untuk mencari bubur dan beli obat.

Sebelumnya dia sudah mengirim pesan pada Vanesa tentang keadaan Elvio. Dia memang sudah sering memberi tahu Vanesa apa saja yang di lakukan Elvio sekarang, bagaimana keadaannya, sudah makan apa belum.

Gian
Tante, El sakit. Sekarang Gian mau beli bubur sama obatnya sekalian.
17:23

***

Sedangkan di tempat lain, keadaan tidak jauh berbeda. Dua minggu sudah berlalu, itu artinya hukuman kurungan Reyvan sudah selesai. Namun itu bukan kabar baik, Reyvan masuk ke rumah sakit sesaat setelah dirinya keluar dari ruang bawah tanah.

Reyvan terbaring lemas di rumah sakit dengan selang infus yang menempel pada punggung tangannya. Matanya masih terpejam erat seolah enggan membuka matanya, badannya lebih kurus dari pertama kali dia di masukkan ke kamar sialan itu.

Wajahnya pucat, dan lebih tirus.

Vanesa menatap sedih Reyvan. Saat anaknya itu terjatuh pingsan, dia langsung menangis histeris. Dia tidak tega melihat keadaan Reyvan sekarang, hatinya merasa sakit. Tapi dia harus menjaganya.

" Rey, bangun nak ". Vanesa mengelus tangan Reyvan yang terpasang infus.

Tring

Vanesa mengalihkan pandangannya pada ponselnya yang tergeletak di meja nakas. Ia lalu mengambilnya, membuka pesan yang di kirimkan oleh Gian.

BL Lokal | Awalnya Tantangan [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang