44

2.8K 130 11
                                    

Entah berapa lama tepatnya sejak Razzan dinyatakan koma. Sama sekali tak ada perubahan signifikan terkait kondisinya, Razzan sampai sekarang masih terbaring di ranjang rumah sakit dengan bantuan alat penopang kehidupannya. Seakan seolah-olah ia sangat nyaman dalam tidurnya tanpa peduli dengan sekitarnya, tanpa peduli dengan wanitanya.

Almeera yang selama ini hanya menghabiskan waktu menemani Razzan yang bahkan tak ia tahu kapan akan membuka mata. Almeera sampai sekarang masih menunggu Allah mendengarkan do'a-do'a yang selalu ia langitkan.

Kondisi pasangan suami-istri itu sama-sama memprihatinkan. Sang suami dalam keadaan koma, sedangkan kehidupan yang istri luluh lantak.

"Mas Razzan ...." Suaranya lirih, entah berapa kali sudah Almeera memanggil. Tangannya yang rapuh berusaha menggenggam erat jemari Razzan.

"Sampai kapan kamu seperti ini mas? kamu nggak kangen aku?"

Ruangan itu masih sunyi dalam beberapa detik Almeera masih menunggu jawaban yang tak kunjung ia dapat. Tak menyerah Almeera masih mencoba memohon Razzan membuka mata.

Sibuk dengan permohonannya pada Razzan, Almeera sampai tak sadar ada ibu mertuanya yang sudah berdiri lama dibelakangnya. Aisyah mendengarkan setiap keluh kesah menantunya, sungguh ia tak tega tapi Aisyah tak bisa apa-apa.

Tanpa sepatah katapun Aisyah mendekati Almeera, dengan lembut menarik tubuh Almeera ke dekapannya. Walaupun sempat tersentak kaget, Almeera yang dari tadi terisak kini menangis tersedu karena Aisyah datang memeluknya.

"Almeera kangen mas Razzan, kangen banget, Ummi," katanya dalam tangis, Almeera akhirnya meluapkan perasaannya dalam pelukan Aisyah.

"Bagaimana seandainya mas Razzan nggak akan bangun lagi?"

"Ya Rabb, istighfar ya nak, istighfar!" Dengan penuh kelemah-lembutan Aisyah mengusap kepala menantunya bermaksud untuk menguatkan. Mendengar ucapan Almeera membuat air mata Aisyah yang dari tadi menggenang seketika jatuh melewati pipinya.

Bukan patuh dengan Aisyah, Almeera malah merasa semakin sesak di dadanya. Melihat Razzan yang tampak tenang dalam lelapnya, membuat Almeera kian merindukan lelaki itu.

"Sampai kapan mas Razzan seperti ini, Ummi?"

Aisyah tak menjawab karena ia juga tak pernah tahu jawaban untuk pertanyaan menantunya.

"Sakit Ummi, di sini sakit." Almeera memukul dadanya yang terasa sangat sesak. Aisyah menghentikan Almeera yang menyakiti dirinya sendiri.

Selain itu yang bisa Aisyah lakukan hanyalah menenangkan Almeera dengan cara mengusap punggung ringkih tersebut. Dengan keadaan Almeera yang sekarang, Aisyah seperti melihat menantunya itu sedang berjalan di atas titian yang teramat rapuh, sehingga sewaktu-waktu bisa saja roboh dan membuatnya terjatuh. Sedangkan Aisyah hanya bisa jadi tumpuan untuk menuntun langkah kecil menantunya itu.

"Istighfar sayang, ingat Allah tidak pernah tidur," ucapnya pelan.

"Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah ...."

Setelah mengucapkan istighfar berkali-kali akhirnya Almeera berangsur tenang.

•••

Selesainya Almeera dari mushola, ia memilih segera kembali menemui Razzan. Dengan pikiran yang kosong, Almeera berjalan pelan di lorong rumah sakit yang sunyi sampai beberapa suara langkah kaki yang tergesa mengalihkan atensinya.

Almeera menyingkir ke sisi dinding untuk memberi jalan dokter dan beberapa perawat berwajah panik tersebut. Ia hanya menebak telah terjadi sesuatu pada salah satu pasien di lorong ini, dan Almeera berharap pasien itu bukan Razzan.

Namun, berikutnya, Almeera merasa jantungnya berhenti berdetak, ia lupa cara bernafas untuk beberapa detik setelah melihat dokter dan beberapa perawat tersebut ternyata masuk dalam ruang rawat Razzan yang hanya berjarak 3 pintu dari tempat Almeera berdiri sekarang.

Susah payah Almeera menyeret langkahnya menuju ruang rawat suaminya. Air mata tak dapat lagi ia bendung, saat ini hanya pikiran negatif yang memenuhi kepalanya.

Sampai di sana Almeera membuka pintu ruangan Razzan secara paksa berusaha melihat sendiri keadaan suaminya, tapi beberapa langkah sebelum mencapai Razzan, seorang perawat menghadangnya lalu membawa Almeera keluar dari ruangan tersebut.

"Saya mau melihat kondisi suami saya!" Almeera sampai berteriak di depan wajah perawat itu karena tak terima dirinya tak diperbolehkan masuk menemui Razzan.

"Dokter sedang menangani suami anda. tolong tunggu di sini kalau tidak mau suami anda kenapa-napa."

Perawat kembali masuk dan menutup pintu setelah Almeera melemah dan berhenti berontak.

kini Almeera hanya menyaksikan Razzan ditangani lewat kaca transparan yang ada pada pintu.

Waktu terasa berjalan lambat.

Almeera menangis tanpa bersuara, bahunya bergetar hebat. Wanita itu tak bisa apa-apa selain melangitkan do'a untuk sang suami.

Semoga semua baik-baik aja, mas.

Sedangkan di dalam sana, alat Defibrillator beberapa kali di gunakan untuk Razzan, tapi sepertinya tak memberikan hasil apa-apa. Jantung Razzan kian melemah tiap detiknya.

"Tidak ada harapan." Dokter berujar dengan wajah sendu karena merasa gagal menangani pasiennya.

Para perawat juga meluruhkan bahu mereka, tak bisa apa-apa jika dokter sudah berkata demikian.

Semua orang saling pandang setelah menyaksikan berhentinya detak jantung Razzan, lalu menunduk bersamaan.

"Jum'at, 15 April .... Pasien atas nama Adzriel Razzandra Atallah dinyatakan meninggal dunia."

•SELESAI•










Bercanda!!!

Belum ending kok ini, hehe.

Yayyy setelah setahun akhirnya couple ini comeback. maaf yaa bikin kalian nunggu terlalu lama.

Oh ya meskipun telat bangettttt, aku ttp mau ngucapin selamat hari raya, Minal 'Aidin wal-Faizin.

Buket Bunga untuk Almeera (Versi Baru) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang