03

4.6K 336 8
                                    

Razzan harus merelakan satu hari berharganya dengan berdiam diri di rumahnya, padahal kalau ia memilih datang bekerja hari ini ia akan mendapatkan satu hal yang bermanfaat, tetapi karena dirinya yang terlalu banyak berpikir pasal perjodohan yang direncanakan orang tuanya untuknya sehingga ia menjadi tidak bisa tidur tadi malam menyebabkan kepalanya sakit luar biasa.

Namun, Razzan masih bisa bersyukur hari ini karena ia bisa menghabiskan waktu bersama Umminya.

Saat ini Razzan sedang berbaring di sofa dengan berbantalkan paha Umminya, kepalanya dipijat dengan lembut oleh Umminya. Bersama Umminya seperti sekarang ini mampu mengurangi sedikit beban di kepalanya.

Sungguh saat ini Razzan jadi teringat masa kecilnya saat ia masih tinggal di desa. Kalau dia pulang bermain bersama teman-temannya, Razzan harus menyetorkan hafalan Qur’an-nya kepada Abahnya, maka Razzan memilih berbaring di paha Umminya sambil menyetor hafalan pada Abahnya yang akan duduk di depan dengan wajah serius yang sering kali membuat Razzan ciut dan sangat takut kalau harus menyetor hafalan. Maka sambil berbaring di paha Umminya, Razzan menyetor hafalan. Dengan cara itu rasa gugup dan takutnya berkurang.

Aisyah tiba-tiba terkekeh membuat Razzan menoleh padanya.

“Kenapa, Ummi?” tanya Razzan.

“Enggak, lucu aja kamu sampai sakit kepala gini gara-gara kepikiran soal perjodohan.”

Razzan menghela napas lemas.

“Razzan kaget, tiba-tiba banget kalian ngomongnya.”

“Maaf ya, nak. Karena terlalu tiba-tiba kamu sampai sakit,” ucap Aisyah.

“Sebenarnya rencana kami nggak setiba-tiba itu karena perjodohan ini sudah direncanakan sejak lama. Hanya saja kami menunggu waktu yang tepat untuk memberitahu kamu. Ternyata waktunya masih belum tepat ya? Kamunya sampai kaget banget.” Aisyah mengakhiri dengan tawanya.

Bolehkah Razzan jujur kalau waktunya memang tidak tepat? Karena Razzan sudah menyiapkan hati dan perasaannya pada gadis yang dia cintai dalam diam, malah harus dibuat tertohok oleh kenyataan lain yang tidak ia duga-duga.

Mau di kemanakan perasaan Razzan terhadap gadis pelanggan toko bunga itu jika ia harus menerima perjodohan itu?

Ngomong-ngomong Razzan masih belum menyetujui perjodohan yang telah direncanakan itu karena itu dia harus dibuat sakit kepala karena semalaman memikirkan keputusan yang akan ia ambil.

“Ummi dan Abah nggak mau maksa, semua keputusan ada di tangan kamu,” ujar Aisyah lagi, masih mengusap lembut kepala putranya.

Razzan diam cukup lama. Sampai-sampai dia teringat perkataan Sayyidina Ali bin Abi Thalib(Sahabat Rasulullah), yaitu: tidak perlu terlalu dikejar jika sudah menjadi jalanmu maka Allah akan memperlancar karena yang menjadi takdirmu akan mencari jalannya untuk menemukanmu.

Perkataan itu membuat Razzan berpikir untuk berhenti mengharapkan gadis yang dia cintai dalam diam. Razzan akan berpasrah pada takdir Allah dan jika gadis itu termasuk dalam rencana Allah dalam hidupnya, ia akan datang padanya entah bagaimanapun skenario yang telah Allah rancang untuknya.

“Ummi,” panggil Razzan.

“Hm?”

“Ridho orang tua sama dengan ridho Allah, benar?” Aisyah mengangguk.

“Karena Abah dan Ummi mau dan sudah meridhoi Razzan dengan gadis pilihan kalian, maka Razzan ganti maunya Razzan dengan ridho dari kalian. Atas ridho kalian dan ridho-Nya Allah, jika memang kami sudah ditakdirkan untuk bersama. Insya Allah, Razzan terima perjodohan ini.”

“Sini Ummi mau peluk!” Aisyah meminta Razzan bangun dari posisinya agar ia bisa memeluk putranya itu. Bangga sekali dia sebagai seorang Ibu yang memiliki anak seperti Razzan.

Buket Bunga untuk Almeera (Versi Baru) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang