37

1.8K 121 2
                                    

Almeera sudah dipindahkan ke ruang rawat dan di sana semua berkumpul menunggu Almeera yang belum sadar.

Razzan memandangi wajah istrinya dengan getir. Dia tidak tahu bagaimana caranya nanti memberitahu Almeera tentang kabar buruk ini.

Razzan menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi pada Almeera.

Seharusnya Razzan tidak mengizinkan saat Almeera meminta izin untuk keluar, seharusnya Razzan lebih menjaga istrinya lagi. Namun, kata seharusnya akan tetap menjadi seharusnya yang hanya akan bisa menjadi penyesalan bagi Razzan.

"M-mas." Suara Almeera begitu lirih, tapi membuat Razzan terkejut sekaligus senang bisa mendengar suara istrinya.

"I-iya sayang, mas di sini," jawab Razzan dengan lembut, ia usap perlahan kepala istrinya.

Jemari kecil Almeera yang lemah berusaha menggenggam telunjuk Razzan, lalu diraihnya oleh Razzan, ia kecup secara hangat jemari istrinya itu.

Air mata Razzan yang entah kapan melewati pipinya kemudian mendarat di punggung tangan Almeera. Bersamaan dengan itu, mata Almeera terbuka.

Dengan suaranya yang sangat pelan Almeera berujar, "hey bocil, kenapa nangis lagi hm?" Baru sadar dari masa kritisnya pun, wanitanya Razzan itu masih sempat menggoda Razzan.

Harusnya Razzan tertawa, tapi justru tangisnya yang semakin deras. Razzan berusaha menyembunyikan wajahnya agar tak dilihat Almeera, tapi dengan tangannya yang lemah Almeera membawa wajah Razzan supaya menatapnya.

"Ummi lihat, mas Razzan cengeng." Sembari menghapus air mata suaminya, Almeera mengadukan Razzan pada Aisyah yang berdiri di belakang Razzan.

Razzan berusaha untuk tertawa, tapi ia hanya bisa menampilkan sebuah senyum yang mungkin tampak menyedihkan.

"Kalian kenapa sedih?" Almeera mengedarkan arah pandangnya pada semua, melihat raut sedih dari mereka, ia berkata, "Almeera baik-baik aja kok."

Kemudian ia teringat akan sesuatu, tentang alasan yang mungkin membuat orang-orang di sekitarnya bermuka kelam.

"A-anak kita baik-baik aja 'kan? Mas Razzan, anak kita?"

Razzan mengatupkan bibirnya rapat, tak tau bagaimana menjawab pertanyaan istrinya. Sama sekali tidak ingin membuat istrinya terpukul dan bersedih karena kehilangan calon bayi mereka.

"Mas Razzan kok nggak jawab? Nggak terjadi apa-apa sama anak kita kan?" Almeera kembali bertanya karena Razzan belum memberi jawaban.

Razzan menunduk dalam, menggenggam tangan Almeera semakin erat, mencium tangan itu tanpa berniat menjawab.

Ketika Almeera menanyakan pertanyaan yang sama pada yang lain, semuanya kompak tidak memberikan jawaban pada Almeera.

"Mas Razzan, jawab!" desak Almeera agar Razzan menjawabnya.

"Maaf."

"Seandainya saya tidak lalai dalam menjaga kamu dan dia, mungkin dia masih ada di sini bersama kita. Karena saya, karena saya kita harus kehilangan dia." sambung Razzan. Setelah ini Razzan siap jika Almeera marah padanya ataupun menyalahkannya atas apa yang sudah terjadi.

Buket Bunga untuk Almeera (Versi Baru) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang