32

2K 122 0
                                    

"Kapanpun itu, mari tetap saling mencintai hingga setelah di surga nanti, mari kita buat istana yang indah di surga Allah. Sesungguhnya surga kekal abadi, bak perasaan saya kepada kamu pun akan kekal abadi."

•Dari Calon Abba

✧✧✧

Almeera sudah merasa tenang ketika dokter mengatakan bahwa kandungannya baik-baik saja. Namun, tidak sama dengan Razzan yang masih merasa kejadian yang menimpa istrinya adalah salahnya.

"Maafkan saya telah lalai menjaga kamu, Almeera." Untuk kesekian kalinya Almeera hanya mendengar kalimat maaf dari suaminya.

Perempuan yang merupakan istrinya itu menghela napas sejenak, ia usap kepala Razzan yang dari tadi menunduk.

"Mas ... Sudah ya, dokter bilang kalau anak kita baik-baik aja." Almeera membawa tangan Razzan menyentuh perut ratanya. "Aku juga sudah nggak pa-pa," katanya menyakinkan dengan sebuah senyum yang ia harap dapat meneduhkan dan memenangkan perasaan suaminya.

Selalu senyum Almeera yang mampu menjadi penenang.

"Kita sholat tahajud ya Abba? Buat ngucapin makasih sama Allah yang menjaga kita," ajak Almeera memanggil Razzan dengan sebutan Abba membuat sudut bibir Razzan terangkat.

Razzan mengangguk pelan dan Razzan membantu Almeera untuk turun dari brankar.

Tangan mereka belum juga lepas sampai di tempat wudhu mereka terpisah barulah Almeera melepaskan genggamannya.

Sebenarnya ia tak ingin melepaskan Razzan karena mimpi buruk masih menakutinya. Akan tetapi tempat wudhu perempuan dan laki-laki di mushola rumah sakit terpisah. Almeera terpaksa berpisah dengan Razzan untuk pergi ke tempat wudhu.

Selesai berwudhu, Almeera memakai mukena lalu duduk di atas sajadah yang sudah dia gelar dengan tatapan yang terus memperhatikan Razzan.

Tidak lama setelahnya Razzan menyusul, dia memakai pecinya. "Sayang ayo!" Razzan mengajak Almeera dengan lembut setelah melihat wajah sendu istrinya.

Almeera tidak mau bersuara, ia hanya menatap Razzan sekilas lalu ia berdiri. Kemudian suami istri itu melaksanakan sholat tahajud bersama dengan Razzan sebagai imam.

Tak ada siapa-siapa selain mereka di mushola itu membuat Razzan menghampiri Almeera setelah selesai melaksanakan sholat tahajud. Razzan mengulurkan tangan kanannya kepada Almeera, bukannya meraih tangan Razzan untuk ia cium, Almeera malah langsung memeluk Razzan.

Razzan tersenyum simpul. "Saya penasaran apa yang membuat istri saya menangis begitu lama, mau cerita sama saya?" tanya Razzan pelan membahas tentang apa yang terjadi kepada Almeera di rumah.

"A-aku cinta sama kamu, aku nggak mau kehilangan kamu, aku takut." Perkataan Almeera teredam karena dia memeluk Razzan, tetapi Razzan masih bisa mendengar ucapan istrinya.

"Apa yang membuat istri saya begitu ketakutan? Katakanlah, sekiranya saya bisa mengusir rasa takut itu."

"Apa sebuket bunga mawar bisa menyingkirkan rasa takut kamu, kalau bisa, besok saya belikan buket bunga untuk kamu," bujuk yang suami.

"Mas Razzan, aku takut Allah ambil kamu disaat aku baru mulai mencintai mas Razzan." Almeera menatap Razzan dengan mata yang kembali berkaca-kaca.

Lantas Razzan membalas tatapan Almeera dengan tatapan lembut, digenggamnya oleh Razzan tangan istrinya yang terasa dingin. Razzan menempelkan bibir hangatnya di atas punggung tangan Almeera, mencium punggung tangan Almeera begitu lama.

"Saya memang nggak pernah tau kapan salah satu dari kita kembali kepada Allah yang menciptakan kita. Seandainya antara kita sudah waktunya Allah panggil untuk kembali pada-Nya dan jikalau memang saya yang pertama Allah panggil, saya berjanji kamu tetap akan selalu saya cintai," tutur Razzan lembut.

"Tapi aku takut kamu pergi secepat itu," ungkap resah di hati Almeera.

"Kapanpun itu, mari tetap saling mencintai hingga setelah di surga nanti, mari kita buat istana yang indah di surga Allah. Sesungguhnya surga kekal abadi, bak perasaan saya kepada kamu pun akan kekal abadi."

"Aku janji juga akan selalu mencintai kamu," ujar Almeera sembari mengeratkan pelukannya pada Razzan.

Razzan tersenyum mendengar Almeera. Dia dari tadi memang mengkhawatirkan istrinya, tapi di satu sisi Razzan bahagia karena Almeera mengungkapkan perasaan cintanya padanya.

"Terima kasih, sayang, saya juga mencintai kamu karena Allah. Uhibbuki fillah, ya habibati."

"Sebenarnya apa yang membuat kamu ketakutan?" Razzan kembali bertanya, tapi masih dengan nada pelan karena ia tidak ingin membuat istrinya kembali menangis.

"Mimpi buruk, aku mimpi kalau mas Razzan kecelakaan dan waktu aku bangun mas Razzan nggak ada di samping aku. Itu yang bikin aku takut."

"Lagian mas Razzan malam-malam kemana?" Almeera cemberut.

"Saya ngambil ini," tunjuk Razzan pada cincin pernikahan di jari manisnya.

"Kenapa nggak bilang?"

"Mana tega saya bangunin istri saya yang tertidur nyenyak," jawab Razzan terkekeh pelan sambil mengelus kepala Almeera.

"Ya sudah sini cincinnya biar disimpan aja!" Almeera menarik tangan Razzan untuk mengambil cincin di jari Razzan. Namun, Razzan menyembunyikan tangannya.

"Biarkan saya pakai, cincin ini berharga bagi saya," tolak Razzan. Baginya cincin pernikahan tersebut adalah simbol pengikat antara hatinya dengan hati Almeera.

"Lebih berharga mas Razzan daripada cincin itu!" ujar Almeera dengan ekspresi marah, tapi menjadi lucu dipenglihatan Razzan.

"Lebih berharga kamu." Razzan mencium pipi Almeera, membuat empunya pipi diam membatu. Tiba-tiba pipi Almeera memanas dan darahnya berdesir hanya karena satu kecupan dari Razzan yang mendarat di pipinya. Hilang sudah rasa takutnya tadi, berganti dengan rasa yang tak bisa ia jelaskan.

"Y-ya udah mas Razzan boleh pakai cincinnya."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Buket Bunga untuk Almeera (Versi Baru) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang