43

3.9K 173 11
                                    

Sebaik-baiknya tempat menenangkan diri adalah di atas sajadah.

✧✧✧

Ketika Almeera membuka matanya untuk pertama kali, Almeera merasa dirinya seakan terbangun dari mimpi buruk yang memasungnya.

Namun setelah mendengar kenyataan dari Aisyah, dirinya menyadari bahwa ia masih berada dalam lembah paling buruk di mimpi itu.

"Jasad Razzan masih belum ditemukan sampai sekarang, nak." Begitulah yang Almeera dengar setelah ia mengajukan pertanyaan tentang Razzan.

"Ummi bohong? Mas Razzan nggak mungkin jatuh dari tebing karena hari itu mas Razzan masih peluk Almeera." Almeera tetap bersikeras bahwa Razzan tidak pernah terjatuh dari tebing itu. Almeera sangat yakin Razzan memeluknya. Bahkan sampai sekarang dekapan Razzan masih terasa menghangatkannya.

"Tapi kenyataannya Razzan nggak ada di sini bersama kita."

"Nggak Ummi-"

Harusnya Almeera naik pada permukaan, tapi justru dirinya semakin dibuat tenggelam pada palung paling dasar dari mimpi buruk itu. Dirinya seakan hancur lebur saat mimpi buruk itu menggenggamnya semakin erat. Dadanya semakin sesak karena rasa takut terus memenuhi paru-parunya, mengisinya dengan penuh duka.

"Mas Razzan sudah janji nggak akan mengakhiri ini," katanya penuh pilu.

"Mas!" pekik Almeera bertepatan dengan matanya yang terbuka lebar. Seketika ia menyadari bahwa yang terjadi barusan hanyalah sebuah bunga tidur yang sangat mengerikan. Almeera menyadari itu adalah bagian dari mimpi buruknya. Namun ruangan bercat putih dengan aroma khas obat-obatan itu telah menjelaskan, tak sepenuhnya ia berada dalam mimpi buruk itu. Tentang mereka yang mengalami kecelakaan dalam perjalanan adalah sebuah kenyataan, tapi dengan sungguh-sungguh Almeera berharap dekap Razzan waktu itu juga adalah sebuah kenyataan.

Almeera tidak tahu sudah berapa lama ia berada dalam ruangan hampa itu. Yang pertama kali ia lakukan setelah benar-benar tersadar adalah melepas masker oksigen dan infus dari tangannya. Yang pertama ingin ia cari adalah Tuhannya. Almeera sangat ingin mencari tahu keadaan suaminya saat ini, tapi yang lebih penting sebelum ia mengetahui itu adalah mengadu pada Allah lebih dulu, meminta Allah untuk terus menjaga suaminya. Maka dari itu dengan menahan kepalanya yang pening, tertatih ia berjalan menuju mushola rumah sakit.

Air matanya tak dapat lagi Almeera bendung ketika teringat ia dan Razzan pernah sholat berdua di tempat ini.

Almeera mengingat apa yang pernah Razzan ucapkan di tempat ini.

"Saya memang nggak pernah tau kapan salah satu dari kita kembali kepada Allah yang menciptakan kita. Seandainya antara kita sudah waktunya Allah panggil untuk kembali pada-Nya dan jikalau memang saya yang pertama Allah panggil, saya berjanji kamu tetap akan selalu saya cintai," tutur Razzan lembut.

"Tapi aku takut kamu pergi secepat itu," ungkap resah di hati Almeera.

"Kapanpun itu, mari tetap saling mencintai hingga setelah di surga nanti, mari kita buat istana yang indah di surga Allah. Sesungguhnya surga kekal abadi, bak perasaan saya kepada kamu pun akan kekal abadi."

Dengan mengingatnya mampu membuat air mata Almeera berjatuhan semakin deras.

Keinginan Almeera sekarang adalah mengatakan pada Razzan berkali-kali bahwa ia tidak ingin Razzan pergi secepatnya itu. Namun yang bisa dilakukannya sekarang adalah mengadukan itu pada Allah, merengek dengan kalimat itu sebanyak yang ia bisa hanya pada Allah.

Setelah selesai mensucikan dirinya, kemudian Almeera memakai mukena dan sajadah yang tersedia di mushola tersebut. Dengan kaki yang lemas Almeera memaksakan dirinya tetap berdiri tegak untuk menghadap Rabb-nya. Sepanjang sholatnya Almeera bergetar, menangis tiada henti. Sujudnya begitu lama untuk memohon pada Sang Maha Penyayang agar suaminya selalu dalam perlindungan-Nya.

•••

Lepas sholat. Dengan tenaga yang hampir terkuras habis Almeera mencoba berdiri karena setelah ini tujuannya adalah mencari Razzan. Secara tergesa ia bangkit setelah selesai berdo'a panjang. Ketika berpaling untuk keluar dari mushola, Almeera mendapati Aisyah berdiri tegak di pintu dengan wajah cemas yang kentara.

"Ya Allah, Almeera." Begitu saja Aisyah menghamburkan diri memeluk menantunya.

"Sayang, kamu sudah tiga hari belum sadar, tapi setelah sadar kamu malah menghilang dari ruangan kamu. Kami semua panik mencari kamu," beritahunya.

"Maaf Ummi," ucap Almeera merasa bersalah membuat keluarga khawatir. "Almeera cuma mau menenangkan diri. Karena mas Razzan pernah bilang kalau sebaik-baiknya tempat menenangkan diri adalah di atas sajadah."

"Ummi ... Mas Razzan?" cicit Almeera. Sungguh ia sangat takut bertanya, karena dalam mimpinya Aisyah menjawab dengan jawaban yang paling mengerikan. Kali ini Almeera merapal do'a dalam hatinya, semoga jawaban Aisyah bukan seperti yang ia dengar dalam mimpi buruk itu.

"Razzan ada. Ummi rasa dia membutuhkan kamu sekarang," jawab Aisyah dengan senyum menenangkan.

Pelukan Almeera semakin erat saat mendengar jawaban Aisyah. Syukur terucap lirih dari bibirnya.

Kemudian keduanya beranjak menuju ruangan tempat Razzan dirawat.

Begitu masuk ke dalam, seketika seluruh tubuh Almeera kembali bergetar. Almeera tersayat hatinya saat melihat hampir sekujur tubuh suaminya dipenuhi luka. Terpasang berbagai macam alat penopang kehidupan untuknya. Almeera sesak membayangkan rasa sakit yang suaminya itu rasakan.

Dengan tangisnya yang hebat, Almeera duduk pada bangku di samping ranjang tempat Razzan terbaring lemah. Satu-satunya bagian tubuh yang berani Almeera sentuh adalah jari telunjuk Razzan, bagian lain tak berani Almeera sentuh karena takut ia hanya akan semakin menyakiti suaminya.

"Mas." Almeera memanggil dengan penuh kelemahan lembutan.

"Ummi, kenapa mas Razzan nggak bangun? Ummi bilang mas Razzan pasti membutuhkan Almeera, tapi kenapa setelah Almeera ke sini mas Razzan nggak mau bangun buat lihat Almeera?" tanya perempuan itu.

"Iya sayang, Razzan sangat membutuhkan kamu untuk menguatkan dia. Tolong buat Razzan mau bertahan ya sayang."

Almeera menautkan alisnya, tanda bahwa ia tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Aisyah.

Abah Ridwan, Ayah Akbar dan Bunda Sarah yang berada di sana hanya bisa menahan tangis mereka, karena mereka sudah tahu apa yang terjadi dengan Razzan.

"Maksud Ummi apa?"

"Razzan koma," beritahu Aisyah secara gamblang.

"Hanya Allah yang tahu sampai kapan dia akan seperti ini. Maka selama itu Razzan membutuhkan kamu sebagai penguat agar dia bisa bertahan."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Buket Bunga untuk Almeera (Versi Baru) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang