Ketika kembali ke rumah bersama Seokjin yang mendorong kursi rodanya, Yoora merasakan suasana rumah kini terasa berubah. Dadanya terasa begitu sakit mengingat lagi apa yang sudah ia lalui di rumah ini selama masa kehamilannya.
Ditambah lagi tatapan yang ditunjukkan Mina membuatnya tidak nyaman. Yoora lantas menundukkan kepalanya untuk mengindari tatapan kasihan yang ditujukan oleh Mina, sementara kedua tangannya saling menggenggam dengan erat.
"Mina tolong siapkan makan siang untuk Yoora. Dia belum—"
"Tidak usah!" Sela Yoora. "Aku ingin langsung tidur saja."
"Tapi kau belum makan apa pun sejak kemarin, Yoora." Ucap Seokjin pelan. Ia lantas berjongkok di hadapan Yoora untuk menatap langsung wajah istrinya itu, tapi yang ia temukan justru tangisannya. "Yoora....." Tangannya terangkat untuk mengusap tetesan air mata Yoora, tapi Yoora sudah lebih dulu menghindar.
"Aku mengantuk dan hanya ingin tidur. Tolong jangan memaksa."
Lantaran tidak tega melihat Yoora menangis, Seokjin pun menghela nafas panjang sebelum mendorong kursi roda Yoora menuju kamar. Perlahan ia pun menggendong Yoora dan mendudukkannya di ranjang.
Belum sempat Seokjin berbicara, Yoora sudah lebih dulu berbaring membelakanginya lalu menarik selimut sampai menutupi seluruh tubuhnya. Untuk sejenak ia sempat merasakan usapan lembut di kepalanya sebelum akhirnya terdengar langkah kaki yang perlahan menjauh.
Tangis yang sejak kemarin ia coba tahan akhirnya pecah juga. Tubuh Yoora langsung bergetar ketika isakan mulai keluar dari mulutnya. Ia lantas memukul pelan dada untuk mengurangi rasa sesak, tapi sepertinya itu hal yang sia-sia karena rasa sesaknya justru semakin bertambah, apa lagi ketika ingatan tentang Ayahnya kembali muncul di kepalanya.
"Appa..." Lirih Yoora sambil meremas Bantal.
Tangisannya semakin bertambah parah seiring dengan kenangan-kenangan indah bersama kedua orang tuanya mulai bermunculan.
Dulu Yoora pernah berjanji akan mengajak Ayahnya jalan-jalan jika keadaan Ayahnya membaik, tapi ternyata Tuhan punya rencana lain. Ayahnya sudah lebih dulu pergi tanpa memberikan Yoora kesempatan untuk membahagiakannya.
Belum cukup sampai disana, bayi yang ia harapkan akan menjadi penguatnya justi juga memilih untuk pergi, meninggalkan Yoora dalam lubang kesedihan yang tidak bisa ia jelaskan lagi bagaimana sakitnya.
Yoora merasakan dunianya runtuh seketika dalam satu kedipan mata. Ia tidak tahu harus berbuat apa setelah ini, tapi rasanya mati seperti menjadi pilihan paling tepat baginya saat ini.
•••••
Hari-hari selanjutnya, Yoora menjalaninya seperti mayat hidup. Ia hanya akan tidur, makan ketika disuruh lalu kembali ke kamar dan mengurung diri Disana seharian penuh. Ketika ditanya pun, Yoora menjawab dengan gelengan dan anggukan.
Tapi terkadang Yoora sama sekali tidak memberikan respon apa pun dan hanya melamun sambil menatap pada pintu balkon yang dibiarkan terbuka.
Seokjin dan kedua orangtuanya tentu saja sangat mengkhawatirkan keadaan Yoora itu, mereka berusaha untuk membantu Yoora agar tidak bersedih lagi. Ny Kim bahkan memilih menginap dikediaman Seokjin dan Yoora untuk membantu putranya mengurus Yoora. Tak jarang ia diam-diam menangis saat melihat bagaimana terpuruknya keadaan Seokjin dan Yoora, seperti yang ia lakukan sekarang.
Berdiri di ambang pintu kamar yang sedikit terbuka, Ny Kim mengusap pelan air matanya ketika merasakan kehadiran seseorang di belakangnya disusul dengan usapan pada bahu. Saat tahu jika Seokjin yang datang, Ny Kim lantas menunjukkan senyum sedih.
"Eomma sedang apa di sini?" Tanya Seokjin.
Ia lantas mencoba mengintip ke dalam kamar dan menghela nafas panjang melihat Yoora yang duduk di ranjang sambil memeluk baju bayi yang dulu sempat dibelikan oleh Ny Kim.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORCED MARRIAGE || KSJ [On Going]
RomanceKejadian satu malam itu benar-benar menjadi sebuah mimpi buruk bagi Kim Seokjin, ia tidak menyangka jika wanita yang ia tiduri itu akan berakhir mengandung darah dagingnya, astaga! Seokjin bahkan tidak mengenal siapa wanita antah berantah itu, tapi...