Sudah 20 menit berlalu untuk Seokjin duduk termenung di sebuah kafe dengan segelas kopi pahit yang isinya telah berkurang banyak. Dan selama itu pula Seokjin masih memilih bungkam, mengabaikan keberadaan Nara yang sejak tadi duduk di hadapannya.
Wajah wanita itu menampilkan ekspresi sedih, ikut merasa prihatin dengan kondisi Seokjin sekarang yang terlihat seperti tak punya semangat hidup, tatapan pria itu bahkan terlihat kosong.
Jujur Nara sebenernya tidak pernah menyangka jika Seokjin akan jadi seperti ini setelah apa yang terjadi antara Seokjin dan Yoora. Padahal dulu ketika mereka masih menjalin hubungan, Seokjin tidak pernah seputus ada ini bahkan saat mereka bertengkar hebat sekali pun.
Dalam hati kecilnya, Nara sejujurnya merasa cemburu karena hanya Yoora yang mampu menggeser posisinya yang lebih dulu bersama Seokjin. Tapi kini Nara sudah belajar untuk merelakan Seokjin secara perlahan, karena ia sendiri sadar jika keadaan tidak akan bisa kembali seperti semula. Dan Nara tidak ingin hidupnya hanya berada dititik itu saja
Meskipun terasa sulit, Nara yakin jika cepat atau lambat ia akan bisa melupakan Seokjin, apa lagi dengan kehadiran Brian yang terus mendekatinya dan membuat Nara sempat berdebar oleh perlakuan pria itu.
Tanpa sadar Nara tersenyum tipis ketika mengingat Brian, namun ia langsung menggelengkan kepala untuk menghilangkan tingkah konyolnya barusan. Ia kemudian kembali menatap Seokjin, dan menghela nafas panjang sebelum memanggil Seokjin untuk menyadarkan pria itu.
Seokjin seketika tersadar. Ia lantas menatap Nara dengan tatapan bersalahnya. "Maaf, aku lupa kau ada disini."
"Tidak apa-apa, aku mengerti." Nara menatap kedua mata Seokjin lekat, berusaha untuk mencari tahu seberapa dalam terlukanya pria itu. Namun sayangnya pria itu langsung mengalihkan pandangannya. "Aku..... Sudah mendengar semuanya dari ibumu, Jin."
Seokjin menoleh cepat. "Eomma menemui mu ?"
"Kami tidak sengaja bertemu beberapa hari yang lalu."
"Eommaku.... Tidak melakukan hal buruk padamu kan?"
Nara tersenyum tipis sebelum menggeleng pelan. "Ibumu datang untuk meminta maaf, dan dua juga bercerita mengenai apa yang terjadi padamu dan.... Istrimu." Ia lantas menatap kedua mata Seokjin dengan pandangan nanar. "Aku ikut berduka atas apa yang terjadi pada bayimu, Jin." Ucap Nara pelan.
Seokjin tak langsung menjawab, melainkan menundukkan wajah untuk menyembunyikan air matanya yang mendadak menggenang.
" Mungkin ini balasan untukku, sejak dulu aku sudah banyak menyakiti banyak orang. Bahkan aku juga mengingkari janjiku padamu." Ia lantas mengusap air matanya sebelum menatap Nara dengan tatapan menyesalnya.
"Maafkan aku karena pernah menyakitimu."
"Aku sudah memaafkanmu Seokjin. Untuk janji itu, aku sudah tidak membutuhkannya lagi." Nara mengerjap pelan, mencoba menahan tangis di hadapan Seokjin.
"Aku akan belajar untuk merelakan mu, Jin. Dan aku harap kau juga akan menemukan kebahagiaan mu sendiri nanti." Ucap Nara dengan senyuman yang tulus.
"Terima kasih. Sekali lagi maafkan aku yang pernah menyakitimu." Seokjin tersenyum tipis, meski air matanya menggenang. "Aku juga berharap kau akan menemukan orang yang lebih baik dariku."
"Sebenarnya aku..... Sudah menemukannya." Ucap Nara dengan wajah yang perlahan memerah, membuat Seokjin jadi mengingat ketika Nara menyatakan cinta pada seniornya di kampus dulu.
"Oh iya? Siapa dia?
Nara mengibaskan tangannya dengan wajah yang semakin memerah.
"Kau tidak perlu tahu, tapi yang jelas aku akan mengenalkannya padamu nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
FORCED MARRIAGE || KSJ [On Going]
DragosteKejadian satu malam itu benar-benar menjadi sebuah mimpi buruk bagi Kim Seokjin, ia tidak menyangka jika wanita yang ia tiduri itu akan berakhir mengandung darah dagingnya, astaga! Seokjin bahkan tidak mengenal siapa wanita antah berantah itu, tapi...