Denting piano terdengar lembut, berbaur dengan gelak tawa anak-anak. Para wanita dengan pakaian terbaik mereka, berbaur di lantai satu bersama para laki-laki berjas atau bertuxedo. Rumah besar lantai dua itu, seakan penuh oleh orang-orang yang menguarkan wangi bunga dari tubuh mereka. Makanan dan cemilan disajikan di atas meja panjang dengan pelayan berkeliling membawa minuman di atas baki.
Di lantai atas, seorang perempuan cantik berdiri di depan cermin tinggi. Perempuan itu mengenakan gaun pengantin perak abu-abu dengan lengan pendek dan ekor gaun yang menjuntai hingga ke lantai. Rambut coklatnya disanggul dengan tiara kecil bertabur kristal. Beberapa orang mengerumuni, sibuk merapikan tudung, gaun, atau pun rambut sang pengantin. Ada buket bunga besar di samping cermin. Pengantin itu menatap bunga-bunga yang terangkai di sana dengan senyum terkembang. Ia mengusap kelopak bunga Peony merah jambu dengan lembut. Pengirim buket adalah Lukas dan laki-laki itu tahu kalau bunga Peony adalah kesukaannya.
Pintu membuka, masuk seorang perempuan setengah abad yang menghampiri pengantin dan berkata dengan suara serak.
"Gadisku yang cantik. Sungguh mama tidak menyangka hari ini kamu akan menikah."
Cleora menoleh, meraih tangan sang mama dan menggenggam penuh kasih. Dari semalam sang mama terus menerus menangis, membayangkan anak gadisnya akan menikah.
"Ma, aku masih tinggal di kota ini."
Kiyoko berusaha tersenyum, meski hatinya pedih karena akan kehilangan anak perempuannya. Ia tahu, Cleora tidak akan pindah ke kota lain, hanya saja rumah mereka yang besar akan sepi karena kehilangan satu orang penghuninya.
"Kamu memang tinggal di kota ini, tapi bukan dengan kami. Melainkan ikut keluarga Lukas."
"Tidak jauh, Ma."
"Aku tahu, Sayang. Biarkan Mama memainkan sedikit drama karena akan kehilangan kamu."
"Aaah, Mama."
Keduanya saling berpelukan dengan mata sembab. Cleora sendiri tidak dapat menahan isak karena akan berpisah dengan orang tuanya. Di rumah ini, ada dua anak gadis, dirinya dan sang kakak Carolina. Namun, sang kakak yang sepertinya menyukai hidup bebas, tidak tertarik dengan pernikahan.
Hari ini adalah momen penting dalam hidupnya tapi kakak laki-lakinya mengatakan tidak bisa datang karena sedang di luar kota. Dalam hati Cleora mengerti kalau istri sang kakak, memang tidak berniat datang. Semua orang tahu, perempuan itu membenci keluarga Cleora karena dianggap tidak cukup kaya dibanding mereka. Padahal, dengan jabatan sang papa sebagai anggota dewan mereka tergolong mampu. Tetap saja, itu tidak memuaskan bagi istri kakaknya, Clevin.
"Sayang sekali Clevin tidak bisa hadir," ucap Kiyoko sendu.
"Clevin ke luar kota, Ma."
"Tapi, Heana harusnya bisa datang membawa anak-anak."
"Mungkin besok."
Cleora tahu kalau kakaknya tidak mungkin datang di hari pernikahannya, tapi ia tidak ingin sang mama menangis. Sudah cukup mamanya bersedih karena akan berpisah dengannya, tidak perlu lagi ditambah oleh perasaan merana karena memikirkan anak laki-laki yang tidak mencintai mereka.
"Hei, kita mau ke acara pernikahan. Bukan berkabung untuk kematian. Kenapa kalian menangis?"
Kali ini, masuk seorang perempuan cantik berambut pirang madu, memakai gaun pengantin merah darah. Perempuan itu tersenyum pada Cleora dan memeluknya.
"Jangan nangis terus, riasanmu bisa hancur."
Cleora mengangguk, melepaskan diri dari pelukan sang kakak dan membiarkan seorang perias membantunya mengusap air mata serta memberikan sentuhan terakhir di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Tawanan
RomanceKisah kedua dari keluarga Camaro, sang mafia Drex Camaro yang menculik pengantin orang lain, Cleora dan menjadikan tawanannya. Semuanya bukan tanpa sebab, keberadaan Cleora justru membahayakan bagi banyak orang. Bagaimana kisah Cleora yang harus men...