"Mulai kapan kamu punya teman aneh begitu. Memangnya Drex membiarkanmu keluar?"
"Papa, aku sudah nggak tinggak lagi bersama Tuan Drex. Temanku ini yang menampungku."
Haman melotot, begitu pula Carolina dan Kiyoko. Pandangan mereka menyapu Jenggala dari atas ke bawah dan tidak bisa menyembunyikan dengkusan meremehkan. Penampilan Jenggala yang sederhana hanya memakai celana cargo, dengan jaket dan topi, lebih terlihat seperti berandalan.
"Kamu nggak mau pulang, tapi malah tinggal bersama dia?" Kiyoko bertanya dengan nada sakit hati.
Cleora tersenyum, mengusap lengan Jenggala yang tertutup jaket. "Dia temanku, Ma."
"Kami keluargamu!"
"Memang, tapi rumah ini bikin aku sesak. Aku nggak bisa tinggal di sini."
"Kamu membuat malu!" Haman berteriak emosi.
Cleora menghela napas panjang, berusaha meredakan emosi yang menggelegak alam dada. Ia mengalami begitu banyak hal dalam hidup, dan yang dilakukan keluarganya hanya takut soal malu. Mereka malu kalau nama baik akan tercoreng, tapi sama sekali tidak peduli dengan dirinya. Sungguh ironis.
"Papa hanya peduli pada rasa malu keluarga, tapi sejujurnya tidak pernah mengerti benar tentang aku." Cleora memejam. "Aku datang hanya ingin mengambil barang-barangku."
"Memangnya kamu mau kemana?" Kali ini Carolina yang bertanya.
Cleora mengangkat bahu. "Kemana saja, jauh dari kota ini. Temanku mengatakan, ada pekerjaan di kota lain, aku ingin ke sana."
"Kamu nggak boleh kemana-mana." Haman berkata keras. "Kamu tetap tinggal di sini!"
"Papa nggak bisa maksa aku. Lagipula, aku datang untuk berpamitan pada kalian. Terutama pada Mama." Cleora mendekati Kiyoko dan memeluknya. "Maafkan aku, Mama. Semoga kamu mengerti kenapa aku melakukan ini."
Kiyoko mengusap punggung anak bungsunya. "Mau kemana kamu, Cleora. Kenapa harus pergi?"
"Aku nggak bisa lagi tinggal di sini, Ma. Rasanya seperti sesak napas."
"Kami keluargamu, bukan tali yang menjeramu. Bisa-bisanya kamu mengatakan terasa sesak napas di sini?" Carolina maju, menatap Cleora tajam. "Kamu marah padaku?"
Cleora menggeleng. "Nggak! Kamu jatuh cinta dengan Lukas, nggak masalah. Kalian bebas."
"Kenapa?" Mata Carolina menyipit curiga. "Kamu jatuh cinta dengan laki-laki lain?"
Cleora tergelak. "Percayalah kakakku, Sayang. Kalau pun aku jatuh cinta dengan laki-laki lain, itu memang karena aku cinta, Bukan karena sakit hati atau apa pun itu. Kalau kamu tidak percaya tentang perasaanku pada Lukas, suatu hari nanti aku akan bicara dengannya. Untuk membebaskan kalian melakukan apa pun itu."
Carolina terlihat ragu, menatap tak berkedip pada adiknya. Sikap Cleora yang patuh dan tidak menuntut seperti ini, membuatnya curiga. Adiknya seakan sedang menyembunyikan sesuatu. Semenjak diculik, sikap Cleora penuh misteri.
"Satu hal yang kami ingin tahu. Kalau kamu mau menjawabnya."
Cleora mengangangkat sebelah alis. "Ya?"
"Drex terkenal sebagai penjahat yang paling garang. Kenapa dia tidak melukaimu atau mem-bunuhmu?"
"Carolina!" tegur Kiyoko. "Jaga mulutmu!"
Pertanyaan Carolina mengejutkan semua orang. Cleora tersenyum kecil, tidak terusik oleh pertanyaan itu. Ia menatap sang kakak tajam dan balik bertanya.
"Apa itu yang kamu inginkan? Aku dibunuh Drex?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Tawanan
RomantikKisah kedua dari keluarga Camaro, sang mafia Drex Camaro yang menculik pengantin orang lain, Cleora dan menjadikan tawanannya. Semuanya bukan tanpa sebab, keberadaan Cleora justru membahayakan bagi banyak orang. Bagaimana kisah Cleora yang harus men...