Drex menatap beberapa laki-laki yang sedang berjongkok di ruangan, wajah dan tubuh mereka penuh luka cakar. Setelah diancam dengan gigitan anjing, mereka akhirnya mengaku. Orang-orang itu meringkuk takut saat melihat kedatangannya. Sungguh berbeda sikap saat melakukan aksi kejatahannya. Sebenarnya, ia tidak terlalu peduli dengan pengacau kecil macam mereka, tapi sengaja melakukannya di hari pernikannya adalah salah. Mengamati mereka satu per satu, ia menatap Janitra.
"Kamu kirim dua di antara mereka ke kantor polisi. Jangan bilang apa pun."
Janitra mengangguk. "Baik, Tuan."
"Jenggala, sisanya biarkan di sini. Aku ingin memastikan sisa kelompok mereka."
"Iya, Tuan."'
Suara desah kelegaan terdengar saat mereka kembali menutup pintu gudang. Drex mengajak pengawalnya menuju pertokoan di pinggiran kota. Ada banyak kedai dan kantor yang buka. Tidak ingin menarik perhatian, Drex memakai topi hitam dan kacamata. Mereka berdiri di depan kios penjual buku bekas. Drex meraih buku buku yang ditumpuk di depan dan membuka-bukanya. Janitra masuk ke toko di mana beberapa pembeli sedang memilih buku. Jenggal pergi entah kemana. Saat pembeli buku pergi, seorang laki-laki pincang datang dan memberi isyarat pada Janitra untuk menutup toko. Jenggala datang membawa bungkusan kopi dan kue-kue manis.
"Selamat atas pernikahanmu." Laki-laki itu menggigit kue berisi krim vanila, mencecap rasanya yang manis dan membuat bibirnya kotor oleh krim. "Sayang, aku nggak siapin kado."
"Kamu nggak kaget dengan pernikahanku?" tanya Drex.
Laki-laki itu menggeleng. "Untuk apa kaget? Justru itu perlindungan yang terbaik yang bisa kamu berikan pada Cleora. Selama orang-orang tahu kalau dia istrimu, sedikit yang akan berani menyentuhnya. Ingat, sedikit bukan berarti tidak ada."
"Aku pikir kamu menginginkan perlindungan yang lain."
"Nggak, pernikahan adalah hal bagus yang terjadi untukmu. Aku yakin, Cleora adalah perempuan yang baik. Kalau tidak, mana mungkin kamu menikahinya dengan banyaknya perempuan di luar sana yang mengharapkanmu menjadi suami mereka."
Drex tidak mengatakan apa-apa, meneguk kopinya dengan pikiran melayang pada Cleora yang tergolek kelelahan di atas ranjang. Sampai sekarang ia masih tidak mengerti, apa yang membuatnya menikahi perempuan itu. Padahal, dengan menjadi kekasih pun, orang-orang tidak akan berani menyentuh Cleora. Mungkin, ia memang sedikit gila, tapi merasa kalau Cleora layak mendapatkan perlindungan terbaik.
"Apa rencanamu selanjutnya? Tentang orang-orang itu. Kalau tidak salah dengar ada yang mengacau di pernikahanmu?"
Drex menatap orang itu sambil mengangguk. "Anak buah Vikar."
"Kepala polisi? Untuk apa dia melakukan itu?"
"Masih tanda tanya."
"Kalau memang dia ingin mengacaukan pernikahanmu, gunakan polisi. Bukan malah menyewa para begundal!"
"Itu yang aku sedang selidiki."
"Hati-hati juga, mereka mulai bergerak ke Utara dengan senjata api. Menjual dengan harga setinggi mungkin untuk membunuhi masyarakat sipil."
"Senjataku aman."
Laki-laki pincang itu menghabiskan kuenya, mengambil kopi yang disiapkan dan meneguknya. "Drex, apa rencanamu selanjutnya. Kalau kamu ingin menyelidiki rencana orang-orang itu, kamu tidak bisa tinggal di rumah besarmu di tengah hutan itu. Kamu perlu tempat yang strategis untuk mengamati semuanya."
Drex menyembunyikan rasa kagetnya, mendapati laki-laki itu tahu di mana tempat tinggalnya. Masalahnya, tidak banyak orang yang tahu di mana rumahnya. Hanya orang-orang tertentu yang dianggao dekat. Laki-laki di depannya, mereka bahkan baru kenal beberapa bulan tapi banyak tahu tentang dirinya. Memang tidak diragukan lagi cara kerjanya dalam mencari informasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Tawanan
RomansaKisah kedua dari keluarga Camaro, sang mafia Drex Camaro yang menculik pengantin orang lain, Cleora dan menjadikan tawanannya. Semuanya bukan tanpa sebab, keberadaan Cleora justru membahayakan bagi banyak orang. Bagaimana kisah Cleora yang harus men...