Dari mejanya Cleora menatap samar-samar ke arah kakaknya yang sedang menghampiri Drex. Ia tidak tahu apa yang dibicarakan mereka dan tapi merasa tidak menyukainya. Bukankah Carolina baru saja berganti gaun? Pakaian yang dikenakan semula sangat anggun dan kini berubah menjadi sexy. Apakah kakaknya sudah merencanakan itu? Ini pesta pernikahannya, dan Carolina beranggapan seolah sedang berada di pesta biasa. Cleora mencengkeram gelasnya dengan kesal.
Apakah Carolina berencana ingin mendekati Drex setelah puas dengan Lukas? Apakah kakaknya berpikir dengan kecantikannya bisa mendapatkan laki-laki mana pun yang disukainya? Apakah Carolina tidak tahu kalau Drex itu suaminya? Kalau memang ingin bicara dengan Drex, bukankah lebih baik melakukannya di depan semua orang? Kenapa harus menghampiri saat suaminya sendirian? Cleora benco dengan pikirannya yang picik.
"Miss, ada apa?" tegur Baron.
Cleora menggeleng. "Nggak ada apa-apa. Aku ingin muntah. Bisakah kamu membantuku ke kamar mandi?"
Baron mengangguk, mengulurkan lengannya. Cleora meraih dan berjalan tertatih di kamar mandi. Baron menunggu di pintu toilet, sementara Cleora muntah. Setelah perutnya kembali kosong, ia bangkit dengan terhuyung dan melangkah ke arah wetafel. Di depan kaca berdiri seorang perempuan bergaun hitam yang tidak dikenalnya. Perempuan itu menoleh sekilas padanya dan tersenyum.
"Mabuk?"
Cleora meringis dan mengangguk. "Iya."
"Kamu sepertinya bukan tipe orang yang suka minum."
"Memang, toleransiku terhadap alkohol sangat tipis."
"Benarkah?" Perempuan itu membalikkan tubuh, menatap Cleora tajam. Bola matanya bersinar ingin tahu. "Kamu seperti bukan selera Drex. Biasanya, laki-laki itu mengencani perempuan tangguh terhaap alkohol."
Cleora mengedip takjub. "Kamu mengena suamiku"
"Tentu saja, aku di sini sekarang. Bagaimana aku bisa ada di tempat pesta tanpa diundang?"
Cleora tanpa sadar merasa takjub memandang perempuan di sampingnya. Dengan wajah tirus, bibir penuh, dan tubuh yang langsing, ada sesuatu yang tidak mudah untuk dijelaskan. Senyum perempuan itu menarik, dan gerak tubuhnya sangat menggoda. Pakaian yang digunakan cenderung sopan, meski begitu tidak bisa menghilangkan kesan sexy darinya.
"Maaf, aku nggak kenal kamu."
Perempuan itu tersenyum, mengulurkan jemarinya yang berkuku palsu dengan hiasan yang indah dan mengusap lembut pipi Cleora.
"Tentu saja, kita akan saling mengenal mulai sekarang, Sayang. Kamu begitu cantik, lembut, dan terkesan rapuh. Semoga kamu tahu, tipe laki-laki apa yang kamu nikahi. Karena menurutku, kamu dan Drex tidak cocok sama sekali."
Belum hilang rasa heran Cleora, perempuan itu sudah berbalik dan menghilang di balik pintu. Cleora menghela napas, kembali menghadap cermin. Wajahnya cukup pucat meski dirias. Ia membasuh wajah dengan air, mengeringkannya dan berniat untuk merapikan make-upnya nanti. Saat keluar, Baron masih menunggunya.
"Baron, apa kamu melihat perempuan yang baru saja keluar?"
Baron menggeleng. "Tidak, Miss."
"Benarkah? Apakah kamu melewatkannya. Karena perempuan itu baru saja keluar dari sini."
Baron menatap Cleora dengan kuatir. "Terjadi sesuatu, Miss. Apa kita perlu meminta Tuan menggeledah pesta dan menemukan perempuan itu?"
Cleora menggeleng. "Tidak perlu. Bukan sesuatu yang penting." Meski begitu ia tidak bisa bilang, kalau kata-kata perempuan itu mengusiknya. Mungkin sebaiknya ia lupakan saja apa yang baru dilihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Tawanan
RomanceKisah kedua dari keluarga Camaro, sang mafia Drex Camaro yang menculik pengantin orang lain, Cleora dan menjadikan tawanannya. Semuanya bukan tanpa sebab, keberadaan Cleora justru membahayakan bagi banyak orang. Bagaimana kisah Cleora yang harus men...