Kamar hotel yang biasanya selalu panas oleh bara asmara dan gairah, kali ini terasa dingin. Tidak ada sikap manja, erangan penuh hasrat, dan juga rayuan mendamba. Sepasang kekasih saling memandang dari ujung ranjang, duduk dengan sikap kaku dan menantang dinginnya pendingin ruangan. Berapa lama mereka seperti itu? Lukas menghitung sepertinya satu jam sudah berlalu.
Carolina menolak beranjak dari tempatnya. Perempuan cantik itu sibuk mengikir kuku. Tidak peduli meski Lukas terlihat kebingungan. Ia sengaja membiarkan laki-laki itu menunggu dalam resah, seperti yang dirasakannya dalam beberapa minggu ini. Seenaknya saja Lukas ingin membuangnya hanya karena Cleora kembali. Jangan harap! Dirinya bukan tisu, selesai digunakan diremas lalu dibuang ke tempat sampah. Ia menolak diperlakukan tidak adil dan akan bertahan dengan statusnya sebagai kekasih Lukas.
Banyak orang mencibirnya, hanya karena ia menjalin hubungan dengan Lukas segera setelah Cleora diculik. Mereka mengharapkannya berkabung, menunggu sang adik ditemukan. Nyatanya, ia dan Lukas bermain cinta tepat dua minggu setelah Cleora pergi. Siapa yang salah? Tidak ada. Karena mereka saling mencintai. Orang-orang bodoh itu hanya bisa mengira-ngira dan mencemooh.
"Carolina, bisa kita mulai bicara?" Lukas bertanya dengan suara lembut.
Carolina mengangguk, tanpa mengangkat wajah. "Bicaralah."
"Bisakah kamu fokus padaku dulu? Apa yang ingin aku bicarakan itu penting."
"Penting buatmu, tapi nggak buatku. Kamu sudah mengatakan dari awal kita masuk ke kamar ini, kalau kamu ingin mengakhiri hubungan kita bukan?"
Lukas menyugar rambut dengan gundah. Jawaban Carolina yang ketus membuatnya berpikir kalau ini tidak mudah. Namun, tidak boleh menyerah.
"Kamu tahu bukan, bagaimana pendapat papaku?"
"Yang menjalani hubungan itu kita, bukan papamu. Selama ini papamu juga diam saja saat kita bersama. Kenapa sekarang berubah? Karena Cleora?"
"Bu-bukan begitu Carolina."
"Kamu bilang sama papamu, untuk hadapi dulu papaku sebelum ikut campur dalam hubungan kita. Cleora datang setelah kita bersama selama beberapa bulan. Kamu bersedih, aku yang menghibur. Aku menemanimu setiap saat, dan selalu memperlakukanmu dengan baik. Coba lihat, apa balasanmu, hah!
Lukas menghela napas, rencana hari ini untuk bicara baik-baik dengan Carolina gagal sudah. Ia tahu kalau perempuan itu tidak akan melepaskan dirinya begitu saja, tapi desakan sang papa membuatnya harus bertindak.
"Kamu menginginkan sesuatu?"
Carolina menatapnya sambil tersenyum. "Kamu ingin menyogokku?"
"Bu-bukan, hanya menawarkan hadiah."
"Kamu tahu apa yang aku inginkan?" Carolina membiarkan kata-katanya menggantung di udara. Ia bangkit dari ujung ranjang, melemparkan gunting kuku dan tasnya ke sofa. Jemarinya dengan terampil mengangkat gaun yang dipakai dan hanya tersisa celana dalam serta bra merah. Ia mendekati Lukas yang menatapnya sambil menelan ludah. Duduk mengangkang di atas pangkuan Lukas dan jemarinya meremas kejantanannya.
"Ini yang aku inginkan dari kamu," bisiknya menggoda. Menjilat telingan Lukas. Ia melepas bra, meraih tangan Lukas ke dadanya dan tersenyum saat laki-laki itu mulai meremasnya. "Kamu suka?"
Lukas mengangguk, matanya mulai bercahaya karena nafsu. "Su-suka."
"Kalau begitu, tunggu apa lagi? Aku suka yang sedikit kasar hari ini."
Seolah ada yang memicu, Lukas meraih bagian belakang kepala Carolina dan melumat bibirnya. Ia mengangkat tubuh gadis itu dan membantingnya ke atas ranjang sebelum menindihnya. Jemarinya bergerak liar, membelai dan menelanjangi. Ia membuka celana panjang, membalikkan tubuh Carolina hingga menelungkup, dan dalam satu sentakan keras, menyatukan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Tawanan
RomanceKisah kedua dari keluarga Camaro, sang mafia Drex Camaro yang menculik pengantin orang lain, Cleora dan menjadikan tawanannya. Semuanya bukan tanpa sebab, keberadaan Cleora justru membahayakan bagi banyak orang. Bagaimana kisah Cleora yang harus men...