Bab 3a

3.3K 451 17
                                    

Dering telepon bersahutan di ruangan besar itu. Orang-orang duduk di atas sofa besar dan saling menggumam satu sama lain. Raut wajah mereka menunjukkan kekuatiran sekaligus ketakutan. Sudah beberapa hari berlalu dari peristiwa penculikan dan sama sekali tidak ada kabar tentang Cleora. Benak mereka bertanya-tanya, kemana Cleora diculik oleh Drex Camaro? Semua orang tahu bagaimana reputasi laki-laki itu. Hampir semua kejahatan yang ada di kota bahkan mungkin di sebagian negara, dilakukan oleh Drex Camaro. Dari mulai penyelundupan minuman keras, senjata ilegal, dan masih banyak lagi. Tidak ada yang tahu persis, apa saja yang bisa dilakukan oleh seorang Drex Camaro.

Mafia kejam dan berdarah dingin, semua orang memberi julukan pada Drex Camaro. Dengan dua pengawal kembar yang ibarat tangan kanan dan kiri, laki-laki itu mengusai semua kejahatan dan menjadi pemimpinnya. Tidak ada yang berani macam-macam dengannya, tidak kecuali para pemimpin kota. Mereka juga merasa kalau Drex Camaro tidak ingin ditemukan, maka orang-orang tidak akan dapat menemuinya. Seperti sekarang ini, meski kepolisian sudah mengerahkan semua anak buah dan detektif mereka tapi tidak ada jejak tertinggal, Drex membawa Cleora menghilang seperti asap di udara terbuka.

"Apa tidak ada lagi yang bisa kita lakukan, Pa?" Lukas tersadar dari lamunan, bertanya pada sang papa yang duduk di seberang. Dario asyik mengisap cerutu dan seakan tidak mendengar perkataan anaknya. "Papa punya anak buah banyak. Nggak bisa apa kerahkan mereka semua untuk mencari Cleora?"

Haman menghela napas panjang, menyudahi pembicaraan di telepon. Menatap bergantian pada Lukas yang berteriak.

"Lukas, papamu sudah banyak membantu. Tapi, Drex kalau tidak ingin ditemukan, maka tidak ada yang bisa menemukannya."

Lukas berdiri, berteriak dengan telunjuk teracung pada semua orang yang ada di ruangan. "Dia bukanb dewa! Kenapa kalian semua bertekuk lutut di depannya. Pak Haman, Anda ini anggota dewan. Punya kekuasaan. Masa mencari puteri sendiri, nggak mampu!"

"Lukas! Jaga omongan!" Carolina menyela keras, ikut bangkit dari sofa. "Ingat! Dengan siapa kamu bicara? Kamu pikir kami diam aja, hah? Kami juga mau Cleora ditemukan, tapi siapa yang nggak kenal Drex Camaro!"a

Lukas menatap Carolina sekilas lalu mengangkat bahu. Wajahnya mengeras, menunjukkan kekesalan. "Kita semua tahu siapa Drex, tapi laki-laki itu tidak mungkin bertindak tanpa motif. Sekarang yang perlu kita cari tahu adalah, siapa sebenarnya sasarannya. Aku yakin sekali Cleora hanya umpan." Menatap Haman dengan berani, Lukas melanjutkan perkataannya. "Jangan-jangan, Anda menyinggungnya Pak Dewan?"

"Omong kosong!" Kali ini yang menyela adalah Dario. Memandang anaknya dengan tidak puas, Dario menggelengkan kepala. "Pakai otakmu Lukas. Kalau memang ada masalah antara Pak Dewan dan Drex, maka laki-laki itu akan menghancurkan gedung dewan. Bukan malah menculik Cleora."

"Kalau begitu kenapa? Jawaban hanya ada dua, Drex punya masalah dengan papaku atau dengan Pak Dewan. Karena tidak mungkin denganku, kenal saja tidak. Kalau dengan Papa atau Pak Dewan, kalian pasti kenal dia." Lukas mengakhiri argumennya dan duduk dengan menahan marah.

Dario bertukar pandang dengan Haman, tidak ada yang menyangkal ucapan Lukas karena mereka juga sama bingungnya. Tidak ada yang bisa menebak, apa yang diinginkan oleh Drex sampai laki-laki itu mengatakannya sendiri.

Pernikahan gagal dilakukan, semua orang di kota bergunjing tentang pengantin yang diculik di tengah jalan. Simpati dilayangkan untuk keluarga Haman dan juga Lukas. Beberapa orang bahkan secara terang-terangan mengatakan agar mereka menerima kenyataan, bisa jadi Cleora tidak akan selamat. Siapa pun tahu, bagaimana kejamnya seorang Drex Camaro.

Seorang pelayan mendatangi Haman dan memberikan kotak berpita. "Tuan, baru saja ada kurir. Katanya paket ini untuk Anda."

Haman menerima, dan menatap kotak putih berpita dengan pandangan bertanya-tanya. Siapa yang mengirimkan paket ini? Kenapa kosong tanpa tulisan apa pun? Ia melepas ikatan pita dan membuka kotak lalu terperenyak saat melihat isinya. Sebuah tiara yang dikenali sebagai milik Cleora.

"Tiara itu dipakai Cleora. Kenapa ada di tanganmu, Pa?" Kiyoko yang sedari tadi terdiam, menghampiri suaminya dan menyambar tiara. "Ini milik Cleora. Di mana dia?"

Tidak ada pesan apa pun di dalam kotak, Haman meminta pengawal untuk mengejar kurir yang mengirim paket dan tidak ada jejak sama sekali. Kotak beredar dari satu tangan ke tangan lain, tiba saatnya Lukas. Terlalu gegabah, tiara jatuh ke lantai dan saat ia ingin mengambil, tanpa sengaja terinjak. Tiara itu hancur berkeping-keping, tanpa ada yang bisa mencegahnya.

**

Cleora duduk di tepi ranjang, menatap hutan dari jendelannya. Sudah seminggu ia berada di rumah ini, melalui siang dan malam dengan terkurung di dalam kamar. Tidak tahu apa yang terjadi di luar sana. Di rumah besar ini seakan tidak ada tanda-tanda kehidupan, sehari-hari sangat sunyi. Ia hanya melihat dua pelayan yang bergantian membersihkan rumah-keduanya laki-laki-dan seorang laki-laki tua yang merupakan koki dapur.

Koki itu bernama Baron, masuk ke kamarnya awalnya untuk membujuk Cleora makan. Karena ia berpikir satu satunya jalan keluar dari rumah ini adalah dengan mogok makan. Barangkali Drex akan melepaskannya. Itu adalah rencana sempurna, sampai akhirnya perutnya sakit dan melilit. Baron datang memberikan minuman hangat dan menegurnya.

"Kalau Miss berniat untuk keluar dari rumah ini dengan cara mogok makan, percayalah. Itu hal paling sia-sia yang bisa kamu lakukan. Tuan Drex tidak akan pernah membiarkan Miss keluar!"

Cleora meremas tangan, merasakan perutnya berulah karena tidak makan dua hari.

"Saranku, kalau memang kamu mau keluar dari rumah ini. Harus ada tenaga. Karena memang tidak mudah. Selain karena penjagaan yang ketat, juga ada banyak binatang di hutan."

"Kamu bohong!"

"Untuk apa? Nggak ada manfaat berbohong. Kalau malam, bukankah dari kamar ini sering terdengar suara aneh-aneh? Kemungkinan itu anjing liar, srigala, beruang, atau pun babi hutan. Tuan Drex membangun rumah di sini karena mereka?"

Cleora mendongak, menatap Baron yang berdiri dengan celemek hitam di bagian depan tubuh. "Kenapa? Dia punya cita-cita mati diterkam binatang buas?"

Baron mengedip. "Tidak. Tapi, aman dari manusia."

Jawaban singkat Baron membuat Cleora mengerti. Tempat ini memang tersembunyi dari dunia luar. Tidak ada manusia normal yang ingin masuk ke dalam hutan yang dihuni binatang buas. Itu pun kalau Baron tidak berbohong.

"Sebaiknya Miss makan. Saya diberitahu kalau masakan favorite Miss Cleo adalah semur daging."

Cleora terbelalak. "Ba-bagaimana kamu tahu?"

Baron tersenyum tipis. "Tidak ada yang tidak diketahui oleh Tuan Drex."

Tanpa sadar Cleora bergidik, memikirkan Drex Camaro. Orang seperti apa dia, yang menyelidiki masalah orang lain dengan begitu detil. Sampai-sampai makanan kesukaannya pun Drex tahu. Bukankah itu mengerikan?

*

*

*

*

Di Karyakarsa sudah tayang bab 9-10 

Pengantin TawananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang