Bab 3b

3.1K 440 13
                                    

Di hari ketiga, saat ia mulai berhenti mogok makan, Drex kembali menengok ke kamarnya. Kali ini. Cleora sudah mengganti pakaiannya dengan celana dan kaos. Saat Drex masuk, ia hanya melirik sekilas dari tempatnya berdiri di depan jendela. Menatap pemandangan hutan jauh lebih menyenangkan dari pada melihat Drex.

"Sudah makan rupanya, Gadis Pintar!"

Celaan Drex memicu amarah dari Cleora. Membalikkan tubuh, ia berkacak pinggang.

"Bukannya kamu mafia hebat?"

Drex tidak menjawab.

Cleora melanjutkan perkataannya. "Mafia, setahuku berhubungan dengan hal-hal besar dan gelap. Tapi, kamu? Tak lebih dari penculik licik!"

Drex melangkah perlahan, mendekati Cleora. Tidak menyisakan tempat untuk gadis itu berkelit, ia menghimpit Cleora di jendela. Satu lengannya terentang ke jendela, menutup pergerakan gadis itu. Sedangkan satu tangannya lagi bergerak perlahan menyentuk lengan Cleora. Mengabaikan gidik ngeri dari gadis di depannya.

"Aku tidak peduli dengan apa pun yang kamu katakan. Yang terpenting, kamu tetap di rumah ini."

Cleora mengangkat dagu. "Oh, jadi kamu kepikiran aku mau melarikan diri?"

Drex menaikkan sebelah alis. "Memangnya bisa? Kamu pikir bisa melewati penjagaan di sini?"

Mengepalkan tangan, Cleora menahan amarah. Ia meletakkan kedua tangan di dada Drex dan berniat untuk mendorong laki-laki itu menjauh. Ada sensasi aneh yang ia rasakan, setiap kali tubuh mereka berdekatan. Drex ibarat bara yang menguarkan panas api dan Cleora tidak menyukainya. Namun, alih-alih mendorong tubuh Drex, tangannya justru masuk dalam genggaman Drex dan itu membuatnya frustrasi.

"Lepaskan aku!" desisnya.

Drex menggeleng. "Bukannya kamu mau kabur? Coba saja lepaskan diri."

"Bajingan!"

"Semua orang sudah tahu tentang aku."

"Oh, kamu bangga jadi bajingan? Menculik perempuan yang tidak tahu apa apa? Aku bahkan tidak punya salah atau utang padamu. Kenapa kamu melakukan ini?"

Drex memiringkan kepala, dengan kedua tangan Cleora berada dalam genggaman, ia berniat untuk menggodanya. Drex mendorong tubuhnya mendekat, Cleora mundur. Hingga akhirnya tubuh mereka berhimpitan di teralis jendela. Sebuah posisi aneh antara laki-laki dan perempuan yang baru saling mengenal. Drex menatap tajam, tidak peduli dengan gadis yang terlihat salah tingkah. Ia melepaskan tangan Cleora. Saat gadis itu hendak mendorongnya, ia menekan tubuhnya.

Perbedaan tinggi mereka sungguh mencolok. Tinggi Cleora tidak melampaui bahu Drex. Panas seolah menyebar dari ujung rambut sampai ujung kaki saat laki-laki itu menyentuh rambutnya.

"Mau apa kamu?" bisik Cleora dengan suara mengecil.

"Menyentuh rambutmu."

"Aku akan menikah!"

"Lalu?"

"Kamu merusak masa depanku."

Drex tersenyum. "Benarkah? Bagaimana kalau ternyata apa mengerti apa yang sebenarnya terjadi?"

Cleora mengedip. "Maksudmu apa? Jangan mengelak dari kejahatanmu. Yang terjadi di sini adalah kamu menekanku, menculikku, dan merusak masa depanku."

"Mungkin." Drex meraih sejumput rambut Cleora dan mengendusnya. "Kamu wangi."

Cleora menegang, baru kali ini berdekatan dengan sangat intim dengan seorang laki-laki. Bahkan dengan Lukas pun tidak pernah seperti ini. Memang ada pelukan dan ciuman, tapi hanya kemesraan penuh kasih sayang, bukan yang kurang ajar begini.

Pengantin TawananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang