Ruangan seketika sunyi, orang-orang yang semula meremehkan mendadak duduk tegak di kursi mereka. Tidak sedikit pula bola mata menyorot ketakutan dan mereka berusaha menyembunyikannya. Drex masih mengisap rokok dengan tenang, menjentikkan abu ke lantai keramik coklat yang memang sudah kotor oleh debu dan bekas telapak kaki.
Orang-orang tidak ada yang berani bangkit dari kursi, terlebih untuk menentang laki-laki yang baru saja datang. Berdiri paling depan adalah bajingan paling kejam di kota. Ada desas desus kalau Drex yang mengendalikan kota. Gubernur yang sekarang menjabat adalah bonekanya. Drex yang memiliki tinggi 190 sentimeter, dengan alis lebat, rahang kokoh dan bekas luka di atas alis bagian kanan, berdiri menjulang menatap laki-laki bercelemek di depannya.
"Jangan tersinggung Drex, kabar yang beredar sekarang memang begitu. Kamu menculik pengantin orang," ucap Felix.
Drex membuang putung ke lantai dan menginjaknya. "Aku datang tidak untuk mendiskusikan itu. Sekarang aku tanya, di mana kamu sembunyikan barang-barangku."
Felix mendengkus. "Barang-barang apa yang kamu maksud? Jangan mengada-ada."
Drex menatap tajam. "Jangan menguji kesabaranku, Felix."
"Kenyataannya memang begitu, Drex. Kamu mengirim dua kontainer minuman beserta beberapa pucuk senjata ke negara bagian Barat. Dua container itu hilang? Kenapa kamu menuduhku?"
Drex mengangkat sebelah alis. "Aku tidak memberitahumu isi dari container itu? Kenapa kamu bisa menyebutkannya dengan lengkap?"
Felix ternganga lalu tertawa lirih. "Hanya mendengar desas-desus."
"Itu itu akurat. Mencurigakan sekali."
"Drex, kita sudah lama saling mengenal dan kamu masih menuduhku?"
"Tidak ada bedanya, Felix. Kita kenal berapa lama. Sekarang, kamu akan menunjukkan barang itu secara sukarela, atau aku harus memaksa?"
"Jangan memandang dirimu terlalu tinggi, Drex! Ingat, di sini kamu bukan siapa-siapa!"
Suara Felix meninggi, dan membuat orang-orang bangkit dari meja. Mereka menatap garang saat Drex melangkah ke depan diikuti oleh dua pengawalnya.
"Aku heran," ucap Jenggal dengan cukup lantang untuk didengar di seluruh ruangan.
"Kenapa?" Janitra yang menjawab.
"Kenapa mereka terpukau saat melihat kita?" ucap Jenggala sambil menyeringai/
Janitra menjawab pelan. "Karena kita tampan."
"Benar katamu. Kita terlalu tampan dan memesona."
Selagi si kembar bercakap, tidak ada satu orang pun yang berani menyahut. Kecuali tentu saja Felix, laki-laki itu tersenyum dan mundur dengan cepat ke arah pintu.
"Selamat datang di pestaku Drex Camaro! Senang rasanya bisa menjamu!" ujarnya sambil bertepuk tangan.
"Begitu? Tapi, sikapmu sama sekali tidak menunjukkan kamu senang, Felix?"
"Jangan berprasangka kawan."
Drex mengedarkan pandangan ke sekeliling, memasukkan kedua tangan ke dalam saku.
"Aku hanya ingin bicara baik-baik, tapi kamu tidak mengerti Felix. Kamu mengatakan senang melihatku, tapi kenapa ada banyak senjata teracung di belakangku?"
Selesai Drex berucap, bunyi senjata dikokang terdengar nyaring di ruangan. Tak lama terdengar tawa dari mulut Felix. Laki-laki bercelemek itu memberi tanda pada orang-orang untuk bersiap.
"Ini semua untuk kamu Drex!" seru Felix.
Drex menggeram. "Sambutan bagus." Ia menoleh pada dua pengawalnya. "Jenggala, Janitra, kalian siap bersenang-senang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Tawanan
RomanceKisah kedua dari keluarga Camaro, sang mafia Drex Camaro yang menculik pengantin orang lain, Cleora dan menjadikan tawanannya. Semuanya bukan tanpa sebab, keberadaan Cleora justru membahayakan bagi banyak orang. Bagaimana kisah Cleora yang harus men...