Bab 14a

2.2K 443 46
                                    

Tidak ada yang tahu, siapa menyerang siapa. Kedua orang itu saling memagut dengan hangat. Cleora yang sedikit hilang kesadaran karena alkohol, dan Drex yang setengah mabuk. Keduanya saling mengulum, mengisap, dan mencecap dari rasa bibir masing-masing. Saat bibir keduanya terlepas, Cleora mendesah.

"Bibirmu kenyal."

Drex hampir terjungkal dari ranjang karena pujian tidak biasa gadis itu. Selama ini tidak pernah ada yang mengatakan kalau bibirnya kenyal. Hanya Cleora dan segala seanehan gadis itu.

"Bibirmu ranum," bisik Drex sambil menjilat telinga Cleora dan merasakan gadis itu menggelinjang di bawahnya. "Semoga kamu tidak menyesali ini nanti."

Cleora terkikik, tangannya meraba tubuh Drex. Dari dada lalu ke pinggang, dan menarik kemeja laki-laki itu ke atas.

"Aku pernah melihatmu bertelanjang dada, hihihi." Cleora terkikik saat kemeja terlepas dari tubuh Drex.

"Di mana?"

"Di bawah, kamu sedang olah raga. Ah, sexy."

Drex mengangkat sebelah alis, geli dengan cara bicara Cleora yang manja. Mulai kapan gadis itu bicara demikian manis dan manja?

"Benarkah? Kamu suka tubuhku?" tanyanya.

Cleora mengangguk, jemarinya menyusuri dada Drex yang bidang. Alkohol membuat keberaniannya meningkat seratus kali lipat dari biasanya.

"Suka sekali." Ia mengangkat kepala dan mengulum puting Drex, membuat laki-laki itu mengejang.

"Kamu tahu apa yang kamu lakukan?" tanya Drex dengan suara serak. Jemarinya mengecengkeram rambut Cleora.

"Ehm, mengecupmu." Suara Cleora teredam oleh dada Drex.

Drex menghela napas panjang, mencoba menutupi gairahnya dengan tenang. Lidah Cleora menyapu putingnya dan ia nyaris menggila.

"Ini, lebih dari sekedar kecup."

Drex menahan erangan saat bibir dan lidah gadis itu bermain di putingnya. Tidak menahan diri, ia meloloskan blus Cleora dari tubuhnya. Bra coklat dengan border bunga-bunga terpampang di depannya. Ia menunduk, mengecup pundak, leher, dan bagian atas dada gadis itu. Sebenarnya, ia tidak mau melakukan ini tapi Cleora sedang mengujinya. Gadis itu yang memulai, maka dia juga yang mengakhiri.

"Napasmu hangat," desah Cleora sambil menggeliat, menikmati jejek panas dan basah yang ditinggalkan Drex di kulitnya. Desahan berubah menjadi erangan saat Drex melepas bra yang diipakai Cleora dan meremas dada gadis itu. Remasan dan pijatan lembut yang menggoda, seolah mengantarkan kehangatan yang berubah menjadi rasa panas dan menyebar ke seluruh tubuh.

"Aku bisa melakukan apa yang baru saja kamu lakukan."

Cleora mengedip bingung. "Apa?"

"Ini."

Drex menunduk dan mengecup dada Cleora. Ia mengisap puncak dada gadis itu, menikmati sensasi hangat di lidah dan menyukai erangan yang keluar dari bibir tipis Cleora. Semua terasa menggairahkan untuknya. Selama beberapa bulan terkurung di rumahnya sendiri, ia tidak pernah menikmati kehangatan tubuh perempuan. Cleora datang tanpa diminta, menawarkan rasa panas dan menguarkan gairah yang terpendam sekian lama. Tanpa segan Drex mengambilnya. Tanpa malu-malu ia mencumbu gadis yang mabuk dan tidak sadarkan diri. Bisa jadi besok Cleora tidak mengingat semuanya. Tidak masalah, yang terpenting hari ini.

"Oh, a-aku belum pernah begini," bisik Cleora serak. Mengusap rambut Drex di jemarinya.

"Belum pernah apa? Disentuh laki-laki itu?" Drex balas berbisik.

"Ehm, ha-hanya ciuman. Lukas ha-hanya menciumku."

Cleora mengerang panjang saat Drex kembali membenamkan bibirnya di dadanya. Gigi laki-laki itu menggesek putingnya yang menegang. Napasnya terengah, berusaha menahan sensasi aneh yang muncul dari setiap sentuhan Drex. Ia menjerit kecil saat roknya disingkap dan Drex menyentuhnya. Tepat di sana, di antara kehangatan pangkal paha. Cleora menggelinjang lalu sesaat kemudian tubuhnya menegang.

Drex mengangkat bibirnya dari tubuh gadis itu saat mendengar suara cegukan dari bibir Cleora.

"Jangan muntah di kasur!"

Ia mengangkat gadis itu dan menurunkannya di kamar mandi. Cleora membuka penutup WC dan mengeluarkan isi perutnya di sana. Drex menunggu hingga gadis itu selesai. Setelahnya menuntun ke atas ranjang dan membaringkannya. Ia menarik selimut hingga menutupi tubuh Cleora, mengusap dahi dan berbisik.

"Tidur!"

Cleora mengerang sebentar sebelum akhirnya jatuh dalam tidur yang dalam. Drex menghela napas panjang, menatap arloji di tangan. Pukul sepuluh malam, harusnya masih ada waktu untuk bekerja. Ia menutup pintu kamar Cleora sebelum menuruni tangga. Jenggal dan Janitra yang melihatnya, serta merta bangkit.

"Kalian mabuk?" tanyanya.

Si kembar menggeleng tegas.

"Bersiap-siaplah, kita ketemu di mobil sepuluh menit lagi."

Jenggala mematikan layar televisi dan mengikuti saudaranya menuju kamar. Drex memanggil Baron, memberi pesan pada laki-laki itu tentang kondisi Cleora. Sebelum menyusul si kembar ke mobil. Ada janji penting malam ini dan ia harus datang. Kendaraan yang mereka naiki melaju kencang menembus jalanan hutan yang gelap.

**

Lukas berdiri diam, menunduk dengan kepala bersandar pada lemari. Di belakangnya, kedua orang tuanya sedang bicara sambil berdebat. Mereka terus mengoceh tentang kehidupan cintanya. Semenjak kemunculan Cleora di pesta yang menghebohkan semua penduduk kota. Kedua orang tuanya mulai berspekulasi. Mereka merasa kalau keluarga Haman sudah berbohong dengan mengatakan kalau Cleora sudah mati.

"Bayangkan, betapa malunya aku saat gadis itu muncul dalam balutan gaun merah. Sementara Lukas sedang bermesraan dengan Carolina. Orang-orang memandangku dengan tatapan meremehan. Mereka menganggap kalau anak kita berkhianat dan sengaja melakukan penculikan untuk membatalkan pernikahan dengan Cleora."

"Omong kosong!" Dario menyela perkataan istrinya. "Kamu jelas tahu bukan seperti itu kejadiannya."

Verna mendengkus keras. "Kita tahu, tapi tidak dengan masyarakat di luaran sana. Mereka menatap jijik pada Lukas seolah anak kita pendosa. Padahal, yang dilakukan Lukas hanya move on dari rasa sedih. Kehilangan Cleora, lalu ada Carolina yang menghibur."

"Kamu selalu membela anakmu. Salah dia juga kenapa tidak menahan diri. Mentang-mentang ada yang menyodorkan diri langsung diambil!"

"Apa salahnya? Carolina cantik!"

"Salahnya adalah, Lukas tunangan Cleora!"

"Tapi, Cleora—"

"Tolonglah, diam kalian berdua." Lukas yang sudah lelah mendengar perdebatan orang tuanya, menyela pelan. "Papa dan Mama membuatku makin pusing!"

Dario menatap anaknya dengan pandangan mencela. "Kamu harusnya malu, bukan malah kesal. Malu karena mantan tunanganmu justru bersama Drex."

Lukas mendongak. "Mantan tunangan? Kami belum berpisah secara resmi. Maksudku, Cleora masih kekasihku."

"Jangan mimpi kamu, Lukas. Kamu pikir Cleora masih ingin kembali padamu setelah kamu meniduri kakaknya?" Dario berucap keras.

Lukas ingin membantah sang papa tapi kata-katanya tertelan kembali di tenggorokan. Yang dikatakan sang papa memang benar, Cleora tidak akan pernah mau lagi kembali padanya. Pandangan jijik dan terluka dilemparkan gadis itu padanya. Ia sendiri merasakan tusukan rasa bersalah. Seandainya saja, ia menunggu lebih lama sebelum menjalin hubungan baru dengan Carolina, mungkin sekarang Cleora kembali padanya. Nasi sudah menjadi bubur, Lukas tidak mengerti harus bagaimana sekarang.

**
Di Karyakarsa sudah mau ending.

Pengantin TawananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang