Melihat anaknya tertunduk sedih, Dario menghampiri dan menepuk punggungnya. "Dari pada kamu bersedih, lebih baik kamu cari cara bagaimana menemukan Cleora."
"Pa, Cleora bersama Drex."
"Justru itu, pikirkan cara agar Cleora menerima maafmu. Papa melihat, kamu jauh lebih cocok bersama Cleora dari pada Carolina."
"Paa, nggak semudah itu menyelesaikan masalah ini. Papa tahu Carolina juga tidak akan senang kalau aku meninggalkannya demi Cleora."
Dario menggeleng. "Dia harus mau. Carolina harusnya sadar kalau dia hanya pengganti."
"Dia bukan pengganti!"
"Kenyataannya begitu, Lukas. Kamu bisa tanya Carolina sendiri. Aku rasa dia pun tidak akan mengelak. Bicara baik-baik dengannya, putuskan hubungan kalian dan cari cara agar Cleora kembali padamu."
"Bagaimana kalau Cleora tidak mau?"
Dario mengusap bagian belakang kepala anaknya sedikit lebih keras. "Kamu cari cara, Bodoh! Aku tidak pernah punya anak yang otaknya tidak terpakai."
Lukas menatap punggung papanya yang menjauh. Sedikit tidak mengerti dengan jalan pikiran papanya. Kenapa memaksanya untuk tetap bersama Cleora? Apakah karena rasa malu? Menghela napas panjang, ia bertukar pandang dengan sang mama yang sama-sama tidak mengerti.
**
Cleora terbangun dalam keadaan sakit kepala. Ia mengernyit, merasakan tubuhnya dingin. Menarik selimut hingga ke dagu, ia menyadari kalau tubuhnya bagian atas telanjang. Terduduk tiba-tiba, ia hampir ambruk karena matanya berkunang-kunang. Duduk di pinggiran ranjang sambil memijat pelipis, ia berusaha mengingat apa yang telah terjadi tadi malam. Mereka makan malam bersama, lalu ada anggur merah yang lezat. Anggur itu didekap di dada, dan Cleora bisa mendengar suara Drex.
"Jangan minum terlalu banyak, nanti kamu mabuk."
Cleora mendesah, kembali merebahkan diri di ranjang. Benarkah ia mabuk sampai tidak ingat sama sekali kejadian tadi malam? Siapa yang membawanya ke atas? Apakah Drex?
Setelah merasakan sakit kepalanya sedikit mereda, Cleora bangkit perlahan. Menatap blus dan bra yang tergeletak di atas lantai. Jangan-jangan ia mabuk dan menelanjangi diri sendiri? Membuka lemari, ia memakai gaun rumah berupa terusan sederhana. Membuka gorden jendela dan melambai pada Mateo yang sedang menyapu halaman depan.
Masuk ke kamar mandi dan menyalakan pancuran, Cleora mengguyur tubuhnya dengan air hangat. Mengernyit saat melihat kulitnya kemerahan. Apa yang sudah ia lakukan? Kenapa ada banyak bekas goresan?
Satu per satu, secara samar ingatnya muncul. Ia berdiri kaku di kamar mandi saat mengingat tentang dirinya yang mencium Drex, memeluk laki-laki itu dan menariknya ke atas ranjang.
"Aaah, aku gila! Gilaaa!"
Setelah terdiam cukup lama, ia berteriak keras. Kembali membasuh tubuh di bawah pancuran dan berusaha menghilangkan jejak-jejak kemerahan di leher dan bahunya. Sayangnya, semua usahanya sia-sia. Akhirnya, ia menyerah. Keluar dari kamar mandi untuk mengeringkan rambut. Ketukan di pintu sempat membuatnya ketakutan sampai akhirnya terdengar suara Baron.
"Miss, saya membawakan sarapan."
Cleora bergegas membuka pintu dan mendapati laki-laki itu berdiri dengan nampan di tangan. Sesuatu yang harum menguar dari mangkok yang dibawa dan menerbitkan air liur Cleora.
"Sup daging yang lembut dan bening, cocok untuk Miss yang baru puluh dari mabuk. Ada juga roti panggang."
Baron meletakkan nampan di atas meja kecil di samping ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Tawanan
RomanceKisah kedua dari keluarga Camaro, sang mafia Drex Camaro yang menculik pengantin orang lain, Cleora dan menjadikan tawanannya. Semuanya bukan tanpa sebab, keberadaan Cleora justru membahayakan bagi banyak orang. Bagaimana kisah Cleora yang harus men...