Carolina mendengarkan dengan bosan sang mama yang sedari tadi mengomel tidak jelas. Semua yang lewat di depan mamanya, tidak luput dari ocehannya. Dari mulai pelayan yang tidak becus, sang papa yang lupa membawa barang-barang, Clavin yang menolak teleponnya, lalu kini dengan Carolina.
"Masa kamu nggak bisa cari tahu d mana adikmu tinggal?"
Itu adalah pertanyaan kelima yang diajukan mamanya soal Cleora. Sang mama ingin sekali bertemu adiknya, entah untuk apa. Masalahnya, memang tidak mudah menemukan keberadaan adiknya apalagi sekarang sudah menjadi istri Drex.
"Aku hanya dengar desas-desus soal Cleora yang tinggal di komplek mewah. Hanya itu, Maa."
Kiyoko mengernyit pada Carolina. "Cari kalau begitu. Datangi dia!"
"Maa, emangnya nggak tahu apa aturan dari rumah seseorang? Kita nggak bisa datang begitu saja tanpa diijinkan? Siapa yang berani berurusan dengan pengawal Drex yang terkenal kejam?"
Kiyoko terdiam, menyadari kebenaran ucapan Carolina. Memang benar, mereka tidak bisa sembarangan datang ke rumah seseorang tanpa ijin lebih dulu. Itu bagian dari sopan santun juga. Masalahnya, ia hanya ingin tahu bagaimana keadaan anaknya. Dari semenjak Cleora diculik, ia jarang bertemu dan tidak pernah lagi bicara berdua. Padahal, dulu mereka akrab.\
"Mama nggak tahu, bagaimana mentalnya karena menikahi bajingan itu," desis Kiyoko. "Pasti dia tertekan."
Carolina menjentikkan jemarinya sambil tersenyum sinis. "Aku pastikan dia senang, Ma. Tahu kenapa? Karena sekarang ini, semua perempuan di kota bisa berharap menjadi kekasih atau istri Drex. Dihujani kekayaan, popularitas, siapa yang nggak mau?"
Kiyoko menghela napas panjang, ingin mendebat tapi apa yang dikatakan anaknya benar. Ia sendiri membuktikan saat berada di luar rumah dan berkumpul dengan para perempuan, yang mereka bicarakan adalah Drex. Banyak yang ingin tahu, bagaimana caranya bisa berkenalan dengan laki-laki itu. Membuat Kiyoko jengkel setengah mati.
Carolina bangkit dari sofa, meraih kunci mobilnya. "Aku pergi dulu, Ma."
"Mau kemana kamu? Ketemu, Lukas?
Carolina mendengkus. "Nggak ada urusan sama bocah manja itu."
Melangkah cepat menuju mobilnya, Carolina memikirkan tentang Lukas. Setelah perdebatan mereka di pernikahan Cleora, ia tidak lagi ingin bertemu laki-laki itu. Sudah cukup mata dan hatinya buta selama beberapa bulan. Kini, makin lama dilihat ia makin tahu kalau Lukas adalah pecundang yang sangat bergantung dengan orang tuanya. Laki-laki itu akan menyetujui apa pun, yang dikatakan orang tuanya dan tidak berani membantah sama sekali. Ia benci dengan orang lemah seperti itu.
Mengendarai kendaraan menuju komplek mewah di kota, Carolina tidak tahu apa yang diharapkannya. Tidak mungkin ia bisa menjumpai Cleora di sini. Hatinya gelisah, bukan karena kuatir dengan adiknya tapi karena ingin bertemu Drex. Entah apa yang menarik dari laki-laki itu, tapi niatnya untuk bertemu sangat menggebu-gebu.
Ia memutuskan untuk turun di kedai burger yang buka 24 jam. Memesan diet coke dan juga wafel. Bersiap membawa makanannya ke meja depan saat ia melihat sosok yang dikenalnya. Cleora sedang makan dengan seorang anak laki-laki. Ada burger dan setumpuk kentang goreng di hadapannya. Wajah Carolina cerah seketika, saat tanpa sengaja menemukan apa yang dicarinya.
"Cleora, kamu di sini juga?"
Cleora mendongak, menatap Carolina. "Kak," sapanya dengan suara rendah.
Carolina tersenyum. "Siapa bocah tampan ini?"
"Mateo."
"Oh, halo, Mateo."
Sapaan Carolina dijawab dengan anggukan kepala oleh Mateo. Carolina menatap kursi kosong dan meminta Mateo untuk bergeser. Ia menjejalkan diri di samping Mateo dan duduk menghadap Cleora.
"Aku nggak tahu kamu di sini?"
Cleora tersenyum, menyembunyikan keheranannya. Bukankah tempat ini cukup jauh dari rumah mereka? Apa yang membuat Carolina bisa sampai ke sini?
"Mateo ingin makan burger," jawabnya.
"Apa rumahmu ada di dekat sini?" Carolina bertanya, seakan-akan tidak mengetahui kebenarannya. Padahal, nyaris setengah penduduk kota tahu, di komplek mana Drex tinggal.
Cleora mengangguk. "Iya, di dekat sini."
"Bagus, bawa aku ke rumahmu!"
"Untuk apa?"
"Kenapa kamu malah tanya untuk apa? Tentu saja, aku ingin mengecek bagaimana keadaanmu. Mama setiap hari tanya soal kamu." Carolina berucap dengan menggebu-gebu, melupakan wafel dan minumannya. "Kami tahu kamu sudah menikah, setidaknya berkabarlah sesekali."
"Untuk apa? Agar kalian bisa membunuhku?"
"Cleoraaa! Lancang sekali mulutmu," desis Carolina.
Cleora melengos, menatap Mateo yang masih asyik menyantap burger. Ia menyerahkan kentang goreng bagiannya pada anak itu. Niatnya untuk makan menghilang karena kedatangan Carolina. Entah apa yang diinginkan kakaknya itu, mendadak muncul di hadapannya.
"Miss, itu Tuan Drex!" Mateo menunjuk ke arah parkiran.
Cleora dan Carolina mendongak bersamaan, menatap Drex yang melangkah cepat melintasi halaman restoran. Cleora tersenyum, dan melambai pada suaminya. Sedangkan Carolina, sibuk membasahi bibirnya. Ia menyesali diri karena hanya memakai mini dress sederhana. Harusnya, ia memakai pakaian yang lebih pantas dan cantik.
Drex sama sekali tidak menunjukkan kekagetan saat melihat Carolina. Ia menatap istrinya. "Sudah selesai makannya?"
Cleora mengangguk. "Sudah."
"Kita pulang sekarang?"
"Ayo!"
Cleora merapikan sisa makanannya, membuat Carolina keherannya Ia menahan tangan Cleora, "Tunggu, kamu mau pulang sekarang?"
"Iya, Kak. Sampai ketemu lain kali."
"Tapi, kita belum selesai bicara.
"Barusan sudah saling sapa."
"Beri aku nomor ponselmu!"
Cleora dengan perlahan melepaskan diri dari cengkeraman sang kakak dan berujar setengah heran. "Kak, ada apa sama kamu?"
Carolina menggeleng, menggigit bibirnya. "Aku, hanya ingin mengobrol denganmu. Kita baru ketemu dan bicara lalu kamu mau pulang."
Drex menatap istrinya sesaat. "Datanglah ke rumah kami, Carolina."
Carolina terperangah. "Sekarang?"
"Bukan, tapi Minggu depan. Undangan pesta di rumah kami, akan dikirim ke rumahmu. Kami pulang dulu."
Carolina tidak sempat mencegah saat Drex menggandengn Cleora pergi, Mateo mengekor di belakang mereka. Perkataan Drex tentang pesta di rumah mereka membuatnya kaget sekaligus tidak sabar. Akhirnya, ia bisa datang ke rumah mereka. Ia menunggu waktu pesta dengan tidak sabar.
**
Extra
"Pertama kalinya, Tuan mengadakan pesta di rumah," ucap Jenggala.
Janitra mengangguk. "Benar, pertama kalinya."
"Apakah kita harus memasang banyak pertahanan diri?"
"Harus itu."
"Bagaimana dengan bom di tempat tersembunyi?"
Janitra menatap heran pada saudaranya. "Kamu ingin melindungi Tuan dan Kakak, atau ingin meledakkan rumah?"
.
.
.
.
Ini adalah bab terakhir yang saya posting di sini. Cerita lengkap bisa kalian dapatkan lewat buku dan playbook.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Tawanan
RomanceKisah kedua dari keluarga Camaro, sang mafia Drex Camaro yang menculik pengantin orang lain, Cleora dan menjadikan tawanannya. Semuanya bukan tanpa sebab, keberadaan Cleora justru membahayakan bagi banyak orang. Bagaimana kisah Cleora yang harus men...