Cleora menggeleng. "Aku nggak tahu. Kamu yang harus menjelaskan padaku. Apa yang kamu inginkan dengan menculik dan menahanku di sini? Kamu ingin uang? Oke, kita bisa kerja sama untuk mendapatkannya. Aku bisa membujuk orang tuaku!"
Terdengar dengkusan keras, Jenggala mengangkat sebelah alis dengan geli. "Maaf, Cleora. Hanya ingin meluruskan sedikit, menurut penilaianmu setelah seminggu tinggal di sini, kira-kira lebih banyak uang siapa, antara tuanku dan orang tuamu?"
Cleora ingin membantah perkataan Jenggala tapi akhirnya terdiam. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling rumah yang besar dengan perabot berkualitas tinggi. Deretan mobil mewah di garasi, dan juga lokasi rumah yang tersembunyi dan privat. Ia menghela napas panjang, menyadari apa yang dikatakan Jenggal benar adanya. Bisa jadi, kekayaan orang tuanya tidak ada seujung kuku Drex. Jadi, apa alasan ia diculik dan dibawa kemari kalau bukan karena uang? Setahunya, sang papa tidak pernah terlibat aktivitas ilegal. Pekerjaan sang papa sebagai anggota dewan sekaligus pengusaha tidak pernah berurusan dengan hal-hal kotor dunia hitam. Ada banyak misteri tersembunyi pada kisah penculikannya.
"Oke, kalau bukan minta uang. Pasti ada sesuatu yang kalian inginkan, bukan maksudku Tuan Drex. Apakah kamu menginginkan papaku mendukung proyek atau pekerjaamu? Menculikku sebagai jaminan?" Sekali lagi Cleora berusaha untuk menebak.
Air muka Drex tetap datar, tidak berubah karena tuduhan Cleora. Meski begitu, sinar matanya menunjukkan rasa geli. Ia tidak tahu apakah Cleora memang polos atau hanya pura-pura polos. Seharusnya, gadis itu sedikit banyak mengerti kalau pekerjaan sang papa tidak sepenuhnya bersih. Lagi pula, di dunia ini mana ada dewan kota yang bersih dari kejahatan? Tidak ada. Kerakusan mereka justru melebihi masyarakat biasa.
"Tuan Drex?"
Drex meletakkan gelas, meninmbang-nimbang perkataan.
"Ada banyak hal yang kamu tidak tahu."
"Kalau gitu, beritahu aku."
"Tidak mungkin."
"Kenapa?"
"Kamu harus mencari tahu sendiri!"
Cleora ternganga, percakapan pendek dengan Drex berakhir begitu saja dengan dirinya ditinggal sendirian di ruang makan. Drex bangkit disusul dengan Jenggal dan Janitra. Cleora masih belum pulih dari kebingungannya saat Mateo datang.
"Miss, mari saya antarkan ke kamar."
Cleora mengangguk, meninggalkan ruang makan dan menaiki tangga. Ia masuk kamar, mendengar bunyik klik pintu yang terkunci dari luar. Sekali lagi terkurung dan tidak bersentuhan dengan dunia luar. Seakan-akan yang baru saja terjadi adalah mimpi yang tidak nyata.
Apa yang sebenarnya terjadi antara Drex dan orang tuanya? Kenapa harus dirinya yang diculik? Kenapa bukan Carolina atau Clavin? Bukankah mereka semua anak-anak dari Haman? Apakah semua ada sangkut pautnya dengan Lukas? Benak Cleora diliputi banyak pertanyaan.
Berdiri di teralis jendela, ia melihat Drex melangkah tergesa ke bagian belakang rumah melalui jalanan setapak di samping rumah. Ada si kembar yang mengikuti. Mereka ibarat satu tubuh dengan dua bayangan. Cleora mendesah, menekan perasaan rindu yang membuncah pada keluarganya dan juga Lukas.
"Apa kamu baik-baik aja, Sayang? Jangan bersedih. Aku pasti mencari cara untuk keluar dari sini secepatnya." Cleora bergumam dengan perasaan tertekan.
Menyusuri jalan setapak yang remang-remang, Drex melangkah cepat diikuti Jenggala dan Janitra. Tiba di rumah yang lebih kecil dengan empat penjaga bersenjata, Jenggala memberi tanda untuk membuka pintu. Mereka memasuki sebuah ruangan yang terang benderang dikeliling diding putih. Seorang laki-laki tergantung di tengah ruangan dengan tangan terikat ke atas dan tubuhnya setengah lunglai di lantai. Drex mendekat, mengangkat dagu si laki-laki dan melihat dengan pandangan jijik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Tawanan
RomanceKisah kedua dari keluarga Camaro, sang mafia Drex Camaro yang menculik pengantin orang lain, Cleora dan menjadikan tawanannya. Semuanya bukan tanpa sebab, keberadaan Cleora justru membahayakan bagi banyak orang. Bagaimana kisah Cleora yang harus men...