Bab 2b

3.6K 458 8
                                    

Di lantai atas, Cleora yang baru sadar dari siuman, menatap kamar tempatnya berada. Ia berbaring di ranjang besar dengan rangka kayu. Langit-langit kamar berwarna putih dengan kandil kristal tergantung di tengah ruangan. Kamar ini sangat luas dengan jendela kaca tinggi berteralis besi. Sebuah lemari besar menempel di dinding. Di sampingnya ada meja dengan cermin besar, berserta kursi hitam. Sebuah sofa pendek dan empuk, diletakkan di dekat jendela. Ada dua pintu, Cleora menduga itu adalah pintu keluar dan juga pintu kamar mandi.

Ia bangkit dari ranjang dengan tiba-tiba lalu terduduk kembali karena kepalanya mendadak pusing. Meraba tengkuknya yang sedikit nyeri, ia mengingat kalau laki-laki itu bermata abu-abu itu memukulnya sampai pingsan. Entah apa motif penculikannya, Cleora tidak tahu. Apakah Drex menginginkan sesuatu dari orang tuanya? Mereka memang tidak terlalu kaya, tapi papanya adalah anggota dewan kota. Barangkali itu yang menarik minat laki-laki itu untuk menculiknya. Bisa jadi juga uang, karena keluarga Lukas termasuk salah satu yang paling kaya di kota. Mereka punya banyak uang, dan itu adalah alasan paling masuk akal saat ini.

Merapikan gaun pengantinnya, Cleora berusaha duduk di pinggir ranjang. Ia melihat pepohonan dari balik jendela, sesekali terdengar burung berkiacau. Ia memiringkan kepala, tidak ada bayangan di mana lokasi rumah Drex. Bangkit dari tepi ranjang, ia melangkah ke arah pintu. Menarik pegangan dan measa kesal saat menyadari pintunya terkunci dari luar. Rasa marah bercampur lelah, membuat emosinya meninggi. Ia menggedor pintu dan berteriak.

"Bukan pintunya! Keluarkan aku dari sini!"

Tidak ada reaksi dari luar, Cleora menghela napas panjang dan kembali berteriak.

"Drex Camaro! Keluar! Ayo, hadapi aku!"

Gedorannya makin keras, tidak peduli kalau telapak tangannya terasa sakit. Ia terus memukul pintu, menghantamkan tubuhnya ke papan yang tebal lalu meringis kesakita saat bahunya membentur permukaan pintu yang keras.

"Bajingan kurang ajar! Beraninya hanya saat aku tidur! Drex Camaro! Keluar!"

Cleora hampir terjengkang, saat pintu mendadak terbuka. Muncul laki-laki bermata abu-abu yang menatap tajam ke arahnya. Melihat celah pintu terbuka, ia berniat untuk melarikan diri tapi sayangnya, lengan Drex terulur, menangkan pinggangnya.

"Turunkan aku! Sialan!"

Ia memaki dengan keras, seiring pintu yang kembali menutup. Drex mengangkatnya dengan satu tangan dan seolah tanpa beban, melemparkannya ke atas ranjang. Cleora terengah, setengah berbaring dengan sikap waspada. Ia duduk dan menekuk lutut di atas ranjang.

"Katakan, apa maumu? Kenapa kamu menculikku!"

Drex tidak bergeming dari tempatnya di kaki ranjang, menatap pada perempuan yang sedang marah di depannya. Terlintas rasa geli di bola matanya, saat melihat Cleora mengamuk. Mau tidak mau ia mengakui, kalau perempuan itu pemberani. Seluruh warga kota akan gemetar kalau berhadapan dengannya, tapi Cleora justru menantang dan memakinya. Menarik, pikirnya dalam hati.

"Kenapa kamu diam saja. Hah! Ayo, kita berduel!" Cleora memasang kuda-kuda, mengabaikan fakta kalau belitan gaun pengantin di tubuhnya, membuatnya sulit untuk bergerak.

Drex mengangkat sebelah alis. "Menurutmu, diperlukan berapa detik untuk membuatmu pingsan kedua kali?"

Cleora menelan ludah, suara Drex yang dalam bagaikan suara setan yang datang dari neraka. Meskipun tentu saja, ia sendiri belum pernah bertemu setan.

"Katakan, berapa banyak uang yang kamu mau untuk tebusan."

Hening, Drex hanya menatap tanpa menjawab. Membuat Cleora sedikit gentar.

"Ka-kami memang bukan keluarga konglomerat. Tapi, aku pastikan ada uang untuk membayarmu."

"Menurutmu, berapa nilaimu?"

Pengantin TawananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang