47. Gausah pede!

271 22 0
                                    

Lama gak update hehe maaf

•••

Balarama

•••

Zavares merasakan berat pada kakinya saat dia melangkah mendekati gundukan tanah dengan nisan bertuliskan nama mantan kekasihnya.

Tahun rasanya cepat berlalu, namun Zavares belum bisa merelakan kepergian Balarama. Apalagi kepergian mantan kekasihnya bisa dikatakan janggal.

Hidup dengan satu ginjal memang susah, tapi kenapa bisa Balarama matinya begitu cepat?

"Pa, kok diem? Gak jadi ketemu kekasih hati belahan jiwa?" Tanya Dewa menatap Papanya dengan tatapan malas.

Mendengar cerita dari Zavares kemarin, membuat Dewa menjadi malas dengan orang yang tertanam didalam tanah itu. Bukan hanya malas, tapi benci.

Karena Balarama, Mama mereka harus merasakan sakit karena Papanya. Karena Balarama, Mama mereka merasakan bully yang sangat parah.

"Dik, males gue disini. Biarin Papa aja lah!"

Baladika mendelik. "Dak dik dak dik, gue Abang lo ya bangsat!"

"Dih? Beda setaun doang elah!"

Zavares menyentil kedua mulut putranya. Udah tahu lagi dikuburan malah debat, lama-lama Zavares bunuh juga mereka.

"SAKIT PA!"

Zavares memejamkan matanya kesal, dia mencoba untuk mengontrol emosinya. Zavares, dia melangkah mendekati makan Balarama lalu berjongkok.

Tangannya mengelus nisan dengan pelan, helaan nafas terdengar panjang. Zavares rindu kehadiran Balarama.

Bersama Zahra sangat berbeda dengan bersama Balarama. Zahra tidak seperti Balarama, namun satu hal yang Zahra miliki sehingga mengingatkan dirinya pada Balarama adalah tatapannya.

Zavares tidak mencintai Zahra meski sudah mendapatkan keturunan dari wanita itu, karena hari Zavares hanya untuk Balarama.

"Lo enggak ada niatan reinkarnasi?"

Baladika dan Baladewa saling tatap. Memang Papa mereka udah gak waras. Suka kok sama cowok? Gak normal, ya?

"Pa, ayo pulang ah. Mama udah bikini cap cay buat kita," ajak Baladewa.

Zavares tidak menggubris, dia tetap berjongkok dan menatap nisan Balarama. "Andai gue bisa cegah lo buat donorin ginjal sialan itu, lo sama gue pasti hidup bahagia, Ram."

"Wahh Papa beneran sarap!" Baladewa tidak habis fikir dengan Papanya ini.

"Pa! Ayo Dika laper!"

Zavares berdecak. "Gue pamit dulu, Ram. Dua tuyul gue emang gak tahu situasi. Kapan-kapan gue kesini lagi. Bye my boyfriend."

"Anjing! Beneran sarap!"

Zavares berjalan mendahului kedua putranya. Kesal dan marah menjadi satu kesatuan di benak Zavares saat ini.

BalaResTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang