14. Sweet Gift

69 9 1
                                    

"Ayo ayo, Tara! Kamu bantu cek sound, ya. Koordinasikan backstage juga nanti. Panitia kita terbatas soalnya." Perintah Pak Agus yang nampak sibuk mengarahkan panitia.

Tara yang mendapat perintah lantas segera menuju ke tempat para panitia pengurus berkumpul.

Ingat dengan kalung tanda nama yang barusan ia beli bersama Bian? Iya, kini ia tengah memberikan nya pada Joan, teman satu divisinya. Rupa-rupa nya beberapa petugas panitia telah di beri tambahan tugas oleh ketua pelaksana. Di karenakan kekurangan petugas anggota. Alasan yang dapat di maklumi, acara pensi yang cukup besar seperti ini pasti akan sulit dengan jumlah panitia yang terbatas.

"Ini udah dicetak semua? Dua puluh tiga orang?" tanya Tara sembari memasukkan lembaran nama pada slot kalung tanda nama tersebut.

"Udah kok, ini ada lebih juga malah buat jaga-jaga." jawab Joan singkat.

"Itu Pak Agus dari tadi ngomel Mulu tau, Tar. Sebel gue." ungkap Joan mengeluarkan kekesalannya.

"Gak heran sih. Udah lah, pak Agus biasa begitu. Kalo diem aja malah harus di curigai." sahut Tara yang di balas dengan tawa kecil oleh Joan.

"Ya udah gua bagiin ini dulu ya." ucap Joan membawa kalung-kalung nama yang sudah siap.

Beres dengan masalah perkalungan tadi, Tara menuju bot makanan yang ia atur. Kembali meninjau kondisi serta sedikit bercengkrama dengan para penjual makanan.

"Tara!"

Cekrek!

"Masyaallah, cantiknya," Puji Alya yang kini tengah mengamati hasil jepretannya.

Tara terkekeh lalu mendekat kearah sahabat barunya.

"Kamu suka ngagetin ya, Al ..." ucap Tara ikut melihat hasil jepretan Alya.

"Udah sarapan, Al?" tanya Tara.

"Belum." jawab Alya lalu terdiam sejenak, gadis itu seakan memberi jarak untuk melanjutkan kalimatnya. "Belum dua kali maksudnya," Tara tertawa mendengar nya. Ada-ada saja temannya satu ini.

"Assalamualaikum, cantik ..." sapa Harsa tiba-tiba.

"Waalaikumsalam," jawab Tara dan Alya serentak.

Keduanya memang cantik, jadi tak ada salahnya Tara ikut membalas salamnya. Meskipun Tara tau kalau Harsa hanya berniat menyapa Alya.

"Gue nyapa Alya, bukan lo." ucap Harsa tepat seperti dugaan Tara.

Alya menggeleng heran dengan tingkah Harsa yang nampak begitu tak suka salamnya dijawab Tara.

"Jawab salam itu wajib, Sa. Siapapun yang dengar, ya harus jawab." ucap Alya memberi edukasi.

"Hehe, iya maaf." balas Harsa cengengesan.

"Ya udah, aku duluan, ya. Assalamualaikum ..."

"Waalaikumsalam," jawab Tara dan Harsa serempak. Ditinggalkan mereka berdua oleh Alya.

Dua manusia yang memang saling menyimpan rasa tak suka itupun bertatap mata. Keduanya terlihat nampak memicingkan netra nya masing-masing. Alasan keduanya saling tak suka satu sama lain rasanya telah menjadi rahasia umum bagi para sahabat Bian.

Harsa yang tak suka karna Tara sering membuat kecewa sahabat karibnya, sedang Tara yang tak menyukai Harsa karna selalu memberikan komentar negatif tentang hubungan nya dan Bian. Memang Geo dan Reyki juga sering ikut dalam beberapa ejekan, tapi keduanya tak pernah sesinis Harsa.

Di tengah tajamnya tatapan dua remaja itu, tiba-tiba ada seorang anak laki-laki dengan kaus berwarna merah datang menghampiri Tara. Anak kecil itu ternyata anak guru bahasa Indonesia di sekolah, namanya Raka.

Biantara | Lee Jeno Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang