21. Tara!

66 5 0
                                    

Baru saja sampai di depan pintu rumahnya, Tara sudah di hantui rasa curiga. Rumahnya nampak kosong, pintu dan pagar nya pun nampak tertutup rapat. Beruntunglah Bian menunggunya untuk masuk kedalam rumah, memastikan dirinya aman.

"Udah, Bi. Gapapa kok, tinggal aja." ucap Tara memberi isyarat dengan acungan ibu jari.

"Yakin? Sepi lho ini."

"Iya, gapapa. Udah sana pulang, badan kamu panasnya belum turun itu."

Bian sebenarnya masih ragu untuk meninggalkan Tara sendirian. Pasalnya tak biasanya rumah keluarga Kalingga akan kosong seperti ini. Setidaknya ketika setiap anggota keluarga memiliki kegiatannya masing-masing, Mama akan tetap di rumah.

Namun atas permintaan Tara untuk dirinya agar segera pulang, Bian menurut saja.

"Yaudah, kalo ada apa-apa langsung kabarin, ya ..."

"Siap, pak satpam!"

"Enak aja manggil satpam."

"Lagian suruh lapor, udah kaya satpam komplek aja. Terus mau di panggil apa?"

"Calon imam boleh tuh." ucap Bian dan langsung menancap gas motornya meninggalkan Tara yang sudah siap dengan tas yang hendak ia lempar. Sedang Tara, hanya tertawa melihat bagaimana pemuda yang mengantarnya pulang kabur di buatnya.

Setelah Bian berhasil melarikan diri, Tara mulai membuka pintu menggunakan kunci cadangan yang bawa. Sebelumnya ia juga sudah mencoba mengetuk dan memencet bel rumah beberapa kali, namun nihil hasilnya.

"Assalamualaikum, Ma, Tara pulang." ucap Tara mengendap-endap masuk kedalam rumah.

Rumah dua lantai itu tak hanya sepi, namun juga gelap. Tak biasanya semua jendela rumah di tutup siang-siang begini. Tara semakin curiga dengan keadaan rumahnya sendiri.

"Ma? Mas Juan? Ini Tara sendirian?" ucap Tara yang kini sudah berada di ruang keluarga.

Dirinya pun mulai mengecek setiap sudut rumah satu-persatu. Mulai dari garasi, area kolam ikan, dapur, hingga halaman belakang rumah. Namun tetap tak di temukan tanda-tanda keberadaan Mama ataupun manusia lain disini.

Merasa lelah harus menelisik satu-persatu area rumah, Tara memilih untuk segera pergi ke kamar untuk mengistirahatkan dirinya.

Dor!

"SURPRISE!" 

Tara disambut dengan letusan balon dan banyak sekali dekorasi di kamarnya. Tepat dihadapannya, kini Mas Juan dan juga Mama tengah tersenyum lebar dengan sebuah hadiah di tangannya.

"Mama sama Mas Juan ngapain? Tara ulang tahunnya udah lewat lho..." tanya Tara dengan ekspresi kebingungan. Apa yang membuat dua orang terdekatnya membuat kejutan sedemikian rupa, rasanya ia tak memiliki hal spesial apapun yang perlu di rayakan hari ini.

"Siapa yang bilang ini kejutan ulang tahun?" tanya Juan pada adiknya.

"Terus, ini ngapain? Tara nggak abis mecahin rekor lho, Mas."

"Kemarin 'kan anak Mama udah hebat banget ngurusin pensi, jadi Mama sama Mas Juan sepakat kasih apresiasi ke kamu. Sama kaya waktu Mas Juan menang lomba futsal dulu." ucap Mama menjelaskan.

Setah diam beberapa saat, mencerna ucapan Mama barusan. Tara lalu tersenyum, bahagia sekali rasanya dapat sebuah pujian yang sangat luar biasa. Mama dan Mas Juan bahkan menghias kamarnya seakan-akan ada sebuah pesta perayaan disini.

Mama memang selalu memberikan apresiasi disetiap pencapaian putra-putrinya. Ia juga akan berlaku adil pada anak-anaknya, Mas Juan juga mendapatkan apresiasi yang sama oleh Mama. Waktu itu Mas Juan berhasil menjuarai kompetisi futsal tingkat kota, dan Mama juga menyiapkan sambutan yang sama pada putra sulungnya.

Biantara | Lee Jeno Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang