Bel sekolah berbunyi, seluruh siswa-siswi sudah berhamburan keluar kelas untuk segera pulang ke rumah masing-masing.
Bian masih diam di kursinya, menunggu Harsa segera beranjak dan lebih dulu meninggalkan kelas. Mengingat apa yang baru saja terjadi pagi tadi di kantin sekolah, kondisi keduanya kini semakin canggung. Setelah tragedi tersebut, Bian dan Harsa tak melakukan kontak komunisme sama sekali. Pandangan Harsa yang biasanya begitu ekspresif dan ceria, kini nampak berbeda. Entah apa yang ada dibenak pemuda tersebut, Bian tak bisa menebaknya. Yang jelas ego keduanya masih sama-sama besar untuk sekedar saling menyapa.
Yang ditunggu-tunggu pun akhirnya beranjak juga. Harsa pergi begitu saja tanpa meninggalkan sepatah kata, namun sedetik sebelum melangkahkan kaki keluar kelas, netra keduanya saling bertatapan, Harsa menerbitkan senyum kecil disana. Entah apa artinya, yang jelas senyum itu tak secerah biasanya.
Bian lalu mengecek ulang bangku dan laci mejanya sebelum beralih meninggalkan kelas. Sepanjang lorong, otaknya berputar mencari alasan untuk tidak terlalu memikirkan kejadian pagi tadi, karna jujur itu sangat menggangu pikirannya. Namun yang terus muncul dibenaknya hanya kata maaf yang mendesak minta diutarakan. Sayangnya ego Bian masih cukup besar untuk mengakui kesalahannya.
Emosi remaja memang kadang sangat tidak terduga, bisa begitu tenang lalu meledak begitu saja. Mungkin itu yang Bian alami pagi tadi. Setelah banyak menyimpan perasaan resah, kacau, bingung, dan perasaan lain yang menggangunya sendirian, semuanya meledak tak terkontrol begitu saja. Meninggalkan korban dan kekecewaan setelanya.
Hubungan persahabatan keempat anggota Razelfox itu tak bisa dibilang singkat. Harsa dan Bian sudah saling mengenal sejak sekolah dasar, dan mulai akrab saat duduk di kelas tujuh sekolah menengah pertama bersama dengan Geo dan Reyki. Hubungan empat serangkai itu semakin erat setelah menemui banyak batu-batu pengahalang kehidupan di masanya masing-masing. Saling menguatkan adalah satu hal yang terus menjaga hubungan keempatnya hingga sejauh ini. Dan sekarang, ego yang tinggi nyari memporak-porandakan segalanya.
Baru saja hendak mengeluarkan motor kesayangannya, Bian baru teringat dengan Tara. Bagaimana gadis itu pulang kerumah hari ini. Meskipun Tara sudah bilang kalau dia akan pulang bersama Mas Juan hari ini, tetap saja rasanya janggal ketika ia tidak menemui gadis itu lagi sebelum pulang ke rumah. Ia langsung membalikkan badan dengan niat menyusul Tara di kelasnya, namun secara tiba-tiba, gadis itu justru sudah tersenyum lebar sambil membawa paper bag yang pagi tadi ia berikan.
Jangan tanya kenapa boneka itu tidak disita, jawabannya karna Tara menaruhnya di loker pribadi setelah jam istirahat usai.
"EH AYAM, AYAM!" Latah Bian sembari mengelus dadanya yang tak sesak. "Ya Allah, Tar, aku kira siapa,"
"Muka aku mirip ayam gitu?"
"Ayam warna-warni, lucu tuh." mendengar jawaban Bian barusan, Tara memutar bola matanya malas.
"Yuk, pulang," ajak Bian yang sudah siap memberikan helm bogo berwarna coklat tua pada Tara. Bian memang selalu membawa dua helm, katanya untuk jaga-jaga.
Ajakan Bian kali ini menerima gelengan kepala dari Tara. Ia tak mau kembali menerima banyak Omelan dari Papa hanya karna pulang bersama kekasihnya.
"Aku mau ke tukang fotokopi, Mas Juan tadi juga nawarin pulang bareng. Makanya aku kesini, mau ngasih tau kamu biar nggak usah nunggu nganterin aku. Oh iya, aku udah bilang kan tadi pagi?" katanya, Tara menjelaskan alasan penolakannya dengan begitu rinci.
"Bener?" tanya Bian untuk mengkonfirmasi keputusan Tara barusan.
"TARA!" panggil Mas Juan dari depan gerbang yang sudah siap dengan helm yang ia julurkan dengan tangan kirinya. Tara tak sedang berbohong kali ini, namun sepertinya Mas Juan menjemputnya lebih awal dari yang ia duga sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biantara | Lee Jeno
Fanfiction❝Hidup itu penuh kejutan, nak. Dan dunia nggak pernah nunggu kamu siap untuk nerima semua candaannya.❞ *** Ini tentang sepasang remaja yang berusaha berdamai dengan alur hidupnya. Sabian Pram Kendrick, remaja yang harus kehilangan sosok ayahnya dan...