13. De javu

81 13 2
                                    

Pagi ini, Bian bisa sedikit bersantai untuk berangkat ke sekolah. Pasalnya semua persiapan sudah ia lakukan kemarin. Jadwal acara pagi ini adalah latihan untuk beberapa penampilan tambahan dari perwakilan kelas.

Mengingat dirinya memiliki waktu luang yang cukup senggang. Bian memilih untuk ke dapur, menyiapkan makanan untuk konsumsi sekeluarga hari ini. Meskipun tak setiap hari memasak, masakan Bian patut di beri apresiasi. Mungkin tak seenak masakan sang Bunda dulu, namun ini sudah sangat cukup untuk kategori amatir.

"Masak apa kamu, Bi?" Tanya Bagas yang baru saja selesai mandi. Tangannya bahkan masih sibuk mengeringkan rambut menggunakan handuk berwarna coklat tua.

"Tahu tumis," jawab Bian singkat masih sibuk memotong bawang-bawangan.

"Acara puncak kapan?"

"Jam sepuluh. Acaranya sampe malem, Mas jadi mau dateng?"

"Pagi ini mas masih harus design logo. Ada yang client minta revisi semalem."

Bian hanya mengangguk paham. Kakak laki-lakinya ini memang manusia sibuk yang tak bisa di ganggu jadwal kerjanya.

"Kalo sibuk nggak usah dateng juga nggak papa mas." ucap Bian sembari menumis bahan masakannya.

Bagas mengangguk, "Mas usahain dateng, tapi nggak bisa janji."

Bian mengangguk lalu segera menyelesaikan masakannya.

Setelah masakannya beres, Bian lanjut menyiapkan seporsi sarapan pagi untuk sang Bunda. Meskipun ia tau bahwa Bunda belum menerima kehadirannya seperti dulu. Namun setidaknya ia melakukan tugasnya sebagai anak yang berbakti.

Seperti biasa, Bagas lah yang akan mengantar makanan tersebut ke kamar sang Bunda. Semenjak kepergian Ayah, Bunda semakin sensitif terhadap banyak hal. Termasuk untuk kembali makan di meja makan. Bunda seakan membenci meja kayu itu. Bayangan nya tentang sang suami seakan tak berhenti terputar dalam benaknya.


***

Seperti rencana awal, Bian kini telah rapi. Menggunakan kemeja hitam dengan lengan yang ia gulung setengah tiang. Aroma parfum maskulin juga sudah tercium harum dari tubuhnya.

Awalnya Bian sudah akan berangkat, namun ia kini justru terduduk tepat di depan pintu menunggu jawaban pesan singkat yang ia kirim beberapa waktu lalu pada kekasihnya. Siapa lagi kalau bukan Tara.

Bian ingin memastikan apakah Tara sudah berangkat, atau malah ia bisa menjemput nya lebih dulu di kediamannya.

Lumayan, kan. Asupan cinta pagi hari dapat membuat gairah nya untuk menjalani aktivitas hari ini menjadi meningkat.

Ting!

Satu notifikasi pesan singkat Bian terima.

Satu notifikasi pesan singkat Bian terima

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Biantara | Lee Jeno Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang