28. Senja kota Surabaya

49 5 0
                                    

Masih dengan Bian dan Tara yang sedang menikmati langit senja kota Surabaya. Keduanya kini tengah mengambil beberapa gambar yang sudah mereka rencanakan sebelumnya. Satu senja yang ditutup dengan penuh rasa bahagia. Satu hari yang dapat keduanya nikmati dengan begitu sempurna.

Hembusan angin sore hari pun membuat keduanya semakin syahdu menikmati setiap tawa, bahagia, candaan dan hal-hal membahagiakan lainnya hari ini.

"Sesuka itu sama senja?" tanya Tara tiba-tiba saat Bian mulai mengambil beberapa foto dengan kamera yang ia bawa.

"Dulu sih gitu, tapi kayanya sekarang nggak deh." Tara mulai heran dengan jawaban kekasihnya.

"Kok bisa? Kenapa?"

"Sejak ada kamu, Senja nggak lagi jadi hal paling indah buat ku," Bian terdiam, menatap lekat netra Tara seakan memberi kode bahwa ia sengaja memberi jeda untuk melanjutkan kalimatnya.

"Karna cuma ada kamu di posisi itu."

Sudah dapat dipastikan, Tara tengah tertawa puas mendengar ucapan Bian barusan. Bagi Tara, kata-kata seperti ini memang tercipta hanya untuk mencairkan suasana. Namun berbeda dengan Tara, wajah Bian justru nampak begitu serius ketika mengucapkannya. Ia tengah bersungguh-sungguh dengan apa yang ia tuturkan barusan. Tentang cintanya pada Tara yang telah merebut hampir seluruh bagian dari hatinya.

"Aku serius, Tar." ucap Bian yang kini sudah mendekat kearah Tara.

"Aku beneran serius waktu bilang cuma ada kamu di posisi itu, dan aku harap kamu juga begitu." sambung Bian dengan senyum tulus.

Jangan tanya bagaimana kondisi Tara saat ini. Sudah pasti bagai di alam mimpi. Bian selalu berhasil menerbangkan banyak kupu-kupu di dalam perutnya, bahkan menumbuhkan sayap gaib yang siap membawanya terbang ke langit ketujuh.

Untuk Bian, Tara siap dengan banyak luka yang akan terus menikamnya. Untuk Bian, Tara siap terus merasa bersalah. Untuk Bian pula, Tara rela menyerahkan seluruh hatinya. Sama dengan apa yang Bian rasakan tentang dirinya, begitu pula Tara mencintai Bian dalam hidupnya.

"Tetap begini, bisa?" tanya Tara sembari mengusap lembut pipi kekasihnya.

"Selalu, Tar. Aku akan selalu begini buat kamu. Cari aku kalau kamu butuh tempat bersandar, cari aku kalau kamu punya hari yang buruk, cari aku buat semua hal berharga di hidup mu." tegas Bian dengan netra yang nampak berkaca-kaca. Kegiatan hunting langit senja hari ini ternyata mengandung banyak hal-hal yang tak pernah ia sangka.

Perlahan, jarak antara keduanya kian menipis. Saat tak ada lagi ruang yang tersisa, Bian memeluk erat tubuh Tara dengan penuh rasa bahagia. Bagaimana ia begitu bersyukur memiliki Tara dalam hidupnya.

Berbeda dengan Bian yang sudah larut dalam peluknya, Tara justru masih tak memberikan respon apapun selain tetesan air mata yang tak terasa jatuh secara tiba-tiba. Entah apa yang ada dibenaknya saat ini, perasaannya terlalu rancu. Bahagia sudah pasti ia rasakan, namun yang tak ia duga adalah, justru terselip perasaan miris dan kecewa dirinya sendiri.

"Tapi, Bi, jangan terlalu cinta, ya?" ucap Tara membuat Bian heran dengan maksud ucapannya.

"Kenapa? Ada yang salah?"

"Kita masih muda, bakal banyak hal-hal yang nggak terduga di masa depan nanti, aku cuma nggak mau kamu kecewa." Bian lantas mengerutkan dahinya, mencoba kembali mencerna perkataan Tara.

"Kamu ngomong gitu seolah-olah semuanya bakal selesai. Ada hal yang perlu aku tahu, sebelum aku cari tahu sendiri, Tara?" Tanya Bian dengan tatapan tajam pada sepasang netra Tara. Pelukannya pun sudah terlepas, berganti dengan dua telapak tangannya yang menggenggam telapak tangan Tara. Jujur, rasa curiga kembali menyeruak ditengah perasaan bahagianya saat ini. Tara terlihat begitu gugup dan itulah yang membuat Bian semakin yakin bahwa ada hal yang tak pernah ia tahu sedang disembunyikan oleh kekasihnya sendiri.

Biantara | Lee Jeno Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang