20. Make a Promise

58 5 0
                                    

Hari ini jam kosong mendominasi seluruh kegiatan sekolah. Setelah acara kemarin, para guru dan siswa yang terlibat melaporkan hasil tugas dan kerja nya kemarin. Sembari mengoreksi ulang beberapa yang kurang.

Mendapati banyak jam kosong hari ini, Bian memilih menggunakan nya untuk beristirahat. Bertamasya ke alam mimpi katanya. Mata nya sudah terpejam dari beberapa menit yang lalu, namun tak kunjung bisa tertidur. Sudah mencoba beberapa posisi, namun hasilnya nihil. Ia tetap terjaga dari mimpi indah yang ia harapkan.

"Kenapa sih, Bi? Ga tenang amat kayanya." tanya Harsa yang menyadari tingkah Bian yang nampak berbeda.

"Nggak tau. Gue juga bingung."

"Soal Tara kemaren, udah lu tanyain ke anaknya?" tanya Harsa penasaran.

"Belom."

"Lu takut? Bi, buat apa di pertahanin kalo isinya cuma curiga? Ga sehat hubungan lu."

"Maksud lu apa nih, kok tiba-tiba nyeplos gini."

"Gini ya, Bi. Namanya punya hubungan, itu harus tambah bahagia. Kalo ngga, ya buat apa? Percuma." ujar Harsa yang di balas dengan tatapan tak terima dari Bian.

"Menurut gua apa yang lu bilang barusan lebih cocok di sebut egois, Sa."

"Bukan egois, wahai Sabian... Tapi lo mikir nggak sih? Lo kaya orang yang nyari penyakit tau nggak. Gua udah coba kasih nasehat ke lu baik-baik tapi selalu lu tangkep buruk. Gua ini sahabat lu, Bi... Gua lebih kenal lo daripada cewe nggak bener itu!"

"Omongan lu di jaga, Sa. Tara ga seburuk itu. Lu cuma nggak pernah-"

"Iya, gua tau. Gua emang ga pernah ngerasain apa yang Lo rasain, Bi. Tapi setidaknya gua bisa liat, apa yang terjadi selama lu merasakan 'hal yang ngga gua rasain' itu."

Bian terdiam. Hati dan pikirannya seakan bertolak belakang. Otak nya bisa saja berpikir bahwa apa yang Harsa ucapkan adalah benar adanya. Namun hatinya, tetap saja Tara yang jadi pemenang nya.

Kalau cinta itu sebuah benda yang nyata adanya, mungkin akan berupa setangkai mawar bagi Bian. Indah, namun menusuk. Bukankah benar, kalau satu hal yang indah mahal harganya. Dan mungkin dengan mengorbankan rasa cemburunya, Bian bisa mendapatkan cinta yang abadi selamanya.

Bian terlalu labil untuk sebuah keputusan sederhana di mata sahabat nya.

"Semua tetep ada di tangan lu, Bi. Gua cuma coba kasih saran yang menurut gua baik." ucap Harsa lalu kembali fokus dengan ponsel pintarnya yang ia genggam.


***

Tepat pukul sebelas lewat Lima menit, siswa dan siswi SMA Bina Mulya di pulangkan. Di karenakan memang tak ada kegiatan belajar mengajar untuk hari ini.

Sama seperti siswa-siswi yang lain, Bian dan Tara sudah menuju parkiran untuk pulang ke rumah masing-masing. Namun saat membantu Tara memasang helm nya, Bian mengajak Tara ke salah satu taman yang tak jauh dari sekolah. Disana ada satu danau buatan yang memang sering mereka kunjungi. Tara tentu mengiyakan ajakan Bian.

Setelah sekitar lima menit berkendara, keduanya tiba pada tempat yang mereka tuju. Keduanya juga membeli pakan ikan untuk para penghuni danau. Keduanya lalu memilih duduk di tepi danau yang di naungi satu pohon besar.

Masih ingat dengan bekal roti isi yang Mama siapkan untuk keduanya? Kini Tara telah membuka bekalnya untuk di nikmati bersama.

Tara nampak sangat bahagia hari ini. Mata nya berbinar cerah seakan terdapat bintang yang memancarkan cahaya nya disana.

Biantara | Lee Jeno Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang