"Tara!" panggil Bian dari depan pintu kelas. Suara Bian cukup keras dan berhasil menyita atensi murid-murid lain yang tengah menikmati waktu istirahat di kelas, sontak Tara menjadi pusat perhatian disana.
"Bucin banget sama pacarnya."
"Tara pake pelet nggak sih? Masa iya Bian bisa suka sama orang modelan kaya dia."
"Tara beruntung banget sih dapet, Bian."
"Gue kalo jadi Bian milih nyari cewe famous sih, biar setara."
Gunjingan-gunjingan tak beradap tersebut mampu Tara dengar dari orang-orang sekitarnya. Suaranya memang lirih, tapi bukan berarti tak tersentuh oleh gendang telinga.
Mendengar kata-kata tak mengenakan tersebut, jelas membuat perasaan Tara semakin terusik. Ia sedang cemburu dan kini mendapat omongan negatif disaat yang sungguh sangat tidak tepat.
Tara itu perasa, mendengar gunjingan tak layak seperti tadi jelas membuatnya berpikir tentang hal negatif secara berlebihan. Dibenaknya terbayang bagaimana jika Bian diam-diam menaruh hati pada gadis lain, bagaimana jika suatu saat nanti Bian menelponnya bukan lagi untuk menanyakan kabarnya, tapi justru memintanya untuk berhenti mencintainya, dan bagaimana jika apa yang ia bayangkan barusan terwujud lewat Ghea. Tara benci pikirannya sendiri.
Tanpa peduli tatapan sinis nan tidak mengenakan dari siswa-siswi lain, Bian menghampiri Tara yang sedang menunduk sambil memainkan makanannya. Bian tak tau apa yang sedang Tara rasakan sampai ia mengambil dagu gadis manis tersebut untuk menghadap ke wajahnya, mata Tara berkaca-kaca.
"Hey, are you ok? Kamu kenapa, Tara?" ucap Bian lembut sambil mengelus pipi Tara yang masih tersimpan sesendok nasi goreng di dalamnya.
Yang ditanya hanya menggeleng ribut, tingkat gengsi Tara terlalu tinggi untuk mengaku bahwa ia sedang cemburu.
"Jealous? Ngomong coba, jangan diem-dieman gini." Lagi-lagi Tara diam, bedanya kali ini netranya sudah berani membalas tatapan Bian.
Setelah selesai mengunyah dan menelan nasi goreng di mulutnya, Tara memberi kode bahwa ia tak bisa bicara disini sekarang. Netranya menatap Bian lekat lalu melempar pandangan kearah sekelompok siswa-siswi yang tadi sibuk membicarakan dirinya. Bian yang paham lalu menggandeng pergelangan tangan Tara, membawa gadis itu keluar dari kelasnya.
Keduanya lalu memilih untuk duduk pada salah satu bangku panjang dekat dengan area lapangan sekolah.
"Aku tuh kesel sama kamu! Kamu suka sama Ghea?!" ujar Tara blak-blakan ketika Bian baru saja ingin menggenggam tangannya.
Yang mendapat tuduhan jelas kaget. Ternyata benar kata Ghea, Tara ini sedang cemburu.
"Apa yang buat kamu mikir kaya gitu?" tanya Bian lembut.
"Kamu berangkat bareng tadi sama dia, mana abis itu ngobrol akrab banget lagi. Pertemanan cowo sama cewe itu nggak ada yang pure tanpa perasaan. I'm Jealous, Sabian!"
Bian tersenyum, setidaknya Tara mau mengakui apa yang ia rasakan sekarang tanpa perlu ia terka-terka lagi.
Sejenak, ia dan Tara sama-sama diam. Tara yang masih mencoba menetralkan perasaannya, sedangkan Bian yang masih menunggu sekiranya Tara reda dengan emosinya.
"Tar, aku minta maaf kalau itu buat hati kamu sakit. Tapi aku berani sumpah kalau aku sama Ghea beneran nggak ada apa-apa. Aku udah kasih penjelasan ke kamu kalau tadi waktunya udah mepet bel sekolah dan udah nggak memungkinkan buat Ghea nunggu ojol. Aku tau pacar ku cukup cerdas buat ngertiin itu."
Apa-apaan ini? Apa Bian sedang menghina kemampuan berpikirnya saat ini? Yaaa, meskipun memang benar Tara akan menyampingkan logikanya ketika cemburu, tapi bukan berarti menjadi bodoh 'kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Biantara | Lee Jeno
Fanfiction❝Hidup itu penuh kejutan, nak. Dan dunia nggak pernah nunggu kamu siap untuk nerima semua candaannya.❞ *** Ini tentang sepasang remaja yang berusaha berdamai dengan alur hidupnya. Sabian Pram Kendrick, remaja yang harus kehilangan sosok ayahnya dan...