Sudah dua hari dari kandasnya hubungan asmara Bian dan Tara, kini Bian memilih untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersama perempuan hebat yang sudah melahirkannya ke dunia. Sejak hubungan keduanya yang membaik berkat kue coklat yang Bian hadiahkan beberapa waktu lalu, Bunda lebih terbuka dan perlahan kembali menerima kehadiran si bungsu dalam hidupnya.
Hari ini Bian memilih untuk mengambil izin dalam rangka menemani Bunda untuk medical check up, meninjau kembali perkembangan perawatan psikis Bunda setelah kurang lebih satu bulan lamanya.
Sebelumnya, Bian tak pernah sekalipun mendampingi Bunda disetiap kegiatan yang wanita itu lakukan, mengingat bagaimana reaksi sang Bunda ketika Bian mendekati dirinya meski hanya selangkah saja.
"Bian beneran nggak apa-apa nemenin Bunda?" tanya sang Bunda dengan raut wajah yang nampak khawatir pada putra bungsunya.
"Nggak apa-apa Bun, masa iya Bunda pergi sendiri, nggak masalah sama sekali buat Bian nemenin Bunda mumpung Mas Bagas lagi ada kegiatan gini." timpal si Bungsu sembari mengambil beberapa butir anggur untuk ia jadikan menu sarapan pagi ini.
"Yaudah, yuk berangkat!" tandas si bungsu sembari mengambil telapak tangan sang Bunda untuk ia genggam.
Setelah beberapa lama dari terakhir kali ia membawa sang Bunda menyapa arus jalanan kota, kini Sabian bisa kembali merasakan sensasi bahagianya. Sejenak pemuda itu melepas masa birunya setelah mengakhiri hubungannya dengan Tara, hari ini Bian ingin lebih fokus pada wanita hebat yang ia yakini sebagai cinta pertamanya di dunia.
Sesampainya di rumah sakit tempat Bunda akan melangsungkan sesi konseling rutinnya, Bian segera menuju bagian resepsionis dan kembali mengecek nomor antrian milik sang Bunda.
Sejak kepergian Ayah Raden, kondisi Bunda bisa dikatakan kacau sekali. Wanita paruh baya itu bahkan sempat beberapa kali mencoba mengakhiri hidupnya sendiri, sebelum akhirnya Mas Bagas membawanya ke salah satu psikiater dan mendapat diagnosa mengidap skizofrenia, membuat Bunda membutuhkan terapi lebih lanjut setiap bulannya.
"Bunda udah boleh masuk nih kata perawatnya." ucap Sabian sembari menggandeng tangan sang Bunda menuju ruang konseling.
Diam-diam wanita paruh baya itu tersenyum lembut pada putra bungsunya, semburat kemerahan terbit di pipinya ketika menyadari bahwa ia berhasil mendidik putranya menjadi pribadi yang penuh kasih sayang. Sekelibat penyesalan pun turut muncul dalam dadanya, Bunda benar-benar ingin memperbaiki hubungannya dengan Bian, anak yang sempat selalu ia tolak kehadirannya.
Sesampainya di depan pintu ruang konseling tersebut, Bian melepaskan genggaman tangannya. Namun sebelum pemuda itu beranjak dari tempatnya berdiri, Bunda mengecup singkat pipi kirinya, kecupan kecil yang berhasil memberikannya gejolak euforia yang luar biasa.
"Makasih ya dek, mau nemenin Bunda." ucap Bunda sebelum akhirnya memasuki ruang konseling dengan senyum yang masih terukir apik di wajah ayunya. Bian sudah lama merindukan hal semacam ini untuk ia dapatkan dari sang Bunda.
***"Tara, Mama baru beli Kinder joy satu kotak lho, kamu nggak mau nih?" seru Mama dari depan pintu kamar Tara.
Sejak dua hari lalu, Tara mengunci dirinya sendiri di kamar tanpa asupan makan dan minum sama sekali. Mama sudah mencoba berbagai macam cara agar Tara mau sedikit saja mengisi perutnya, namun tetap saja nihil hasilnya. Tara sedang kalut dalam perasaan bersalah dan putus asanya sendiri, hingga baginya tak ada satupun hal yang membuatnya tertarik untuk sekedar melanjutkan hidupnya esok hari.
"Neng, buka yuk pintunya... Mama kangennnn banget, pengen peluk Tara," ucap Mama lagi-lagi menawarkan kalimat negosiasi yang tak jauh berbeda dari sebelum-sebelumnya. Suara wanita paruh baya itu bahkan terdengar bergetar, perlahan air matanya jatuh merasakan nyeri di dadanya. Ia turut merasa gagal merawat dan melindungi putri kecilnya dari ego suaminya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biantara | Lee Jeno
Fiksi Penggemar❝Hidup itu penuh kejutan, nak. Dan dunia nggak pernah nunggu kamu siap untuk nerima semua candaannya.❞ *** Ini tentang sepasang remaja yang berusaha berdamai dengan alur hidupnya. Sabian Pram Kendrick, remaja yang harus kehilangan sosok ayahnya dan...