46. The Letter Of Love

185 13 0
                                    

"Abang di mana? Bisa pulang sekarang nggak? Tolongin Mama sayang..."

Kalimat itu begitu terngiang di kepala Juan sepanjang perjalanan menuju ke rumah. Sesaat setelah melipir menjauh dari Bunda dan Juga Bagas, Juan mendapat sebuah panggilan telepon dari sang Mama dengan nada pedih yang tak kalah luar biasanya.

Inggit sudah panik sedari tadi, melihat suaminya pulang dengan keadaan mabuk parah dan mobil yang bahkan nampak ringsek di bagian depannya. Tak hanya itu, laki-laki yang sudah ia nikahi lebih dari dua puluh tahun itu juga nampak tidak stabil dan terus meluapkan amarahnya dengan merusak barang-barang yang ada di sekitarnya. Karna bingung dan tak tahu lagi harus berbuat apa, Inggit lalu menelpon putra sulungnya untuk segera kembali ke rumah.

Sesuai dengan yang Mama ucapkan lewat panggilan telepon, kini pemandangan pertama yang Juan tangkap saat tiba di rumahnya adalah sebuah mobil dengan bagian depan yang ringsek, dan beberapa pot bunga yang nampak pecah berhamburan. Situasi nampak semakin buruk saat tangisan Mama terdengar begitu pedih di telinganya.

Melihat kondisi rumah yang sudah begitu kacau, Juan lantas bergegas masuk. Dan tepat di belakang pintu masuk rumahnya, ia dapati sosok wanita paruh baya yang sedang menangis tersedu-sedu dengan tangan yang nampak berdarah cukup deras.

Juan jelas panik, ia ambil selembar sapu tangan yang selalu ia simpan dalam sakunya lalu ia lilitkan kain tersebut ke telapak tangan Mama. Ia balut dengan begitu hati-hati hingga lukanya tak nampak lagi. Setelahnya, Juan peluk tubuh Mama erat. Ia coba tenangkan derap tangis sang Mama yang masih enggan berhenti.

Juan belum tahu pasti apa yang sebenarnya sudah terjadi, tapi Juan rasa disaat seperti ini lebih baik ia tak banyak bertanya dulu. Karna Juan pun yakin, bahwa Mama juga sama bingungnya atas situasi saat ini.

"Assalamualaikum!" Ucap seorang dengan suara yang terdengar asing bagi Juan.

"Waalaikumsalam." Juan lepaskan sejenak pelukannya untuk Mama lalu bergegas menghampiri sumber suara tersebut yang berasal dari halaman depan rumahnya.

Seorang dengan tubuh tinggi tegap dan berseragam khas polisi lalu lintas nampak sedang mengecek mobil ringsek yang Papanya gunakan barusan. Perasaan Juan mulai kembali berkecamuk, jangan-jangan...

"Waalaikumsalam, ada kepentingan apa ya pak?"

"Begini Mas, mobil ini tadi melakukan tindak kriminal tabrak lari di perempatan jalan sore tadi. Jadi kedatangan saya kemari untuk menindak kelalaian berkendara tersebut."


***

"Bagas udah urus semuanya, kita tinggal tunggu Bian bisa dibawa pulang aja, Bun." Ucap setelah menyelesaikan serangkaian admistrasi rumah sakit.

Malam sudah semakin larut, namun sepasang ibu dan anak itu masih berada di rumah sakit dengan segala urusan administrasi. Beruntungnya Bagas tanggap menyelesaikan semuanya. Jadi, malam ini juga, kepulangan Bian ke rumah bisa disegerakan.

Drtt... drtt...

Satu panggilan telepon dari Juan Bagas terima, "Halo?"

"Ada kabar bagus, pelaku tabrak lari udah diamankan ke kantor polisi. Lo tenang aja, gue bantu urus semuanya."

"Seriusan? Secepet itu? Siapa orangnya?"

"Kalingga Maheswara," jawab Juan dari panggilan telepon. Keduanya sempat terdiam sejenak, sama-sama tak tahu harus melanjutkan percakapannya seperti apa. "Gue turut berdukacita ya, Gas. Gue juga minta maaf sebesar-besarnya buat kecelakaan ini. Gue janji semuanya bakal gue urus sampe selesai di jalan hukum dengan seadil-adilnya."

Biantara | Lee Jeno Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang