Pagi ini Tara di sambut dengan senyuman Juan yang nampak begitu merekah, entah apa artinya. Tara yang baru saja keluar kamar dan hendak mengisi perut itupun terheran-heran dengan kelakuan kakaknya pagi ini.
"Mas? Sehat? Mas Juan kenapa sih, Ma?" tanya Tara pada Mama yang sedang sibuk menuang teh hangat.
"Coba tanya sendiri ke orangnya. Dari tadi kaya gitu, tuh." ucap Mama dengan senyum yang nampak sumringah.
"Kamu mau tau Mas kenapa?"
"Kenapa?" tanya Tara menjawab pertanyaan Juan.
"Jawabannya-"
"Rahasia!" sahut Mama melanjutkan ucapan Juan yang terputus.
"Nggak asik deh main rahasia-rahasiaan kaya gini."
"Asik kok, Mas aja seneng main nya."
Tara memutar bola matanya malas. Ia lebih memilih untuk menyantap selembar roti tawar di hadapannya dari pada merayu Juan untuk memberi tahu apa yang sebenarnya sedang ia sembunyikan, meskipun rasa penasarannya tetap ada.
"Kamu di jemput Bian, dek?" tanya Juan pada adiknya.
"Iya, kenapa?"
"Gapapa, nanya aja."
Tara mengangguk sebagai jawaban.
Mama kini tengah sibuk mengoles selai coklat pada beberapa lembar roti yang ada di hadapannya. Ia sedang menyiapkan sedikit bekal untuk sosok kekasih gadis kecilnya.
"Ini buat kamu sama Bian di sekolah. Di abisin, ya..." ucap Mama memberikan kotak bekalnya.
Tara tersenyum, memberi sinyal rasa terimakasih pada wanita hebat yang sudah melahirkan nya.
Selain Juan yang selalu melindungi nya, Mama juga turut ambil peran menjaga hati kecilnya. Bian dan Mama memang sudah cukup dekat, bahkan sudah seperti anak dan ibu kedekatan nya. Namun semenjak keputusan Papa untuk menjodohkan Tara dengan anak sahabat nya, Mama lebih menjaga jarak menghargai keputusan suaminya. Meskipun hati kecilnya juga ikut menolak perjodohan yang dilakukan pada putri manisnya.
"Makasih mama cantik ..." ucap Tara setelah menyelesaikan acara sarapan paginya.
"Sama-sama, geulis ..." ucap Mama membalas ucapan terimakasih putrinya. Tara memang memiliki darah Sunda dalam dirinya, itu dari Mama yang asli kelahiran kota Bandung, Jawa barat.
"Assalamualaikum!" ucap seseorang yang terdengar asalnya dari teras rumah, bisa Tara yakini itu adalah Bian yang datang untuk menjemput nya.
"Waalaikumsalam!"
"Ma, Mas, Tara berangkat, ya... Assalamualaikum..." ucap Tara lalu menyalami Mama dan Mas Juan yang masih sibuk dengan sarapan nya masing-masing.
"Waalaikumsalam. Hati-hati, neng!" pesan Mama yang di balas dengan acungan jempol oleh Tara.
Segera ia menemui Bian yang sudah menunggu di depan pintu dengan jaket berwarna hitam yang ia gunakan.
Tak biasanya Bian menggunakan jaket saat hendak pergi sekolah, mengingat panasnya kota Surabaya ketika siang hari tiba.
Tara yang meras keheranan lalu langsung mengecek suhu tubuh Bian dengan menempempelkan telapak tangan nya pada dahi pemuda di depan nya.
"Panas. Kamu sakit?" tanya Tara setelah merasakan suhu tubuh Bian yang tak normal.
"Nggak."
"Tapi ini panas, Bi... Aku ambilin obat demam dulu, ya?" ucap Tara yang sudah berbalik badan, siap mengambil obat untuk kekasihnya. Namun justru di cegah Bian dengan menggenggam pergelangan gadis manis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biantara | Lee Jeno
أدب الهواة❝Hidup itu penuh kejutan, nak. Dan dunia nggak pernah nunggu kamu siap untuk nerima semua candaannya.❞ *** Ini tentang sepasang remaja yang berusaha berdamai dengan alur hidupnya. Sabian Pram Kendrick, remaja yang harus kehilangan sosok ayahnya dan...