第 12 章

1.6K 156 7
                                    


Ketika seseorang datang dan berbagi momen spesial denganmu, rasanya menakutkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika seseorang datang dan berbagi momen spesial denganmu, rasanya menakutkan. Karena keberhargaan itu, kenyamanan itu—kata-kata seperti tanggung jawab dan kecemasan juga menyertainya.

Aku tidak yakin bahwa aku dapat memikul beban ini. Terlebih lagi karena bersama Theodore Valentino. 

Dia adalah seseorang yang memiliki alasan yang tepat untuk membenciku. Tidak aneh jika dia membunuhku pada waktu tertentu.

Itu karena keluargaku telah menghancurkan segala sesuatu yang berharga baginya. Walaupun itu bukan salahku, selama nama Everett mengikutiku, itu seperti belenggu yang tidak bisa aku lepaskan.

Itu sebabnya sangat masuk akal, untuk Theodore Everett membenci Lily Everett. Dan tidak aka kemungkinan untuk merasa kebalikannya.

Jadi, yang tersisa bagiku hanyalah keputusasaan.

Segera setelah aku mengenali perasaanku sendiri—bahwa perasaan ini tidak akan dibalas, bahwa aku tidak boleh membiarkan perasaan ini tumbuh lebih jauh—aku mencoba menghindari dan menyangkal semuanya. Aku cukup takut sehingga aku menyembunyikan perasaanku sendiri.

Tapi perasaan seperti ini seperti bom waktu. Emosi ini lebih sulit disembunyikan dibandingkan dengan kemarahan. Aku baru menyadarinya sekarang.

"......"

Aku bahkan bisa mendengar napas Theodore saat matanya tertutup. Saat satu pipi bersandar di telapak tanganku, bulu matanya yang gelap dan panjang berkilau karena air mata.

Aku menyerah untuk bertindak sebagaimana seharusnya dan hanya bertindak seperti yang aku inginkan. Aku menghapus air matanya karena aku ingin menghapusnya, bukan karena dia memintanya. Aku memeluknya karena aku ingin memeluknya.

...Dan aku berharap momen ini akan bertahan selamanya.

Tapi tentu saja, itu tidak akan pernah terjadi. Tak ada yang abadi. Seolah menertawakan harapan bodohku, momen seperti mimpi ini segera berakhir.

Theodore, yang masih gemetar di pelukanku, tiba-tiba tersentak. Aku merasakan tubuhnya menegang. Dan segera, dia mendorongku menjauh dengan kasar.

Aku hampir jatuh ke belakang dengan kursi, tetapi aku berhasil tetap di kursiku. Aku menatap kosong ke arah Theodore, yang mundur dua langkah dengan ekspresi tidak percaya di wajahnya.

Matanya seolah mengungkapkan bahwa dia baru saja bangun dari mimpi. Tidak, tepatnya, dia menjadi sadar.

Tatapan ganas di mata birunya menjadi lebih ganas saat keterkejutannya tumbuh, dan segera, ekspresinya menjadi terdistorsi. Dengan reaksinya, aku bisa membaca rasa malu yang dia rasakan.

"Apa yang aku..."

"......"

Bergumam dengan suara tegang, Theodore melihat sekeliling, lalu dia menundukkan kepalanya dengan wajah di satu tangan.

My Husband Hates Me, But He Lost His Memories (Book I)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang