第 37-2 章

1.2K 122 0
                                    

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"...Aku agak emosional, mungkin karena aku sakit."

"Wajar jika Anda merasa lemah saat Anda sakit, Nyonya. Tolong istirahatlah dan cepat sembuh."

Charlotte mengatakan itu sambil meletakkan handuk basah di dahiku. Sentuhan dingin handuk basah dengan cepat menjadi suam-suam kuku karena panas mendidih yang memancar dariku.

Dalam keadaan linglung, aku berkedip dan menatap Charlotte. Lalu, aku bergumam pelan.

"Kau juga... Kau harus pergi dan istirahat jika kau lelah."

"Nyonya sedang sakit, jadi bagaimana saya bisa pergi ke tempat lain? Tolong jangan khawatirkan saya. Tutup mata Anda dan istirahatlah sekarang, Nyonya."

"......"

Bahkan jika dia tidak mengatakannya, aku akan menyerah pada rasa kantuk yang disebabkan oleh obatku.

Charlotte membalikkan handuk basah itu. Rasanya seolah-olah aku telah kembali ke masa keciku.

Memejamkan mata, aku berkata,

"Apa kau tahu? Saat aku masih kecil...aku sangat kuat..."

"......"

"Tapi sekarang, lihat keadaanku... Ah, lagipula... Maksudku adalah..."

Aku bahkan tidak bisa selesai mengatakan apa yang ingin kukatakan—tidur menimpaku seperti ombak. Rasanya seperti kepalaku terkubur lebih jauh ke bantal saat aku bergumam tidak jelas.

"...Aku hanya pernah pilek... hanya sekali sebelumnya..."

Apa yang ibu katakan kepadaku saat itu? Satu-satunya hal yang dapat aku ingat dengan jelas saat itu adalah sentuhannya yang lembut dan hati-hati.

Saat kesadaranku hilang, aku mendengar suara Charlotte sekali lagi, tapi aku tidak mengerti apa yang dia katakan.

Dan seolah-olah ada banjir yang menyapu, tidur menarikku kedalamannya.

* * *

Sudah lama sejak aku tidur sangat nyenyak.

Sejujurnya, sungguh konyol bagaimana aku bisa tidur nyenyak hanya karena aku sakit.

Berbaring diam, aku membuka mata dan menatap langit-langit. Lalu, aku perlahan bangkit.

Di mana-mana gelap, jadi mungkin masih larut malam, atau satu jam sebelum fajar.

Demamku telah turun tanpa sepengetahuanku, dan entah bagaimana aku merasa  baik-baik saja setelah itu, walaupun tubuhku masih terasa agak lemah.

Aku melirik ke sampingku dan melihat ada seseorang yang tidur di sana, dengan postur tubuh yang jelas tidak nyaman sambil duduk di kursi di samping tempat tidur.

Tentu saja, insting pertamaku mengatakan kalau itu adalah Charlotte, jadi aku berniat memanggilnya. Tapi, aku tiba-tiba merasakan ketidaksesuaian. Tanganku berhenti di udara.

Sekarang aku melihat lebih dekat, itu bukan Charlotte...

'Kenapa Theodore ada di sini...'

Lebih dari itu, ada handuk kering di tangannya, sementara di sebelahnya ada baskom perak berisi air. Kemeja yang dikenakannya sedikit acak-acakan dan lengan bajunya digulung.

"......"

Rambut hitamnya juga kusut, dan terlihat jelas dari wajahnya bahwa dia sangat lelah.

Siapa pun tahu bahwa dialah yang merawatku sepanjang malam.

... Kapan tepatnya dia datang? Jika Theodore menawarkan untuk menjagaku, maka Charlotte tidak akan bisa menolaknya.

Yang kupikirkan sekarang adalah bagaimana aku bisa keluar dari sini tanpa membangunkannya. Karena rasanya etap sama bahwa aku merasa tidak nyaman di dekatnya.

Sebisa mungkin aku tidak ingin bertemu dengannya. Dan bahkan jika aku benar-benar harus bertemu dengannya, aku tidak ingin melakukan kontak mata.

Semakin sulit untuk mendengarkan suaranya. Kata-kata baiknya yang jauh dari kata-kata beracun di masa lalu memberiku waktu yang sulit dalam arti yang berbeda.

Tapi pada saat yang sama, itu terlalu berlebihan jika aku meninggalkan orang yang merawatku sepanjang malam seperti ini, tidak dapat beristirahat dengan baik.

"......"

Dengan bibir terkatup rapat, aku menatapnya sejenak. Aku dengan hati-hati melepas selimut dan bangun dari tempat tidur. Kemudian, aku mengulurkan tangan padanya dan mengguncang bahunya sedikit.

"Duke, tolong bangun."

"......"

"Kembalilah ke kamarmu."

Namun, aku terkejut ketika aku tiba-tiba ditahan. Dengan mata masih terpejam, Theodore memegang pergelangan tanganku sekarang.

Membeku dan menahan napas, aku melihatnya perlahan membuka matanya tidak lama kemudian.

Mata birunya yang dalam bertemu dengan tatapanku dalam kegelapan. Aku menjadi tegang dan gugup tanpa menyadarinya, dan tubuhku membeku kaku.

Saat Theodore menatapku, dia perlahan merengut. Segera, suara dingin keluar dari bibirnya.

"Kau..."

Tapi ekspresi Theodore segera kusut seolah-olah dia tiba-tiba sakit kepala.

Sambil mengatupkan giginya, dia menundukkan kepalanya dan melingkarkan kedua tangannya di kepala. Dia mengerang.

"Ugh..."

Aku sudah bisa merasakan napasku bergetar sedikit demi sedikit saat aku memandangnya. Jantungku mulai berdebar tak menentu. Seolah-olah ada perasaan firasat tenggelam di perutku.

Setelah beberapa saat, Theodore mengangkat kepalanya, tapi dia berkedip bingung. Lalu, dia bertemu pandang denganku.

Dengan ekspresi terkejut, dia bertanya padaku dengan mendesak.

"Lily, kau sudah bangun? Apa kau merasa baik-baik saja sekarang? Sepertinya demammu sudah turun... Aku hanya tertidur sebentar dan—"

"......"

Mendengarkan kata-katanya yang bertele-tele, aku tetap diam, kaku seperti batu.

... Barusan itu.... apa? Theodore...

'Sama seperti saat dia bersikap dingin padaku... Seperti dulu... di masa lalu...'





-次-

.

.

Vote Please

.

Thankyou

My Husband Hates Me, But He Lost His Memories (Book I)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang