2. Cewek Bule

8.9K 423 60
                                    

"Pakdhe."

"Iya, Shilla."

"Pakdhe Ganteng ngantuk nggak?"

"Nggak. Pakdhe nggak ngantuk. Shilla ngantuk? Udah pengin tidur?"

Aku langsung tersenyum saat melihat gelengan kepala Arshilla. Dan dari bagaimana gadis kecil ini yang tiba-tiba jadi meraih telapak tanganku untuk dimainkan dengan jari-jari kecilnya.

Manisnya. Juga jadi sesuatu hal teramat menggemaskan di waktu yang sangat sama.

Memang ya. Mempunyai keponakan perempuan itu pasti akan jadi pengalaman menyenangkan dengan semua hal manis yang mereka punya. Kepolosan yang akan membuat kita jadi semakin sadar bahwa anak kecil seperti mereka memang mempunyai hati baik yang akan sangat berhasil untuk membuat jatuh cinta.

Sama seperti Arshilla. Bagaimana lugunya Arshilla, membuatku akhirnya jadi bisa luluh dengan semua bentuk perjuangan Papanya untuk jadi suami adik perempuanku tercinta.

Yang membuatku juga semakin percaya, bahwa tulus itu memang bisa menyentuh siapa saja yang ada di dekatnya.

"Nggak, Pakdhe. Shilla juga belum ngantuk."

"Kenapa? Shilla takut?"

"Nggak dong. Shilla berani."

Aku jelas semakin tersenyum dan segera merengkuh tubuh sehat Arshilla dalam rangkulanku. "Iya dong. Shilla hebat ya. Udah pernah naik pesawat juga sebelum ini."

"Iya, Pakdhe. Shilla udah pernah naik pesawat. Beberapa kali. Jadi sekarang, Shilla nggak takut lagi. Tapi dulu, Shilla ingat, waktu pertama kali Shilla diajakin naik pesawat sama Papa dan Eyang, Shilla takut banget."

"Oh ya?"

"Iya," Arshilla langsung mengangguk dalam pelukanku. "Shilla takut banget."

"Nangis nggak?"

"Nggak nangis. Tapi Shilla peluk Papa kenceng banget. Sampai baju Papa jadi kusut. Terus, tangannya Papa juga jadi lecet karena Shilla nggak mau lepas. Waktu itu, Shilla tutup mata terus. Soalnya rasanya, waktu pesawatnya baru terbang, jantungnya Shilla kaya ketinggalan di bawah. Deg-degan banget. Jadi susah napas. Makanya Shilla peluk Papa terus. Sampai Papa nggak bisa ke mana-mana. Cuma boleh sama Shilla aja."

Aku jadi terkekeh membayangkan bagaimana siaganya Ardiaz saat menjaga Arshilla dan semua bentuk ketakutannya.

"Terus, setelah itu, gimana?"

"Waktu di atas, ternyata, ya nggak papa. Papa peluk Shilla terus, sambil bilang, "Shilla. Sayang. Princess cantik kesayangannya Papa. Sekarang, coba, Shilla buka dulu matanya. Terus, Shilla lihat lewat jendela pesawatnya. Nanti, Shilla bisa lihat ada awan. Bisa lihat laut juga" gitu. Awalnya, Shilla tetap nggak mau. Shilla cuma peluk Papa, kenceng banget. Terus Papa bilang lagi, "Shilla jangan takut. Kalau Shilla terus takut, nanti Shilla jadi nggak berani. Padahal, kalau Shilla berani, Shilla jadi bisa lihat semua hal indah yang pasti akan Shilla suka. Jadi, Shilla coba lawan rasa takutnya. Ya? Biar Shilla bisa berani dan mau untuk buka mata" tapi Shilla tetep nggak mau. Terus Papa peluk Shilla, cium keningnya Shilla, sambil bilang lagi, "Tadi, Shilla udah berdoa sama Allah. Iya, kan?" waktu ditanya gitu, Shilla langsung ngangguk, terus jawab iya. Dan Papa bilang lagi, "Kalau Shilla sudah berdoa sama Allah, harusnya, Shilla percaya, kalau Allah pasti akan selalu jaga Shilla. Jaga Papa. Juga jaga Eyang. Jadi, sekarang, ayo, Shilla coba buka matanya dulu. Karena Allah pasti jaga kita semua. Jadi terbangnya Shilla naik pesawat, sekarang, dan kesempatan selanjutnya, insyaAllah, pasti akan selalu bisa selamat karena ada Allah yang jaga. Tuh, Shilla coba lihat, lautnya luas banget. Awannya juga bagus. Warnanya biru sama putih. Shilla jadi kaya burung yang lagi terbang tinggi banget. Yang kalau dilihat dari sini, jadi banyak banget warna biru cerahnya. Warna kesukaan Shilla. Memangnya, Shilla nggak mau lihat?" Papa sabar banget bilang gitu terus sama Shilla."

Prawira Laksamana ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang