59. Anak Ayah

3K 202 27
                                    

💉 Amalia

Sore hari ini, aku sedang berada di kediaman besar keluarga Laksamana. Bertemu dengan Ibu, dan diberi banyak sekali pembekalan baik serta informasi tentang bagaimana sibuk dan padatnya jadwal tugas kedinasan seorang istri Tentara.

Setelah semua berkas pengajuan pernikahanku dan Mas Agam disetujui, Mas Agam langsung menjemputku untuk datang ke mari. Bertemu dengan Ibu dan banyak bercerita seperti ini. Bahagia sekali. Juga semakin membuatku bersyukur karena bisa diterima dan berada di tengah keluarga yang harmonis serta tulusnya seperti ini.

"Terimakasih, Bu."

"Sama-sama, sayang."

"Alhamdulillah. Amel seneng banget, Bu."

"Kenapa?"

Aku lekas menunjukan senyum bahagiaku. "Karena bisa punya Ibu baik dan super hebat, seperti Ibu."

"Memang kenapa sama Ibu?"

Senyum bahagiaku makin terkembang dengan begitu sempurna saat menerima usapan lembut dari Ibu. "Dikasih banyak bantuan baik sama Ibu. Dan menerima banyak kasih sayang dari Ibu."

"Memang sudah seharusnya seperti itu dong. Amel, juga mau jadi putrinya Ibu. Jadi memang sudah kewajiban Ibu untuk bisa memberikan banyak cinta dan kasih sayang buat Amel. Biar Amel juga makin sayang sama Ibu. Kaya Amel sayang sama anak laki-lakinya Ibu."

"Pasti dong. Dan yang paling pasti lagi, sayangnya Mas Agam untuk Ibu juga akan selalu ada. Banyak dan besar sekali. Nggak akan pernah berkurang. Nggak mungkin berubah. Dan malah akan semakin bertambah di setiap waktunya."

"Aamiin. Alhamdulillah. Doa dan harapan orangtua, memang selalu seperti itu. Mau anak, menantu, dan cucu rukun selalu. Sehat dan bahagia semuanya. Tercukupi semua kebutuhannya. Juga bisa selalu dekat dengan orangtua."

"Aamiin. Mohon doa restunya selalu ya, Bu."

"Pasti dong, sayang. Jadi, sekarang, sana, Amel ikut santai-santai dan kumpul sama yang lain. Itu, suara 3 anaknya Ibu udah heboh banget dan kedengaran sampai ke sini."

Aku ikut terkekeh bersama Ibu. Sebab mendengar asiknya obrolan yang sedang terjalin di tengah keluarga baruku.

"Nggih, Bu."

"Amel ke sana aja dulu. Ibu mau beresin berkas-berkas sebentar."

"Mau Amel bantu, Bu?"

"Nggak usah, sayang. Cuma ini aja. Jadi nggak akan lama kok. Bisa cepat selesai semua. Amel ke sana aja dulu. Ya? Agam juga kayaknya udah selesai mandi. Biar Amel bisa lihat, anak tengahnya Ibu, kalau habis mandi sore, kaya apa. Makin ganteng, apa malah biasa aja."

Aku jadi langsung tersipu karena bentuk godaan dari Ibu. "Kalau buat Amel, Mas Agam jelas selalu ganteng banget dong, Bu."

"Aduh. Emang beneran udah cocok banget ini. Alhamdulillah. Allah kasih jodoh terbaik yang serasi sekali. Yang kaku, dikasih yang suka banyak senyum. Jadi biar galaknya hilang ya. Biar Amel nggak takut lagi sama Agam."

Aku jadi terkekeh geli bersama Ibu. "Alhamdulillah. Tenang aja, Bu. Amel udah mulai kebal lihat juteknya Mas Agam sejak dulu. Jadi aman. Lancar jaya. Semua bisa diatasi."

"Kalau sekarang?"

"Yang sekarang, makin deg-degan. Soalnya, juteknya Mas Agam, udah ketambahan sama sayang."

Ibu makin tertawa karena jawaban teramat jujur dariku.

"Ya sudah. Sana, yang jutek disamperin dulu. Sebentar lagi, Ibu juga nyusul."

Prawira Laksamana ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang