10. Pria Baik

2.7K 254 50
                                    

🔫 Agam

Masih asik mempersiapkan motor besar kesayanganku, aku jadi terkekeh saat mendengar panggilan suara melengking yang ditujukan untukku.

"Mas! Mamas di mana?!"

Ibu tercinta.

Memang kalau pagi-pagi tenaga Ibu bisa sangat luar biasa. Sampai rasanya, suara Ibu benar-benar lebih menggelegar dari waktu yang lainnya.

Manis sekali.

Sungguhan gambaran seorang Ibu yang tangguhnya begitu luar biasa.

Makin sayang.

"Dalem, Bu. Mamas di garasi."

Dan tak perlu menunggu waktu lama, langkah kaki begitu semangat sudah langsung mendekati tempatku sedang berada.

"Loh? Mamas kok cuci motor? Memangnya, hari ini, Mamas berangkat kerja nggak pakai mobil?"

Aku tersenyum saat Ibu sudah mendekat dan mencium pipiku. Dan aroma sedap masakan sudah langsung menguar dalam penciumanku.

Sedapnya. Karena masakan Ibu memang selalu sangat berhasil untuk menggugah selera.

"Iya, Bu. Hari ini, Mamas mau naik motor. Biar bisa lebih cepat. Jadi bisa nyelap-nyelip."

"Ya udah. Kalau hari ini Mamas mau naik motor, pakai yang matic aja."

"Kenapa, Bu? Ini, Mamas udah cuci motornya Mas."

Ibu malah terkekeh sambil menepuk bahuku.

"Motornya Mamas yang ini, cuma ganteng aja. Keren. Tinggi dan besar. Suaranya juga menggelegar. Tapi nggak bisa buat bawa apa-apa. Cuma bisa buat bawa badan aja."

Aku jadi ikut terkekeh bersama Ibu.

"Ya kan memang cuma buat bawa Mamas aja, Bu. Atau Ibu mau ikut Mamas berangkat kerja?"

"Mamas mau Bapak rewel nyariin Ibu?"

Kekehanku berubah jadi tawa.

"Ya makanya. Mamas memang berangkat sendiri. Jadi ya pakai motornya Mas yang ini aja ya, Bu."

"Pakai matic aja, Mas."

"Memang kenapa kalau Mamas mau pakai motornya Mas yang ini? Mamas udah nyuci loh, Bu. Sayang kalau nggak dipakai."

"Ya nggak sayang dong, Mas. Tetap oke. Motornya udah dicuci, ya bagus. Sekalian dipanasin juga. Tapi habis itu, masukin garasi lagi. Kalau hari ini Mamas mau pakai motor, nggak mau pakai mobil, ya pakai yang matic aja. Soalnya sekarang ini, lagi sering hujan, Mas. Jadi harus selalu siap-siap bawa mantel. Lah kalau Mamas pakai motor gede yang ini, ribet. Pasti Mamas jadi males bawa mantel. Masa Mamas mau hujan-hujanan? Ibu nggak rela ya kalau Mamas jadi masuk angin."

Ya ampun.

Petuah dari Ibu memang selalu bisa sangat panjang dan begitu menggemaskan.

"Oke? Jadi, kalau hari ini Mamas mau tetap pakai motor, harus pakai yang matic aja. Kalau Mamas nggak mau, berarti mending nggak usah. Mamas berangkat kerja pakai mobil aja, kaya biasanya. Biar Mamas nggak kehujanan."

Maka telak. Aku jelas tak bisa lagi mencari alibi untuk menolak.

Jadi segera merengkuh bahu Ibu, aku jelas langsung memberikan anggukan kepala sebagai tanda setuju.

"Nggih, Kanjeng Ibu. Sendiko dawuh." (Iya, Ibu. Laksanakan)

Ibu bahagia sekali dengan persetujuanku. Jadi kini sudah langsung menepuk-nepuk bagian pipiku.

Prawira Laksamana ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang