6. Tinjauan Perlahan

3.8K 279 60
                                    

💉 Amalia

Senyum cerah terus saja terpatri di wajahku. Begitu juga dengan kedua tanganku yang terampil sekali merapikan dan memasukan semua perlengkapanku. Yang meski jadwal padat sebelumnya telah sangat berhasil merenggut waktu malamku, tapi kegiatan pagi ini sungguhan tak menyurutkan semangatku.

Sampai rasanya, sedang ada tambahan tenaga begitu besar yang datang dengan sangat tiba-tiba. Sehingga kini semua lelahku setelah selesai jaga malam jadi bisa sirna seketika.

"Aduh. Yang sebentar lagi mau ketemu sama Pak Komandan Ganteng, jadi kelihatan makin cantik aja nih wajahnya. Langsung ada kerlap-kerlip. Bikin silau."

Kekehanku langsung mengudara. Saat sadar dan tahu betul siapa yang kini sedang ikut bergabung di dalam ruang kerjaku berada.

"Iya, dok. Dokter Alta memang betul sekali."

"Betul kalau cowok ganteng memang sangat bisa untuk jadi vitamin penambah tenaga ya?"

Anggukan kepala jelas langsung kuberikan untuk dokter Alta. "Iya, dok. Tepat sekali. Penambah tenaga, yang bisa buat saya jadi seakan lupa kalau baru saja selesai jaga malam."

Dokter Alta tertawa sambil mengulurkan bungkusan plastik ke arahku. "Nih. Kukasih amunisi tambahan. Biar kamu jadi bisa makin strong."

Menerima bingkisan dari dokter Alta dengan sangat senang hati, setelah melihat isinya binar mataku bertambah jadi cerah sekali.

"Aduh. Jadi berasa lagi dijenguk sama Mama nih, dok."

"Sama, Mel. Karena aku lagi dijenguk sama Mama, makanya aku jadi bagi-bagi sama kamu yang anak rantau."

"Loh? Saya kira, ini masakan dokter Alta."

"Masakan Mamaku, Mel. Bahkan, yang ini, rasanya dijamin lebih mantap daripada racikan tanganku."

"Wah. Kalau itu si sudah pasti. Jaminan mutu. Soalnya ada kasih sayangnya ya, dok."

"Iya, Mel. Bener banget. Apalagi, karena yang makan nanti gadis cantik yang lagi kasmaran. Jadi pasti, rasanya bisa lebih nikmat lagi karena lihat yang tersayang."

"Aduh. Pagi-pagi udah diajakin buat jadi makin halu nih sama dokter Alta."

"Oh iya dong, Mel. Jelas. Mau makin kukomporin. Biar Tara bisa cepet ada teman mainnya."

"Proses dulu ya, dok."

"Yang penting, calon Ayahnya udah ada, Mel. Ganteng banget. Dan jelas pasti sangat gagah. Jadi tinggal tambahin doanya aja ya."

"Aamiin. Mohon doa restunya, dokter Alta."

Setelahnya, aku dan dokter Alta jadi terkekeh di waktu yang sangat sama. Sampai akhirnya suara tawaku jadi terjeda, saat mendengar panggilan suara super ceria, dari seorang laki-laki yang kini sudah ikut masuk ke dalam ruang kerjaku dengan senyum cerahnya.

"Amalia Wirantika! Danish tampan sudah datang nih."

Dokter Alta yang pertama kali membalas bualan laki-laki gemar tebar pesona ini.

"Tadi, kulihat, kamu baru aja gombal sama para perawat. Terus, sekarang, kamu mau coba rayu-rayu dokter cantiknya. Gitu, Danish?"

Aku langsung menggeleng-gelengkan kepalaku tanpa berbicara apa-apa. Dan membiarkan Danish yang kentara sekali mulai melancarkan aksinya.

"Tapi untuk saya, yang paling istimewa, jelas Amalia, dokter Alta."

"Kalau sudah dianggap paling istimewa, terus kenapa masih saja mendekati yang lainnya?"

"Bukan saya yang mendekati mereka, dok. Tapi mereka sendiri yang selalu mau untuk dekat dengan saya."

"Halah. Alasan. Kalau kamu nggak buka jalan, mereka juga pasti akan bisa sadar dengan sendirinya di mana posisi mereka seharusnya. Tapi emang dasarnya kamu aja yang pasti suka banget tebar pesona."

Prawira Laksamana ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang