27. Ruang Rindu

2.4K 212 70
                                    

💉 Amalia

"Wah. Nggak nyangka ya. Ternyata, Danish nggak cuma jual tampang aja. Tapi otaknya encer juga."

Aku langsung tertawa. Gemas sekali mendengar Danish yang sudah bersungut-sungut karena ledekan dari dokter Alta.

"Sepertinya, dokter Alta harus sering-sering konsultasi di bagian Psikologi, supaya tak selalu berburuk sangka dengan saya."

Dokter Alta juga ikut tertawa bersamaku. Dan lekas merangkul lenganku.

"Aduh, Mel. Bapak Dokter spesialis, sekarang udah berani debat sama aku nih."

Danish langsung menunjukan ekspresi bangga sekali dengan menepuk-nepuk bagian dada bidangnya. "Iya dong. Kan sekarang, kita sudah jadi teman sejawat, dokter Alta."

"Gaya banget ih. Mentang-mentang nilainya cumlaude dan disuruh naik podium, jadi euforia kasih sambutannya nggak habis-habis sampai sekarang."

Ekspresi pongah jelas makin Danish tunjukan.

"Iya dong. Harus. Apalagi saya juga dapat karangan bunga besar dari si Cantik. Dan jangan lupa, dok. Kalau foto kelulusan saya juga bagus banget loh."

"Udah deh. Nggak usah mau pamer terus kaya gitu. Sekarang, siap-siap aja buat operasi nanti. Karena antrian pasien untuk dokter bedah baru kita sudah penuh tuh."

"Siap, Ibu Bos. Jadi, sudah ya. Cukup dulu. Jangan ganggu waktu quality time saya. Karena Amel, harus bersama saya untuk makan dan isi tenaga."

Giliran dokter Alta yang begitu sengit mengeluarkan dengusannya. Saat Danish sudah jahil sekali menarik totebag milikku supaya aku jadi beralih berdiri di sisinya.

"Kamu nggak bisa selalu bawa Amel ya. Soalnya Amel harus sama aku juga."

Nada protes dari dokter Alta langsung berani sekali Danish balas dengan kekehannya. "Eh. Dokter Alta nggak boleh ngomel-ngomel sama perwakilan rumah sakit ya. Memang dokter Alta mau sampai dapat surat peringatan?"

Pecah sudah.

Ledekan dari Danish membuatnya jelas langsung mengaduh karena lemparan map dari dokter Alta.

"Ini, partner satu, tengilnya bukannya hilang, malah makin bertambah aja ya. Dan untung aja, sekarang, lagi ada Amel sama kamu. Kalau nggak, udah habis kupukuli kepalamu itu."

"Nggak boleh melakukan penyiksaan dengan aset negara, dok. Nanti, kalau susunan dan fungsi kepala saya ada yang bergeser, bagaimana? Kalau jadi sulit untuk presentasi, bisa gawat. Nanti Pak Direktur bisa jadi kesulitan karena nggak bisa menemukan pengganti yang super kredibel seperti saya."

Aku sungguhan jadi sibuk tertawa. Menikmati suguhan acara debat lawan antara Danish dan dokter Alta.

"Awas aja. Selesai semua operasi, dan setelah kamu pulang dari Jakarta, langsung kuajak duel kamu."

"Siapa takut? Sekarang, saya juga sudah bisa pegang pisau bedah dengan handal."

"Sok banget ih. Udah ah. Males pamer mulu sama yang habis dapat penghargaan."

"Ya saya si cuma balas saja, dok. Biar dokter Alta bangga kalau anak didiknya yang satu ini memang cerdasnya luar biasa. Tanggap dan cekatan sekali pekerjaannya."

"Udah. Stop. Berani buka mulut lagi, kujahit bibirmu itu."

"Yakin mau dijahit? Nanti dokter Alta bisa kangen loh dengar suara saya. Soalnya nggak mungkin ada yang bisa sama."

Dokter Alta makin bersungut-sungut di tempatnya. "Amel. Atasi si mantan kadal ini. Kalau perlu, ikat aja. Terus kurung di kandang. Biar nggak kabur. Soalnya kepalaku udah hampir pecah kalau lawan ngoceh terus sama dia."

Prawira Laksamana ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang