19. Menepi Sendiri

2.2K 210 30
                                    

💉 Amalia

"Udah. Pulang, sana."

"Iya. Nanti. Kalau kamu udah berangkat."

Aku jadi kembali menggeleng-gelengkan kepalaku. Salut sekali dengan kegigihan seorang laki-laki yang sejak tadi masih begitu setia duduk di teras rumahku.

"Padahal udah kuusir dari tadi."

"Kamu usir aku, bukan baru kali ini. Jadi nggak masalah. Aku udah terlalu kebal."

Maka setelahnya, tak ada lagi yang bisa kulakukan selain tertawa.

"Memangnya, kamu nggak capek?"

"Ya jelas capek dong. Baru pulang kerja, habis jaga malan juga."

"Terus, kenapa masih di sini? Kalau kamu memang capek, harusnya, langsung pulang dong. Biar kamu bisa cepat istirahat."

"Mel."

"Apa?"

"Tapi lelahku saat ini jelas nggak sebesar rasa khawatirku. Apalagi saat mata bengkak dan wajah sembabmu masih begitu jelas kulihat dengan pandangan kedua mataku."

Aku bungkam.

Dan tatapan lekat Danish seakan mengunciku untuk tetap mau mendengarkan lanjutan kalimatnya.

"Jadi mau berulang kali kamu usir aku, aku akan tetap ada di sini. Sama kamu. Dan memastikan kalau kamu akan terus hidup dan nggak berbuat macam-macam setelah kamu nangis semalaman."

Senyumku langsung terkembang.

"Aku punya agama, Danish. Aku percaya Allah. Dan aku jelas masih sangat takut akan dosa. Jadi insyaAllah, aku nggak akan nekat untuk bunuh diri. Meski saat ini rasanya hidupku memang sedang berat sekali."

"Ya. Bagus. Jadi sana, masuk aja. Lakukan semua hal yang kamu inginkan. Apa saja, boleh. Asal kamu tetap hidup dan jangan sampai menyakiti diri sendiri."

Kini aku jadi terkekeh pelan.

"Kalau niatnya mau menenangkan, harusnya, pakai perumpamaan yang lebih halus dong. Masa gamblang banget kaya gitu."

"Karena ketika ada seseorang yang sedang sangat terluka hatinya, sering kali, mata hati dan pikiran mereka sedang tertutup dengan sangat rapat. Jadi kalau hanya diingatkan dengan gambaran-gambaran yang menyenangkan saja, takut mental, khawatir nggak masuk. Apalagi buat cewek cantik yang kerasnya bisa sangat teguh seperti kamu. Jadi aku kasih peringatan yang lebih logis. Supaya gadis pintar seperti kamu bisa segera sadar, kalau ada yang selalu peduli dan khawatir sama kamu. Dan itu aku."

Perasaan tersentuh di dalam hatiku kembali tiba. Saat aku benar-benar jadi bisa merasakan bagaimana ketulusan besar yang ternyata memang selalu Danish punya.

"Iya. Jadi maaf ya kalau selama ini aku nggak pernah sadar."

"Nggak papa. Aku tangguh. Jadi aku jelas bisa selalu kuat buat menghadapi kamu."

Senyum kembali kuberikan. Dan tatapan teduh milik Danish seperti langsung memberikan ketenangan.

"Oke. Jadi, aku mandi dulu ya?"

"Iya. Yang bersih. Dan cuci muka yang bener biar wajahmu nggak kuyu lagi kaya gitu."

"Bilang aja kalau aku lagi jelek."

"Buatku, kamu beneran selalu cantik, Amel. Mau meler atau lagi belekan sekali pun. Jadi tenang aja, aku tetap suka kamu."

Segera mengibaskan tanganku, bualan Danish sungguhan memancing kekehan geli dariku.

"Udah ah. Nanti gawat kalau kamu jadi gombal terus."

"Ya nggak papa dong. Setidaknya, gombalanku sekarang bisa buat kamu jadi ketawa."

Prawira Laksamana ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang