17. Kesadaran & Perpisahan

2.8K 256 58
                                    

💉 Amalia

Sampai di poli vaksin markas TNI, tatapanku langsung terpaku saat melihat sedu sedan dari Mba Asri. Tangis tergugu yang sangat berhasil untuk ikut menyentak perasaanku saat ini.

Jadi segera meletakkan semua peralatanku, pertanyaanku lekas meluncur pada Laras yang telah bertemu tatap denganku.

"Mba Asri kenapa, Ras?"

"Mba Asri lagi sedih, dok. Banget. Potek hatinya."

"Iya. Aku tahu kalau Mba Asri pasti lagi sedih banget. Tapi kenapa? Apa alasannya?"

"Ya karena Mba Asri mau LDR, dok. Mau jauhan. Nggak bisa berdekatan. Bahkan, untuk telepon atau saling kirim pesan, juga nggak bisa. Soalnya, calon suami mau tugas negara. Jauh. Makanya Mba Asri langsung mewek deres banget kaya gini, dok. Bikin aku jadi mellow juga bawaannya."

Hatiku jadi bergejolak tak nyaman. Karena sepintas informasi yang baru saja Laras katakan, entah kenapa membuat hatiku jadi langsung cemas dan diliputi banyak sekali macam ketakutan.

"LDR?"

"Iya, dok. Padahal, baru lamaran. Tapi sekarang, udah mau jauhan. Jadi Mba Asri lagi mellow banget, dok. Aku aja yang bukan jadi tokohnya, pengin ikutan mewek juga bawaannya. Soalnya nahan kangen, apalagi pas lagi sayang-sayangnya, pasti berat banget ya, dok."

Rentetan kalimat Laras sungguhan membuat degup jantungku jadi berdetak semakin kencang.

Tak nyaman.

Seakan semua rasa curigaku langsung meluap ke permukaan.

"Memangnya, Mas Bagas mau tugas ke mana, Ras? Kenapa Mba Asri jadi harus LDR?"

Ungkapan pertanyaanku, justru membuat tangis Mba Asri langsung berhenti dan jadi berganti memberikan tatapan lekatnya padaku. Kompak sekali dengan Laras yang kini sudah menunjukan tatapan terkejutnya ke arahku.

Ada apa?

Memangnya ada yang salah dengan pertanyaanku?

Kenapa tatapan begitu dalam dari Laras dan Mba Asri justru sangat berhasil untuk menakutiku?

"Kenapa jadi pada diam kaya gini? Nggak ada yang mau cerita atau jawab pertanyaanku?"

Tadinya, Laras begitu setia mengusap punggung bergetar Mba Asri yang masih saja mengeluarkan air matanya.

Tapi tak lama setelahnya, Laras dan Mba Asri justru kompak sekali memelukku dengan tatapan terkejut yang masih belum bisa kupahami apa maksud dan tujuannya.

"Dokter Amel belum tahu?"

"Tahu tentang apa?" suaraku sungguhan jadi berubah teramat pelan karena pertanyaan Laras yang kentara sekali sedang terbata. Apalagi saat helaan napas berat juga kudengar dari Mba Asri yang sudah berhasil meredakan tangisannya.

Maka aku jelas semakin bertanya-tanya lagi, sebenarnya apa yang sedang terjadi saat ini?

"Mas Bagas ditugaskan ke daerah, dok. Di perbatasan. Untuk mengamankan kerusuhan yang sedang terjadi di sana. Dan tim Mas Bagas, dipimpin oleh Pak Komandan."

Jantungku seakan sedang jatuh ke dasar jurang.

Napasku tercekat. Dan tanganku langsung mengepal dengan rasa terkejut yang begitu melekat.

"Jadi, Pak Komandan mau pergi?"

Laras menganggukan kepalanya di atas bahuku. "Iya, dok. Paling cepat, tugas 1 tahun. Tapi, kalau keadaan bisa lebih kondusif, berarti, Pak Komandan dan Mas Bagas, juga semua anggota yang lain, bisa pulang lebih cepat dari itu."

Prawira Laksamana ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang