Sudah hampir 5 hari ini. Atifa dan Abian belum mau membuka mata mereka. Dokter mengatakan jika kondisi mereka sudah stabil dan berhasil melewati masa kritis, namun mereka tak kunjung membuka mata.
Apakah alam bawah sadar mereka menolak untuk kembali? Apa dunia ini begitu kejam sehingga keduanya tak ingin melihat dunia lagi? Pikir Latif memandang Atifa dan Abian yang terbaring di ranjang masing-masing.
Keduanya sudah dipindahkan di ruang rawat yang sama dengan posisi brankar bersebelahan setelah dinyatakan stabil, hanya menunggu keduanya sadar saja. Namun, sampai sekarang mereka tak kunjung sadar.
"Kapan kalian akan sadar? Sudah hampir 1 minggu, tapi kalian belum juga sadar. Apa kalian tidak merindukan kedua anak kalian? Mereka selalu menangis merindukan Papi dan Maminya, mereka butuh kalian, dan mereka hanya menginginkan kalian cepat sadar, bahkan kalian melupakan putri kalian yang belum kalian beri nama itu. Cepatlah sadar dan berikan nama untuk putri kalian"ucap Latif dengan menggenggam tangan kiri Abian dan tangan kanan Atifa dengan posisi dia duduk di tengah-tengah brankar.
"Huaaaa... Papi... Mami... Hiks..huaaa.." tangis Aiden membuat Latif menoleh kebelakang dan berlari kecil menghampiri Aiden yang menangis diatas sofa bad dengan posisi tertidur.
Anak itu terus menangis sedari tadi, hingga akhirnya dia tertidur karna lelah menangis. Namun dia berkali-kali mengigo memanggil Papi dan Maminya membuat Latif kasihan pada anak itu.
Sempat Latif berfikir, jika pisau yang pria bertopeng itu gunakan beracun sehingga membuat Abian tak kunjung membuka matanya, tapi setelah di cek laboratorium, hasilnya negatiif, pisau yang digunakan itu bukan pisau beracun. Lalu kenapa Abian tak kunjung membuka matanya juga?.
"Papi... Mami.."gumam Aiden dalam tidurnya membuat Latif menepuk punggung Aiden pelan seraya berbisik lembut ditelinga untuk menenangkannya.
Setelah Aiden tenang, Latif kembali menidurkan Aiden disofa bad dengan pelan. Sempatkan Latif menepuk-nepuk pantat Aiden pelan agar semakin nyenyak bersamaan dengan itu Dian datang membawakan rantang berisi sarapan untuk Latif.
"Assalamu'alaikum"salam Dian dengan menutup pintu ruang rawat.
"Waalaikumsalam"jawab Latif menoleh menatap Dian lalu bangkit menghampiri Dian.
Dian mengambil tangan Latif lalu mengalaminya setelahnya Latif mengecup dahi Dian lembut dengan mengusap kepala belakangnya pelan.
"Aiden kenapa?"tanya Dian dengan menatap Aiden yang sudah kembali nyenyak tidurnya.
"Kembali ngigo manggil Papi dan Maminya, tadi juga sempat nangis"jawab Latif membuat Dian menghela nafasnya kasihan saat menatap Aiden.
"Kapan mereka akan segera sadar? Aku kasihan lihat Aiden yang terus-terusan kaya gitu, apalagi baby A yang selalu nangis karna haus dan lapar menolak susu formula yang Ibu berikan, aku juga udah coba cari ibu susu yang cocok buat baby A, tapi dia tetap menolaknya" jelas Dian membuat Latif mengusap wajahnya kasar.
"Udah, jangan dipikirin banget ya. Banyakin doa supaya mereka cepat sadar"lanjut Dian lalu melangkah menuju nakas untuk mengambil piring dan mangkuk.
Dian meletakkan ranjang diatas meja lalu melangkah menuju nakas ditengah-tengah brankar Abian dan Atifa. Tanpa sengaja, matanya melihat pergerakan kecil dari dari jari tangan Abian dan kelopak matanya yang bergerak terbuka.
"Mas... Mas Latif.."panggil Dian membuat Latif mendekatinya.
"Kenapa?"tanya Latif panik. Dian menunjuk dengan jari telunjuknya pada mata Abian yang perlahan terbuka.
Latif yang melihat itu segera menekan tombol di atas ranjang Abian dan dokter langsung datang untuk memeriksanya. Dokter mengatakan jika Abian sudah baik-baik saja, hanya perlu banyak istirahat karna masih terlalu lemah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Duda My Husband [END]
RomantikCerita 21+ Bagi anak dibawah umur, skip aja jangan dibaca. Kalo tetep maksa gak papa dosa tanggung sendiri