Bab 43

11.8K 414 5
                                    

Sepulang dari markasnya, Abian masuk kedalam kamarnya dengan Latif yang selalu mendorong kan kursi rodanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sepulang dari markasnya, Abian masuk kedalam kamarnya dengan Latif yang selalu mendorong kan kursi rodanya. Sampainya didepan pintu kamar, Latif mengetuk pintu kamar Abian dan muncullah Atifa dari dalam dengan menggendong Amara yang terlihat tidur.

"Loh. Mas, udah pulang? Aku kira masih dikantor, karna ini jam 10 pagi. Gak biasanya, ada masalah?"tanya Atifa pada Abian dan Latif yang saling pandang lalu menggeleng kompak.

"Enggak ada kok. Cuma kerjaan udah selesai aja, hanya tersisa beberapa file yang dikirim lewat E-mail aja sama Ridho, dan mas juga kangen sama si ganteng dan cantik ini. Jadi mas pulang deh"jawab Abian tak sepenuhnya berbohong dengan tangan mengusap pelan bedong berwarna pink itu pelan.

Atifa menganggukan kepalanya lalu mempersilahkan Abian dan Latif masuk ke kamar dengan membuka pintu lebih lebar. Latif segera mendorong kursi roda Abian untuk masuk kedalam kamar, lalu dia berhenti tepat disamoing ranjang Abian dan membantunya pindah ke atas ranjang.

"Makasih banyak ya Tif. Sorry gue udah repotin lo"ucap Abian dengan senyum tipisnya namun Latif membalas dengan gelengan kepala kuat.

"Lo gak perlu ngomong gitu. Gue ikhlas bantuin lo karna lo sahabat gue dan gue akan selalu ada untuk lo kapanpun lo butuh gue, gue juga akan langsung datang saat lo panggil gue, gimanapun keadaan gue. Jangan pernah berfikir kalo gue kerepotan bantuin lo, karna jawabannya akan tetap sama, yaitu lo Enggak akan pernah repotin gue sampai kapanpun"jawab Latif dengan menekan kata 'Enggak'.

"Gue beruntung punya sahabat kaya lo"ucap Abian dengan senyum manisnya, dia bahagia bisa mempunyai orang terdekat seperti Latif dihidupnya.

"Gue lebih beruntung punya sahabat sekaligus kakak kaya lo"jawab Latif dan keduanya kembali berpelukan dengan hangat.

Atifa memandang Latif dan Abian yang berpelukan ikut terharu, apalagi saat kata-kata manis terucap dari mulut mereka yang menambah kesan haru bagi mereka.

Brak...

"Papi... "Seru Aiden setelah mendobrak pintu dengan kencang.

Ooeekk... Ooeekk...

Tangis Amara melengking karna terkejut karna suara dobrakan pintu yang menghantam tembok dan suara Aiden yang memanggil Papinya. Mereka gelagapan sekaligus terkejut mendengar tangis Amara yang begitu keras.

"Cup... Cup... Cup.. Sayang Mami.. Mara kaget ya nak ya, maafin Abang ya sayang ya.. Cup.. Cup.. Cup.. Tenang oke"ucap Atifa lalu meminta pada Latif untuk keluar sebentar karna dia harus menyusui Mara agar bisa lebih tenang.

Setelah Latif keluar, Atifa segera mengeluarkan payudaranya dan memberikan putingnya pada Amara untuk dihisap. Namun bayi itu menolak mentah-mentah, bahkan tangisannya semakin kencang membuat Atifa bingung.

"Ai.. Lain kali, kalo mau masuk kamar Papi gak boleh begitu ya nak, Ai harus dibiasakan ketok pintu dulu sebelum masuk, kan sekarang Ai udah punya adek, jadi Ai harus belajar gimana jadi Abang dan anak yang baik. Tuh kasihan adek bayi kaget karna suara Ai sampai nangis kejer gitu. Kan kasihan Mami juga yang susah boboin adek bayi lagi. Jangan diulang lagi ya anak baik?"Abian memberikan penjelasan pada Aiden yang hanya menunduk, terlihat sekali dia merasa bersalah.

My Duda My Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang