Kini mereka tengah dalam perjalanan menuju danau tempat tujuan mereka. Latif mengendarai mobil sendiri bersama dengan kedua orang tua dan kedua adik Atifa yang ikut bersamanya, sementara Abian mengendarai mobilnya sendiri bersama keluarga kecilnya dan Ningsih yang menjadi pemimpin paling depan, sekaligus penunjuk jalan.
Ada 4 mobil bodyguard di belakang mereka yang akan terus mengawal mereka kemanapun mereka pergi termasuk sekarang, mereka akan menjaga dan melindungi keluarga tuan mereka dengan jiwa dan raga mereka.
Mobil mereka masuk kedalam jalan berupa gang yang lebarnya pas-pasan untuk mobil masuk kedalam, jalan gang tersebut menanjak karna didaerah perbukitan. Semakin naik lalu turun dan naik kembali kemudian turun kembali baru mobil belok ke arah kanan dengan jalan yang lebih luas lagi.
Di sepanjang jalan hanya terdapat pepohonan dan semak-semak saja, namun saat belok kanan dengan jalan lebih luas mereka dapat mendapati beberapa rumah warga disana yang terlihat cukup sederhana namun nyaman untuk ditempati.
"Mami... Itu apa?"ucap Aiden menunjuk sebuah bangunan tua yang paling tinggi diantara yang lainnya.
"Rumah tua sayang. Itu rumah yang tidak pernah ditinggali oleh orang-orang dan dirawat oleh orang-orang, maka jadilah rumah tua"jelas Atifa membuat Aiden menggeleng kencang membuat Atifa mengernyit.
"Butan lumahnya Mami, tapi itu....itu di jendela"ucap Aiden sukses membuat Atifa merinding.
"Mas"panggil Atifa meminta bantuan pada Abian.
"Ai sayang. Jangan lihat kesana ya, itu tantenya lagi santai disana jadi dia duduk di jendela sana. Ai gak usah perduliin ya, tetap tenang dibangku Ai oke"ucap Abian membuat Aiden mengangguk lalu kembali bermain dengan robotnya.
"Kamu bisa lihat mas?"tanya Atifa lirih dibalas gelengan oleh Abian.
"Enggak sayang, Ai juga enggak bisa kok. Tapi dia masih anak kecil dan masih bersih hatinya, dia jelas bisa lihat dengan hal-hal seperti itu. Tapi nanti jika sudah besar sedikit dia tidak akan bisa melihat lagi kok, tenang aja oke"jawab Abian seraya mengusap punggung tangan istrinya.
"Dan lagi. Kamu gak perlu takut sama perempuan disana, dia baik kok dan dia gak akan pernah menganggu orang-orang apalagi orang baru. Dia cuma seneng aja nangkring di jendela kaya yang Ai bilang dan melihat-lihat suasana luar dari sana. Warga sini juga bilang kalo dulu sebenarnya dia gadis yang sangat baik, dikagumi banyak orang dan menjadi incaran para lelaki karna kecantikannya. Tapi sayangnya dia korban kekerasan keluarganya sendiri sampai membuat dirinya meninggal didalam kamar dengan keadaan mengenaskan"lanjut Abian yang mendengar cerita tersebut dari warga sekitar saat pembangunan Villa berjalan.
"Kasihan ya dia. Kalo mungkin masih hidup, dia pasti udah hidup bahagia bersama keluarga barunya sekarang"balas Atifa dengan mengusap sudut matanya, tanpa sadar dia menangis sedih mendengar cerita perempuan tak kasatmata itu.
Abian yang melihat istrinya menangis justru terkekeh lucu, karna hormon kehamilan istrinya lebih sering menangis jika bercerita tentang hal menyedihkan, bukannya serem karna menceritakan perempuan tak kasatmata, tapi Atifa justru menangis mendengarnya.
"Heh.. Udah dong, masa nangis terus sih? Nanti kalo Ayah dan Bunda lihat kamu nangis kaya gini, aku yang kena omel sama mereka karna buat anak perempuannya nangis"goda Abian membuat Atifa tersenyum.
"Udah sampai?"tanya Atifa karna merasa mobil berhenti tepat didepan sebuah bangunan besar dan terlihat mewah dengan danau di seberangnya, dia yakin jika ini Villa yang akan mereka tinggali.
"He'em. Kita telah sampai. Ayok"jawab Abian lalu dia turun untuk memutari mobilnya dan membukakan pintu sampingnya lalu mengulurkan tangannya dan disambut oleh Atifa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Duda My Husband [END]
Storie d'amoreCerita 21+ Bagi anak dibawah umur, skip aja jangan dibaca. Kalo tetep maksa gak papa dosa tanggung sendiri