(48) BAHAGIA ITU MUDAH

3.3K 141 0
                                    

Jangan lupa vote dan komen guyss....

Follow juga akun author yaa...

Happy reading... 



~#~




"Makan dulu. Dari 3 hari lalu kamu kurang asupan. Aku tau kamu masih berduka. Tapi Cello juga masih butuh gizi dari asi kamu" Khaleev mengehela nafas lelah. Dirinya berbicara panjang lebar tetapi Ryn masih dalam posisi yang sama, diam dengan pandangan kosong duduk dikursi balkon kamar.

Tiga hari sudah terlewatkan pemakaman Vion. Tapi sejak saat itu Ryn murung. Jangankan untuk melakukan aktifitas, berbicara saja wanita itu tidak. Melamun dan melamun. Segala hal dilakukan dengan melamun dan tatapan kosong. Bahkan tiga hari ini Cello banyak diurus dengan Reana. Untuk mengasih asi nya saja Ryn akan melakukan jika ditegur. Kalau tidak, ya Cello meminum susu formula. Syukur juga balita itu tak rewel, mungkin tahu keadaan ibunya.

Khaleev jengah, bangkit dari duduknya dan berdiri didepan sang istri. Angin malam yang berhembus semakin dingin karena cuaca mendung malam ini. Taburan bintang saja tak muncul satupun di angkasa sana.

"Sayang" Kedua tangan Khaleev sudah bertengger dibahu Ryn. Bahkan sampai membuat wanita itu tersentak kaget. Ryn yang tadi melamun langsung mengangkat pandangannya pada sang suami yang menjulang didepan. Maniknya langsung bersitatap pada manik Khaleev yang terlihat teduh namun terselip amarah didalamnya.

"Mau sampai kapan hm, begini?" Suara Khaleev lembut. Namun Ryn sadar pertanyaan itu melampiasakan kekesalan. Ryn diam, matanya mengerjab. Khaleev kembali menghela nafas. Tangannya diatarik dan memilih berlutut didepan sang istri.

"Kamu engga kasian dengan Vion?" Ryn masih diam. "Biarin dia tenang disana dengan kamu tidak terus berlarut dalam kesedihan. Kamu masih memiliki kehidupan disini dengan keluarga kita. Jadi ikhlasin Vion, tapi bukan untuk dilupakan. Aku engga marah kamu masih mengenang Vion. Tapi ingat, masih ada Cello yang butuh kamu" Satu bulir air mata lolos saat kelopak mata Ryn mengerjab. Hatinya tertohok, bukan marah dengan perkataan Khaleev tapi marah dengan dirinya.

Wanita itu langsung menubruk tubuh Khaleev. Untung saja lelaki itu siap. Kalau tidakkan pasti mereka sudah mengenaskan di dinginnya ubin. Sesenggukan Ryn mulai terdengar. Khaleev dengan sigap mengusap punggung sang istri. "Maaf" Racau Ryn begitu pilu. Nadanya terdengar menyesal. Khaleev tak menjawab tapi mengangguk sekali.

Hampir 5 menit dengan posisi begitu, Ryn melepaskan pelukannya. Mata berairnya menatap Khaleev dengan wajah kucel efek air mata. Tangisnya sudah berhenti hanya tinggal sesenggukan. Ibu jari Khaleev tergerak mengusap pipi sang istri. "Udah ya nangisnya. Sekarang bersih-bersih terus istirahat" Titahnya. Dirinya tak ingin lagi melihat Ryn terus larut dalam kesedihan.

Ryn bangkit disusul Khaleev. Lelaki itu merangkul sang istri membawa kembali ke kamar. Khaleev mengantarkan Ryn hingga depan pintu kamar mandi. Setelah Ryn hilang dibalik pintu kamar mandi yang tertutup, Khaleev kembali berlalu pada pintu balkon untuk menutupnya.

"Dimana Cello?" Tanya Ryn saat sadar sang anak tak ada dikamar mereka setelah kembali dari  kamar mandi. Maniknya menelisik sekitar saat tak mendapati sang anak di balik box nya.

Khaleev menghela nafas. "Di kamar Oma, mau aku ambil?" Ryn mengangguk. Khaleev keluar menuju kamar Velera yang berada satu lantai dengan kamarnya.

5 menit kemudian lelaki itu kembali dengan sang anak yang sudah anteng dalam gendongannya. Balita itu belum tidur, masih asik dengan mainan mobil-mobilan yang dipegangnya. Mata Ryn berkaca-kaca melihat Cello yang dibawa Khaleev mendekat pada dirinya.

Anagata (END) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang