Epilog

18 2 3
                                    

Suara pipa bertiup dari sebuah organ yang berbunyi dengan sendirinya. Cahaya merah memasuki gereja melalui kaca berpolanya. Semua kursi panjang telah disandarkan dengan dinding. Debu terpancarkan dari cahaya merah, melayang di udara tanpa arah yang jelas. Di ujung gereja, terdapat sebuah cermin setinggi orang dewasa yang tidak menampilkan apa-apa. Dari cermin itu, telah berserakan banyak cermin yang terpasang di segala arah, menyelimuti gereja itu dengan refleksi pada setiap kacanya.

Akan tetapi, semua itu berubah ketika pintu masuk gereja ditendang oleh Hybrid.  Suara tendangan itu bergema, dan mendorong semua debu dari hadapannya. Dia dengan hati-hati membawa Lilya yang digendongnya, memastikan bahwa dia aman dan nyaman dalam pelukannya. Kepala Lilya bersandar lembut pada dadanya, dan Hybrid dengan lembut membelainya dengan tangan kanannya, mencoba memberikan sedikit kehangatan dan kenyamanan yang tersisa. Cahaya merah yang sebelumnya membelakangi mereka, kini menerangi langkah mereka dan menciptakan bayangan yang terus bergerak di seluruh dinding gereja.

Gereja yang kosong itu sekarang dipenuhi oleh energi yang berbeda. Ada kehadiran yang kuat, kehadiran Hybrid dan Lilya yang membawa perubahan dalam atmosfer yang sebelumnya sepi dan sunyi. Cahaya merah dan bayangan-bayangan yang bergerak menciptakan suasana yang magis, seolah-olah ada harapan di tengah kegelapan yang menyelimuti Lilya.

Cermin di sampingnya menunjukkan tampilan dirinya sendiri. Rupa yang sama, tetapi dengan warna dominan yang berbeda. "Sepertinya, terjadi sesuatu di luar sepengetahuanmu."

Di dekat kursi panjang yang ditarik, Hybrid mendudukkan Lilya dengan kepalanya yang dapat disandarkan pada kursi dengan pelan. Hybrid terdiam sejenak, cermin membelakanginya. Sebuah toples digenggam tangan kanannya. Dia berbalik, berjalan menjauhi kursi gadis tersebut. "Ilfrit, kita harus memasukkan jiwa Zenith ke dalam Lilya."

"Kita tidak bisa memasukkannya sembarangan. Kamera itu melindunginya." Ilfrit menunjuk Stellar yang bersembunyi di atas dada Lilya.

Hybrid meletakkan toples berisi abu di dekat podium yang telah bersandar pada dinding. Pandangannya kembali menghadap ke arah Ilfrit. "Kamera apa?"

"Di dekat lehernya, kau akan melihat seberkas cahaya," jawab Ilfrit menghilang dari cermin tersebut.

Dari cermin lain di dekat kursi Lilya, Ilfrit tiba lagi. Hybrid melangkah mendekati Lilya, terheran dengan ucapan Ilfrit. Mulut menahan gigi, lama kelamaan menyadarinya. Langkah kakinya bergema dengan debu cahaya yang menepi karena kedatangannya.

Mata iblis Ilfrit melirik toples tersebut. "Abu itu ... milik Louis." Hybrid terus berjalan. "Ya, dia sudah tiada."

"Begitu ya. Kalau begitu, Lilya membawa sesuatu ke hadapan kita." Satu buah cermin menghitam, menandakan sesuatu sedang beranjak dari dalam.

"Louis telah memberikan mekanis pertahanan menggunakan halo pada anak ini. Kalian tidak bisa mengambil jiwanya dengan cara biasa." Sebuah suara yang dalam keluar dari dalam cermin tersebut. Mereka berdua melihat ke arah cermin tersebut, tetapi tidak ada siapapun yang keluar dari dalamnya.

"Hanya itu saja yang akan diberitahu pedang itu." Ilfrit menyimpulkan, memalingkan pandangannya.

Stellar Lilya keluar dengan sendirinya, membuat sebuah halo bundar berpola seperti bidikan kamera melayang di atas kepalanya. Suara yang dikeluarkan melengking, memicu perhatian Hybrid. Sementara itu, Ilfrit terus memperhatikan cermin itu, menunggu sesuatu yang keluar.

Berada di dekat Lilya, Hybrid mencoba untuk menyentuh halonya. Akan tetapi, tangannya menembus halo itu seakan halo itu tidak pernah ada. Hybrid menatap sorot mata Lilya yang terpejam, terdapat mimpi buruk yang tengah menghantuinya. "Ilfrit. Dengan pengetahuanmu, apakah kau yakin ... kalau anak ini bisa menghentikan segala konflik. Bahkan ... konflik di antara kita dan Ophamim?"

"Saat ini, aku tidak bisa menjawabnya. Dia tidak akan bisa melukai rasnya sendiri, apalagi membunuhnya. Anak ini lembut, dan berhati baik untuk melakukan perbuatan seperti itu, tidak seperti kita." Hybrid terdiam.

"Setelah urusanmu dengannya selesai, apa kau akan membunuhnya?" Hybrid tidak menjawab Ilfrit. "Aku sudah bilang kalau aku tidak akan membunuhnya. Kenapa kau terus menanyakan itu kepadaku?"

"Sifat seseorang bisa berubah ketika ada yang dipertaruhkan, aku menjamin itu," jawab Ilfrit dengan tenang. Kedua tangannya menyilang di depan dada.

Mereka berdua melihat ke arah halo biru Lilya. Warna yang sangat asing itu membuat Ilfrit berpindah menuju cermin yang lebih dekat untuk melihatnya. Hybrid melihat Ilfrit berada di cermin terdekat, sebuah cermin kecil di samping Lilya yang duduk. "Halo adalah jiwa bagi mereka. Jika halo mereka hancur, jiwa mereka juga hancur, mati."

"Namun, kenapa halo itu berwarna biru, bukan kuning?" tanya Hybrid melirik iblis cermin itu.

Ilfrit kembali menunjuk Stellar. "Kamera itu memberi warna untuk menyembunyikan halo aslinya. Warna biru itu bagaikan perisai terakhir untuk melindungi halonya."

"Daritadi kau membahas halo seorang malaikat, aku sudah tahu fungsi halo pada mereka."

Ilfrit menundukkan kepala. "Dia adalah seorang malaikat, setidaknya itu yang dapat kusimpulkan dari anak ini."

Hybrid duduk di samping Lilya, mengangkat kamera Stellarnya. "Demi-human malaikat, sebuah hal yang baru." Stellar dilepaskan, dibiarkan turun dengan sendirinya pada leher gadis kecil tersebut.

Ilfrit menahan dagunya. Hybrid menoleh kepadanya, mengangkat cermin kecil tempatnya bernaung. "Apa kau menduga ada sesuatu yang salah dengannya?"

"Tidak terlalu, ada banyak ras yang melakukan perkawinan di luar etnis mereka. Kejadian ini juga berlaku bagi kedua kelompok yang kubicarakan." Hybrid diam, mendengarkannya.

"Seorang malaikat dapat menyembunyikan sifat-sifat mereka, dan iblis memiliki keunikan untuk merubah rupanya setiap saat. Kau pasti tahu itu untuk menjelma menjadi manusia di Kritia, kau bahkan tidak berpamitan dulu denganku."

"Aku tidak tahu kalau aku bisa berubah pada saat itu." Hybrid mengangkat tangannya, menatap pergelangannya. "Saat itu aku belum berevolusi untuk dapat menyadarinya. Seandainya saja aku bisa melakukannya lebih awal." Dia terduduk dalam lamunannya.

Ilfrit melihat lagi halo Lilya yang mulai meredup, bersama dengan Stellar yang perlahan menghilang. "Kita dan malaikat tidak ada bedanya, sama-sama membutuhkan evolusi untuk berkembang dan meningkatkan kemampuan Solutenianya. Dan juga, sama-sama memiliki ego yang bertabrakan. Bukankah itu alasan kita berperang sampai saat ini?"

Mata Ilfrit melirik Hybrid. "Kau ingin menyimpulkan sesuatu, bukankah begitu?" tanyanya.

"Lilya Sarnova, seorang Voyager buatan tanpa campur tangan dari Ratu Renalla. Louis sedang melawan kehendak dunia. Aku tahu dia nekat, tetapi aku tidak menyangka kalau dia akan berbuat sejauh ini, bahkan hingga kematiannya."

"Aku akan berbalik bertanya, apakah kau melihat sebuah perubahan darinya?" tanya lagi iblis cermin itu.

Tangannya serentak memegang bahu Lilya, kemudian mengelus kepalanya. "Dia ... cukup berubah sejak empat tahun terakhir aku melihatnya."

"Jadi, apa rencanamu untuk mengambil jiwanya?"

"Cermin, tempat jiwa seperti kalian berada. Karena Zenith telah berada di dunia itu, dia dan Lilya akan saling melekat satu sama lain. Sisanya, kita hanya bisa menunggu. Biarkan dia mengenali Zenith, membangun hubungan yang erat satu sama lain. Dengan itu akan melonggarkan keamanan Stellar. Saat itu terjadi, aku akan melaksanakan proses penggambilan jiwanya. Itu akan memerlukan waktu yang lama."

Kepala Lilya dielus pelan. "Saat ini dia kebingungan, tetapi waktu akan memperbaikinya, lebih singkat ketimbang sebelumnya."

"Kali ini, aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama, tidak setelah aku menyadari sesuatu."

"Sesuatu?" Ilfrit bingung, memasang wajah heran untuk pertama kalinya.

Kedua bola mata Hybrid memercak api yang membara kuat. "Kita punya perang yang harus diselesaikan sampai Lilya bisa pergi dari alam ini."

"Untuk itu, aku akan membiarkannya bebas."

20 Oktober 2016

Stellar Temporis - SarnovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang