Episode 38 - Yang Tersisa Dariku

16 4 5
                                    

Banyak tubuh membusuk dan hangus terbakar. Di sanalah berdiri Hybrid yang nyaris kehilangan kesadarannya, mencoba untuk bertahan untuk memantapkan posisinya. Berserakan tanduk yang terlepas dari pemiliknya. Asap panas mulai menyebar ke seisi tumbuhan di sekitarnya. Pria berambut merah itu melihat sekitar, menyadari ada yang salah di balik seluruh tumpukan tubuh yang telah menguap tersebut.

"Dia lari," ujar Hybrid mengangkat kaki, menginjak tangan mayat yang telah hangus.

Tidak ada siapapun yang ada di sekitarnya, kecuali pemandangan menakjubkan dari atas langit. Rambut merahnya diterpa angin, mata iblisnya terbuka melihat kedua cahaya itu semakin dekat. Lahar pada tangan kirinya meledak-ledak, ingin segera bergerak maju tetapi dihentikan tubuhnya sendiri. Tubuhnya tidak luput dari bekas cakaran dan luka gigitan. Meskipun tidak beracun dan berbahaya, serangan itu sudah cukup untuk melemahkannya hingga berjalan saja tidak sanggup lagi.

Hybrid mengangkat tangannya, terdiam untuk beberapa saat. Pecahan batu yang muncul dari mayat Huntress itu telah melukai pergelangannya. Lukanya yang terbuka telah termakan kontaminasi dari sesuatu. Kulit tangannya menjadi sedikit gelap, dan pandangannya perlahan buram. "Ini buruk."

"Biarkan aku memberitahumu sesuatu sebelum kita berpisah." Sebuah suara bergema di dalam kepalanya.

"Cepat," jawab Hybrid mengikiskan ijakkannya pada tangan hangus itu.

"Mytho akan runtuh, jika engkau tidak melakukan sesuatu terhadapnya." Hybrid terdiam, melirik ke atas.

"Siapa yang kau maksud?" Dia balik bertanya, tidak ada jawaban dari Desmond.

Semakin lama, tidak ada jawaban selain rasa nyeri berasal dari lukanya. Hybrid berjalan memasuki hutan, meninggalkan tumpukan tubuh yang telah dia habisi satu per satu. Perpohonan menutupi jejaknya, menghilangkan keberadaannya dari hutan.

"Wendigo itu akan menyerang." Hybrid berucap sendiri, tangannya dikepal keras.

"Nixia akan membenciku."

***

Di udara, serbuk-serbuk hitam melayang bebas di udara, berpusat pada Louis yang melesat kencang mengarah ke arah Lilya. Kecepatan mereka jatuh melampaui siapapun yang ada di sekitarnya. Bahkan Shax sendiri hanya dapat melihat gerakan lincah Louis dari kejauhan.

Mereka berdua mulai menuruni awan, tercapai pada langit yang diselimuti dengan warna abu-abu kegelapan. Mata putihnya terang berderang di antara warna gelap tersebut, bersama percikan layaknya bintang biru dari Lilya. Mereka jatuh perlahan, seperti sebuah komet di malam penuh bintang.

"Waktu tidak akan menghentikan bintang untuk bersinar." Serbuk manifestasinya menebal, mempercepat lajunya.

Pudarnya manifestasi itu semakin membuatnya kesulitan melihat, dipantau dari gerakannya yang menjadi tidak karuan. Olhe karena itu, sebuah tebasan api berhasil memotong tangan yang hendak meraih Lilya. Louis melirik ke belakang, menyadari tebasan itu keluar dari Terminite.

Seperti peluru yang melayang kencang, Shax melesat dengan mengancungkan ujung Terminite ke arahnya. Apinya membakar membentuk sayap berjubah di belakang punggungnya. Lubang pada dadanya terbakar, perlahan memperbaiki dirinya. Serangan itu sama sekali tidak berpengaruh, jika tidak dilanjutkan oleh serangan lain untuk mengakhirinya. Itu adalah kesalahannya untuk melupakan keberadaan Shax.

"Dia milikku!"

"Tidak, dia bukan milih siapapun." Louis berbalik badan, terjatuh bebas.

Dengannya yang jatuh bebas, Lilya mencapai pegangannya. Melihat wajah tertidur polos itu membuatnya ingin memeluknya sekali lagi, tetapi itu tidak akan sempat untuk mengucapkan selamat tinggal. Dia seharusnya sudah mati, tetapi dia belum ingin semua ini berakhir. Bayarannya telah terbayarkan, sekarang hanya ini yang tersisa. Yang bisa dilakukannya sekarang, hanya membuat Lilya lari dari tempat ini. Cuaca tertahan untuk hujan karenanya, dengan kematiannya, Lilya akan selamat. Dengan membiarkan hujan terjadi, Lilya akan tetap hidup.

"Dengan ini aku, Louis Levinet, memanggilmu untuk terakhir kalinya," ucap Louis pelan.

Napasnya tertahan, dilepaskan semuanya. "Aku melihat semuanya, merasakan semuanya, mendapatkan semuanya. Sekarang, aku kembalikan kepadamu!" Stellar Lilya bersinar terang.

Sebuah suara detikan jam keluar dari Stellar Lilya. Halonya terlihat, berkedap-kedip warna kuning dan biru. Detikan jam itu semakin kuat, menandakan sesuatu yang akan terjadi. Shax segera tahu, menggunakan sisa tenaganya untuk bergerak maju. Bahunya ditekan, diperberat agar semakin dekat dengan Louis. Terminus melepaskan api gelap dari ujung ke seluruh permukaan pedangnya.

"Louis!" Shax mengayunkan Terminite.

Serbuk manifestasinya menebal, hatinya tidak dapat merelakan semua itu begitu saja. Dia ingin melakukan sesuatu untuk terakhir kalinya. Sisa tenaganya mengeluarkan sebuah pedang hitam yang terbuat dari manifestasinya, menyerupai Creatornes yang dulu dipegangnya. "Shax!"

Kedua ujung pedangnya saling bertemu, menciptakan gelombang kejut yang membelah udara dan sekitarnya. Tengkorak Shax retak sebagian, tetapi kondisi Louis semakin buruk. Manifestasinya semakin melemah selama dia masih menggunakannya. Louis memejamkan penglihatannya, menggumamkan satu pesan yang tersampaikan pada seluruh manifestasinya seperti menggunakan Creatornes.

"Bawa aku turun." Manifestasi bergerak menutupi wujudnya. Serpihan manifestasi lain menghalangi Shax sehingga menciptakan gertakan yang melontarkan Shax menjauh.

Saat Shax hendak kembali, dia tidak menemukan siapa-siapa selain dirinya snediri di tepi udara. Louis menghilang tanpa sisa. Lototan matanya melirik ke bawah, dia menyemburkan api dari dalam tengkoraknya. "Dia tidak akan bertahan lama lagi."

Stellar Temporis - SarnovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang