Episode 10 - Siklus Voyager

31 5 6
                                    

"Kecilkan suaramu Lily!"

Louis melirik halo Lilya, bergetar dan mulai berputar tak terkendali, lagi. Tidak sempat menyadari, Louis melirik ke samping. Sebuah getaran menggoyangkan pohon tempat ia berdiri saat ini. Pengeras suara pada makhluk itu terlihat dari pandangan Louis yang tegak, mengarah kepadanya. Yang sebelumnya merupakan suara seorang yang dapat terdengar jelas, kini makhluk itu mengeluarkan teriakan melengking hingga Louis kehilangan fokusnya. Suara itu bukanlah suara yang berasal dari dunia ini, dan ia ada untuk mendengarnya. Louis melangkah mundur sembari menjaga Lilya agar tidak lepas dari gendongannya.

Namun tidakkah tahu Louis, bahwa Lilya sedang mengalami hal lain di dalam benaknya. Segala yang Lilya percayai kini telah hancur. Apa yang Louis katakan tidak dapat dia dengar. Lilya telah tenggelam ke dalam kebinasaanya sendiri, di mana dia tidak dapat lagi berpikir dengan waras. Kewarasannya menurun drastis seperti kegilaannya mulai menyertai Lilya.

Lilya berdiri di tengah dunia hitam tanpa apa pun di dekatnya. Tidak ada satu pun sumber cahaya yang menemaninya di dunia kosong melompong ini. Lilya sendirian, tanpa siapa pun. Air mata, perlahan turun ke permukaan lantai dingin dia dapat merasakannya melalui kaki telanjang tersebut.

"Ayah ... Ibu ... tidak. Ini tidak mungkin." Lilya memegang Stellar dan mengangkatnya ke wajahnya.

Stellar dipeluk erat Lilya, sebagai satu-satunya benda yang dapat dipegang olehnya. Akan tetapi, dia tidak tahu apa yang sedang dipegangnya sekarang, dia terlalu terpaku pada emosinya untuk peduli kepada kemunculan Stellar di hadapannya. Kedua kupingnya turun, gemetaran dengan semua yang telah dilalui. Halonya keluar berkat sentuhan Stellar, bersinar di dunia hitam tersebut. Namun, halonya yang berwarna biru itu berkelap-kelip, merubah warnanya.

Napas Lilya sesaak hingga tangisannya terhenti. Lilya tidak menghentikan tangisannya, sesuatu menghentikannya dari mengeluarkan suara rintisan menangis tersebut. Sebuah emosi yang mencuat dan mengelilingi Lilya saat ini seperti berbisik sesuatu kepada dia.

"Ini ... salahku. Aku yang memilih pertualangan ini. Aku sendiri yang menyetujui orang itu! Karena aku sendiri, kedua orang tuaku mati!" Lilya berteriak. Suaranya bergema tanpa ada habisnya di dunia tersebut.

Lilya membungkuk hingga kedua tangannya dan kepalanya menyentuh lantai. Dia memejamkan mata dengan beberapa jatuh tetesan air ke lantai. Rintisan itu kembali disertai seraknya suara Lilya. Mata dibuka, terhenti akan seraknya suara miliknya.

Sesuatu mengikis tenggorokannya, dan dia tidak tahu bagaimana menanggapi itu. Dia berteriak lebih kencang dari sebelumnya, mungkin itu adalah pemicunya. Lilya merasakan sesuatu itu, sebuah benda di dalam tenggorokannya. Sesuatu tersangkut di dalam, tidak jelas apakah itu akan membunuhnya atau tidak.

Meskipun mengetahui hal itu, Lilya tetap ingin mengeluarkan suaranya yang perlahan menghilang. Kedua tangan mulai dikepal erat, bergetar kuat. Lilya mengangkat kepala dan melihat ke depan. Ekspresi yang menangis itu telah lenyap. Sekarang, yang ada padanya hanyalah, kesunyian dan kehampaan.

"Ini semua ... adalah salahku."

***

    Sebuah hembusan angin dari segala arah mulai menyelimuti Lilya yang masih digendong oleh Louis. Merasakan datangnya angin ini secara langsung membuat Louis terkejut. Kedua tangan mengendong itu ditepis membuat Lilya terlepas dari gendongan Louis. Berkat itu, Lilya terjatuh bebas dari pohon.

    "Lily!" Louis bergegas melompat dari tumpuan dahan untuk menggapai Lilya yang jatuh bebas.

    Kepala corong itu bergerak melihat melihat Louis melesat dari pandangannya. Secara langsung, tangannya diayunkan lebih cepat daripada Louis. Dengan fokus penuh pada Lilya, Louis tidak menyadari serangan tersebut. Louis terkena serangan dadak tersebut dan terlempar ke batang pohon lain. Hantaman keras langsung menggoyangkan pohon tersebut beserta dedaunan yang rontok padanya. Kini pandangan makhluk tersebut terpacu pada Lilya yang masih jatuh bebas.

Stellar Temporis - SarnovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang